Share

03.

Seorang wanita tengah duduk di sebuah restoran. Matanya menatap ke arah jalanan yang banyak dilalui oleh para pejalan kaki. Sesekali matanya menatap ke arah pintu yang terlihat sedang menanti kedatangan seseorang.

Secangkir kopi yang ada di hadapannya sudah hampir separuh ia habiskan. Sesekali ia menatap ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Ia mengembuskan napas kesal saat menantikan orang yang ia tunggu belum kunjung datang. Selang beberapa menit seorang pria tampan berjalan memasuki restoran tersebut. Wanita yang sejak tadi menanti kedatangannya hanya menatap lekat pada pria tersebut.

"Sayang. Maaf ya aku terlambat," ucap pria itu sembari memberikan kecupan singkat di pipi kiri sang wanita.

Wanita itu membalasnya dengan tersenyum tipis.

"Iya enggak apa-apa kok."

"Kamu udah pesan makanan?"

"Belum, aku sengaja nunggu kamu," ucap wanita tersebut.

Sementara pria itu tersenyum penuh arti pada sang wanita.

"Ya udah kita pesan ya. Kamu mau pesan apa? Seperti biasanya kan? Biar aku pesankan ya?"

Wanita itu menganggukkan kepala. Ia menatap dalam pria yang ada di hadapannya ini. Tak lama pesanan mereka datang. Pria tersebut langsung bersiap melahap makanan yang sudah ia pesan. Sementara sang wanita masih menatap sang pria dengan lekat tanpa berniat untuk menyentuh makanan yang sudah dipesan sebelumnya.

"Kamu kenapa kok ngeliatin aku begitu sih? Ada apa? Kamu kangen ya sama aku?"

Wanita itu hanya tersenyum kaku.

"Enggak ada apa-apa kok. Aku cuma pengen ngeliatin kamu doang."

Pria itu tersenyum senang saat mendengar ucapan kekasihnya.

"Oh ya, Bunda tanyain kamu tuh. Katanya selama aku bertugas kamu jarang ke rumah Bunda, ya?"

"Iya. Aku … aku sibuk, Nal."

"Iya aku ngerti kok. Aku juga udah jelasin ke Bunda kalau kamu sedang sibuk banget saat ini," ucap pria yang tak lain adalah Nakula sembari tersenyum.

Wanita tersebut hanya membalasnya dengan tersenyum tipis.

"Nal. Ada yang ingin aku katakan sama kamu."

Nakula mengalihkan tatapannya dari makanan yang tengah ia nikmati. Ia menatap kekasihnya itu dengan dalam.

"Kelihatannya serius sekali?"

"Iya."

"Sama, aku juga. Ada hal yang ingin aku omongi sama kamu. Ini juga enggak kalah serius."

Wanita yang tak lain adalah Nesya, kekasih Nakula hanya diam tertegun sejenak.

"Ya udah kamu duluan," ucap Nesya.

"Eggak, Sayang. Kamu duluan. Ladies first."

Nesya melihat Nakula yang menatapnya dengan penuh rasa bahagia. Namun, berbeda dengannya yang menatap Nakula dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

"Enggak, kamu duluan aja."

"Enggak, Sayang. Seperti biasanya. Kamu yang lebih dulu ngomong. Aku akan mendengarkan dengan baik setiap ucapan yang akan kamu ucapkan ke aku."

Nesya menghela napasnya dengan susah payah. Sulit bagi ia untuk mengatakan semuanya pada Nakula, tetapi ia harus mengatakannya. Ada banyak hal yang ingin ia selesaikan saat itu juga. Ia tak ingin menundanya lebih lama lagi.

"Ayo, Sayang. Ngomong aja."

Nesya menarik napasnya dengan dalam lalu menghembuskan dengan perlahan.

"Aku ingin kita …."

Nakula menatap Nesya dengan lekat. Ia bahkan sampai menaikkan sebelah alisnya untuk menunggu kelanjutan ucapan Nesya yang terputus.

