Share

02.

Mobil yang membawa Nakula sampai di depan rumah orang tuanya. Ia langsung masuk ke rumah itu setelah membayar beberapa lembar uang untuk argo taksi. Ia melihat bundanya sudah berdiri menanti di depan pintu rumah dengan tersenyum bahagia.

"Bunda," sapa Nakula yang langsung masuk ke dalam pelukan ibunya.

"Kamu akhirnya pulang. Bunda kangen sekali padamu," ucap sang ibunda Andini yang langsung membalas pelukan putra bungsunya.

"Nala juga kangen sama Bunda."

Andini membalasnya dengan tersenyum senang.

"Ayo masuk. Ayah sudah menunggu kedatangan kamu."

Nakula mengangguk pelan. Saat sudah berada di ruang tamu ia mendapati sang ayah, Farhan tengah duduk bersama seorang bocah kecil laki-laki berusia 9 tahun. Keduanya tampak tengah bercengkerama.

"Ayah."

Farhan mengalihkan tatapan untuk menatap putranya.

"Sayang, kau pulang," ucap Farhan yang langsung mendapat anggukan kepala dari Nakula. Ia memeluk putranya tersebut dengan sayang.

"Om Nala."

"Hey, jagoan," sapa Nakula sembari melakukan ‘high five’ pada bocah lelaki tersebut. Kemudian ia mengacak-acak rambut bocah lelaki tersebut yang langsung membuat bocah tersebut bersungut kesal. Nakula dan kedua orang tuanya hanya tertawa kecil melihat keponakan dan cucu mereka.

"Mana Najwa?"

"Najwa di rumah orang tuanya Kak Arya. Dia tidak mau kemari kalau Kak Arya dan Kak Anaya tidak ada," kata Farhan.

"Dasar princess manjaku itu. Emangnya dia enggak kangen apa sama om tampannya ini?"

"Kamu ini seperti tidak tahu Najwa saja."

"Yaahhh Nala tahu, Bunda. Tapi, kan Najwa sudah berumur tujuh tahun. Sifat manjanya masih belum juga berkurang."

"Wajar saja. Najwa kan masih anak-anak. Kamu saja yang sudah sedewasa ini masih suka manja sama Bunda."

Nakula hanya tersenyum malu saat mendengar ucapan Farhan.

"Ya sudah ayo kita makan saja. Bunda sudah siapkan makanan kesukaan kamu."

"Iya, bunda. Nala sudah kangen banget nih sama masakan Bunda."

Mereka pun bergerak menuju ruang meja makan menikmati makan malam mereka.

"Oh ya, kamu kapan akan melamar Nesya?"

Nakula melihat ke arah Andini saat sang ibu bertanya padanya.

"Hmm. Secepatnya, Bunda. Nala masih menunggu kepastian dari Nesya. Dia kan sedang menyelesaikan S2-nya yang tinggal beberapa bulan lagi. Lagi pula Nesya juga sedang sibuk dengan pekerjaannya. Karir musiknya sedang berada di atas."

"Bunda mengerti. Tapi, Bunda ingin kamu secepatnya menikahi Nesya. Bunda udah enggak sabar untuk menimang cucu dari kamu."

Nakula hanya tersenyum saja mendengar ucapan Andini.

"Bunda benar. Kamu dan Nesya kan sudah lama berhubungan. Yaahhh minimal kalian bertunangan dulu lah."

Nakula tampak menimbang-nimbang ucapan Farhan.

"Iya, Yah. Akan Nala bicarakan hal ini pada Nesya."

Farhan hanya mengangguk paham.

"Kamu jadi kan menginap di sini?"

"Iya, Bunda. Jadi kok."

"Biar Bunda siapkan kamar kamu." Senyum Andini mengembang lembar.

"Iya, Bunda. Makasih ya."

Andini pun mengangguk dengan senyumnya yang selalu bersahaja.

* * * * * * *

Sakya telah menyelesaikan makannya. Ia berjalan menuju dapur untuk membereskan dapur serta mencuci beberapa piring yang tampak tergeletak berantakan di wastafel.

"Apa semua laki-laki seperti ini? Kenapa mereka tidak ada rapinya sih?" gumam Sakya.

Ia pun mulai mencuci piring dan peralatan masak lainnya. Setelahnya ia berjalan menuju ruang tamu di mana terdapat sofa berwarna hitam yang terlihat begitu empuk.

Sakya berjalan dan duduk di sofa tersebut. Kembali senyumnya mengembang saat merasakan sofa yang ia duduki begitu lembut dan nyaman. Ia melompatkan tubuhnya dengan pelan naik turun merasakan sofa yang begitu lembut.

"Memang enak jadi orang kaya. Semuanya serba mewah. Bahkan sofa ini saja sangat empuk. Jauh lebih empuk dari kasurku di kampung,” gumamnya.

Setelah itu ia bangkit dari duduknya. Ia menelusuri seluruh ruangan yang ada di apartemen tersebut kecuali sebuah ruangan yang sudah dikatakan Nakula tadi. Di ruangan itu ia mendapati foto-foto yang terpajang di dalam sebuah