"Aku ingin kita mengakhiri hubungan kita, Nal," ucap Nesya akhirnya setelah cukup lama ia terdiam.

Bagai petir di siang bolong ucapan yang Nesya katakan membuat Nakula terdiam dan terpaku di tempatnya. Ia menatap tak percaya dengan apa yang dikatakan Nesya padanya. Empat tahun menjalin hubungan ternyata harus berakhir seperti ini. Berakhir dengan hubungan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

"Aku ingin kita menyudahi semuanya."

"Apa maksud kamu, Nes?"

"Seperti yang aku katakan tadi. Aku ingin kita mengakhiri semuanya. Aku enggak bisa nerusin hubungan kita ini lagi, Nal."

"Kenapa? Apa aku berbuat salah sama kamu? Apa aku selama ini udah buat kamu engenggak tenang? Atau karena selama ini kita enggak seperti pasangan lain yang selalu bersama setiap saat?"

"Iya! Aku enggak bisa terusin hubungan kita ini karena kamu yang enggak pernah ada buat aku. Aku butuh kamu Nal di saat senangnya aku. Aku butuh kamu di saat aku sedang rapuh. Aku ingin kamu ada di saat aku sedang jatuh. Tapi apa yang aku dapat? Aku enggak dapat itu dari kamu. Empat tahun kita menjalin hubungan selalu saja kamu sibuk dengan pekerjaan kamu. Intensitas kita bertemu juga hanya satu bulan sekali. Apa hubungan itu sehat?" ucap Nesya dengan nada marah.

"Itu karena profesi aku, Nes! Kamu tahu sendiri seperti apa profesi aku! Bukankah kamu pernah mengatakan padaku kalau kamu juga bisa menerima kondisi aku? Menerima semua yang ada pada diri aku?" tutur Nakula tak kalah marah. Ia tidak terima dengan keputusan sepihak dari Nesya.

"Aku tahu, Nal. Awalnya aku berpikir kalau semuanya akan baik-baik saja. Tapi lama-lama aku enggak bisa seperti ini terus. Aku enggak kuat Nal. Aku ingin memulai hidupku di Singapura."

"Singapura?"

"Iya. Aku akan memulai karir musikku di sana. Besar kemungkinan aku enggak akan kembali lagi," ucap Nesya yang langsung bangkit dari duduknya dan keluar dari restoran tersebut.

Nakula yang masih terkejut dengan pernyataan Nesya, segera mengejar kekasihnya itu untuk meminta Nesya menjelaskan semuanya. Ia harus mempertahankan hubungan mereka karena cintanya yang terlalu dalam pada wanita itu. Ia tak ingin hubungan yang sudah terjalin begitu lama harus kandas begitu saja. Ia ingin hubungannya dengan Nesya berakhir bahagia. Bahkan ia sudah menyiapkan segalanya. Sebuah cincin untuk melamar kekasihnya tersebut.

"Nes ... Nesya. Tunggu, Nes. Aku minta penjelasan dari kamu, kenapa kamu seperti ini? Ada apa sama kamu, Sayang? Aku enggak masalah kalau faktanya kita harus menjalani semuanya dengan hubungan jarak jauh. Aku yang akan sering menemui kamu kalau kamu memang enggak bisa nemui aku," ucap Nakula yang berhasil membuat Nesya menghentikan langkahnya saat hendak masuk ke dalam mobil.

Nesya menghela napasnya dengan kasar.

"Cukup, Nal. Tolong jangan persulit aku. Aku hanya ingin hubungan kita ini diakhiri saja."

"Tapi enggak bisa begitu aja, Nes. Hubungan kita ini sudah diketahui oleh kedua orang tua kita. Kamu enggak bisa ambil keputusan sendiri buat mengakhiri semuanya. Kamu juga kenapa enggak mengatakan semuanya lebih dulu sama aku kalau kamu mau berkarir di Singapura? Kenapa kamu harus memulai karir kamu di sana?"

"Itu karena potensi untuk menjadi pemusik terkenal di sana memiliki kesempatan lebih besar dibandingkan di sini. Aku udah bicarakan semua ini sama orang tua aku. Dan mereka enggak keberatan soal ini."

"Tapi aku yang keberatan, Nes! Hanya karena ini kamu ingin mengakhiri semuanya?"

"Karena aku ingin lebih melebarkan karir bermusikku yang udah aku bangun dengan susah payah, Nal. Kamu tahu kalau sangat aku menginginkan semua yang aku idam-idamkan sejak dulu. Dan sekarang saat ada komposer musik di sana yang menawarkan aku untuk bergabung dengan mereka, apa aku harus melepaskan peluang ini? Aku harus memanfaatkan kesempatan ini. Dari seribu orang yang mendaftar aku yang terpilih. Jadi aku enggak mau kehilangan kesempatan ini."

"Aku ngerti. Aku tahu dari dulu kamu sangat mengidamkan hal ini. Tapi enggak harus mengakhiri hubungan kita, Nes. Aku rasa itu enggak ada kaitannya."

"Ada. Karena mereka menginginkan kami yang tidak memiliki hubungan dengan siapa pun."

Nakula mengerutkan dahinya.

"Peraturan apa itu? Aneh sekali rasanya ada peraturan yang mengharuskan hal seperti itu. Kamu kenapa enggak bilang ke aku dulu soal masalah ini? Harusnya kamu enggak bisa buat keputusan begitu aja! Kamu harusnya bicarakan dulu sama aku."

"Untuk apa? Tentu saja aku bisa mengambil keputusan itu. Toh kamu sendiri kalau punya sesuatu juga enggak bertanya mengenai pendapat aku. Lalu kenapa aku enggak bisa berbuat seperti itu?"

"Itu berbeda, Nes. Aku mengambil keputusan itu karena ada sangkut pautnya sama pekerjaanku."

"Apa bedanya dengan aku? Aku melakukan ini karena aku sudah memutuskan semuanya sendiri. Aku capek, Nal. Aku merasa enggak kamu hargai. Empat tahun kita bersama, tapi aku merasa enggak pernah begitu penting di hidup kamu. Kamu mengambil keputusan tanpa peduli perasaan aku."

"Siapa bilang kalau kamu enggak penting buat aku Nes? Kamu penting buat aku. Selama ini aku berjuang untuk kamu."

"Tapi apa hasilnya? Aku enggak mendapatkan apa pun, Nal. Kamu selalu saja memikirkan diri kamu tanpa peduli sama aku."

"Nes, kamu kenapa sih? Kamu kenapa tiba-tiba ngomong kayak gini. Dan kenapa tiba-tiba kamu berubah kayak gini?" tanya Nakula dengan raut wajah menahan kesal dan amarah. Ia ingin meluapkannya, tetapi memilih menahan karena di sekitarnya kini beberapa orang tengah melihat ke arah mereka.

"Kamu yang buat aku berubah. Kamu yang buat aku harus bersikap seperti ini," ujar Nesya yang mulai risih karena tatapan orang-orang sekitar yang memperhatikan mereka.

Nakula mengerutkan dahinya saat mendengar ucapan Nesya. Ia menatap dalam Nesya yang terlihat salah tingkah.

"Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku?" tanya Nakula selembut mungkin agar tidak menarik perhatian orang-orang sekitar karena pertengkarannya dengan Nesya.

Nesya diam bergeming. Ia hanya menatap Nakula dengan dalam tanpa ingin mengatakan apa pun pada Nakula.

"Katakan sama aku apa kamu telah menyembunyikan sesuatu dari aku selain masalah ini!?"

Nesya masih bergeming di tempatnya.

"Nes!!"

Lagi-lagi Nesya hanya diam.

"Katakan sama aku, Nes! Apa kamu telah menyembunyikan sesuatu dari aku yang enggak aku tahu sama sekali! Atau kamu memiliki orang lain selain aku?" tanya Nakula yang sukses membuat Nesya mengalihkan tatapannya dari Nakula.

"Nes, jawab aku!!"

"Maaf."

Nakula terpaku saat mendengar kata maaf yang terucap dari bibir Nesya. Satu kata yang memiliki banyak arti di dalamnya.

"Jadi benar dugaan aku? Kamu mengakhiri hubungan kita bukan karena ingin berkarir saja? Tapi karena ada orang lain diantara kita?"

Nesya hanya diam tak bergeming. Tidak mengiyakan ucapan Nakula. Namun, juga tidak menyangkal atas ucapan Nakula. Nakula mencari tahu sendiri dari sorot mata yang diperlihatkan Nesya. Kini ia telah menemukan jawabannya.

"Kenapa kamu begini? Kenapa kamu tega mengkhianati cinta kita, Nes?"

"Maafkan aku, Nal. Tapi aku enggak punya pilihan. Aku merasa dia jauh lebih mengerti aku. Dia jauh lebih paham mengenai aku. Dia tahu apa yang aku inginkan."

Nakula terdiam terpaku di tempatnya.

"Kami berencana akan bertunangan setelah aku melakukan berbagai tour."

"Apa?"

"Iya. Kami akan bertunangan."

Nakula menarik napasnya dengan dalam saat mendengar ucapan Nesya.

"Bertunangan?"

Nesya hanya mengangguk.

"Sudah sejauh itukah hubunganmu dengannya?"

Nesya hanya mengangguk.

"Beri tahu aku siapa dia!"

Nesya diam.

"Nes!"

"Dia orang yang memiliki profesi yang sama denganku. Dia temanku."

"Apa maksud kamu?"

"Andri. Temanku saat kami sama-sama menempuh pendidikan musik."

Nakula menghela napasnya kasar. Raut wajah tak percaya diperlihatkan pria tersebut. Ia menatap Nesya dengan begitu terluka. Nama yang tak asing baginya. Ia mengingat orang tersebut. Orang yang pernah dikenalkan Nesya padanya saat mereka bertemu di suatu acara.

"Kamu jahat, Nes! Kamu mengkhianati cinta aku hanya demi dia! Kamu jadikan karir kamu sebagai alasan kamu untuk berpisah!!" teriak Nakula.

"Maafkan aku, Nal."

"Sudah berapa lama?" tanya Nakula dengan mata menatap tajam pada Nesya.

Nesya berusaha mengelak tatapan tajam yang diperlihatkan Nakula padanya.

"Sudah berapa lama?! Bukankah kalian bilang kalian hanya berteman?! Lalu apa ini? Kenapa kalian malah menusukku dari belakang seperti ini?!" bentak Nakula yang sudah kehilangan kesabarannya.

"D-dua tahun. Dua tahun belakangan ini aku baru menyadari hatiku tak bisa jauh darinya."

Nakula kian terpaku saat mendengar ucapan Nesya. Sudah dua tahun berjalan hubungan antara Andri dan Nesya. Sudah selama itu sejak ia menjalin hubungan dengan Nesya empat tahun yang lalu dan ia tidak tahu sama sekali hubungan yang terjalin diantara keduanya.

"Kamu enggak bercanda kan, Nes?"

"Apa aku terlihat bercanda?" ucap Nesya dengan raut wajah serius.

"Nes, tolong kamu bilang sama aku kalau semua ini enggak benar. Tolong katakana, Nes."

"Maaf, Nal. Tapi semua ini benar dan aku enggak bisa buat lanjutin hubungan kita yang udah enggak sehat ini. Aku cinta sama Andri, Nal. Aku sayang sama dia."

Nakula terpaku saat Nesya mengatakan hal itu. Jadi selama empat tahun ini ia dianggap apa oleh Nesya. Selama empat tahun ini ia menjalin hubungan dengan Nesya ternyata hanya sebuah kesia-siaan saja. Di saat ia begitu mencintai gadis itu, tetapi ternyata gadis itu membagi cinta mereka dengan begitu mudahnya dengan pria lain.

"Tolong mengertilah. Aku mencintai dia."

"Tapi itu enggak mungkin Nes. Aku begitu mencintai kamu. Aku bahkan sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk kamu. Aku juga bahkan sudah merencanakan pernikahan untuk kita," ucap Nakula sembari merogoh kantung celananya dan mengeluarkan sebuah benda berupa cincin putih.

Nesya menatap benda yang dipegang oleh Nakula.

"Kamu lihat ini, aku menemuimu hari ini karena aku ingin memberikan ini sama kamu. Aku ingin kamu menjadi pendamping hidup aku, Nes," ucap Nakula sembari menunjukkan benda putih itu. Ia lalu meraih tangan kanan Nesya dan menyerahkan cincin itu di telapak tangan Nesya.

Nesya menatap tangannya saat benda itu diserahkan Nakula kepadanya.

"Kalau kamu belum siap menikah enggak apa-apa. Kita bisa bertunangan dulu. Aku akan nunggu kamu sampai kamu siap. Sampai tour musik yang kamu jalani selesai. Aku akan menunggu kamu, Nes."

Nesya diam terpaku.

"Aku mohon terimalah, aku mohon jangan buat aku hancur, Nes. Aku enggak mau berpisah sama kamu. Aku mencintai kamu. Aku sangat menyayangi kamu."

Nesya menggelengkan kepalanya.

"Enggak, Nal. Aku enggak bisa. Aku udah menerima Andri untuk jadi pendamping aku," ucap Nesya sembari menyerahkan kembali cincin tersebut kepada Nakula.

Nakula menarik napasnya dengan dalam.

"Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Kenapa harus seperti ini? Di saat aku sudah begitu yakin kalau kamu adalah masa depanku kenapa semuanya berakhir dengan cara seperti ini? Apa salah aku sama kamu, Nes? Kenapa kamu tega menghancurkan hati aku seperti ini!? Aku cepat-cepat kembali kemari karena aku ingin memberikan sesuatu padamu. Memberikan ini sama kamu. Menemui kedua orang tua kamu untuk meminta kamu menjadi pendamping aku," kata Nakula lagi untuk meyakinkan Nesya sembari menunjukkan cincin yang ia pegang kepada Nesya.

"Tapi aku udah enggak cinta lagi sama kamu, Nal. Sejak Andri hadir dalam hidup aku, hati aku sudah terpaut padanya. Dua tahun aku jalan dengannya, aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Tidak saat bersama denganmu. Jadi maaf kalau aku harus memilih Andri untuk tetap berada disisi aku," ucap Nesya yang hendak berlalu dari Nakula.

Dengan cepat Nakula kembali mengejar Nesya.

"Nes, tunggu. Urusan kita belum selesai."

"Tapi menurut aku urusan kita udah selesai. Jadi enggak ada lagi yang perlu dibicarakan. Semuanya udah jelas, hubungan kita sudah berakhir. Aku harap kamu jangan pernah temui aku lagi, Nal," ujar Nesya yang langsung masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya meninggalkan Nakula yang masih berdiri terpaku di tempat.

Ia hanya bisa menatap kepergian Nesya dengan tatapan pedih. Suara gemuruh langit yang terdengar seolah menandakan cuaca yang mulai meredup. Sama seperti hati Nakula yang saat ini juga merasakan mendung akibat perpisahan yang tak diinginkannya. Nakula menatap dalam benda yang ada di tangannya, kemudian memasuki mobilnya dan berlalu meninggalkan tempat tersebut. Tempat pertama kali ia berkencan dengan Nesya dan juga merupakan tempat berakhirnya hubungan ia dengan Nesya, gadis yang teramat dicintainya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status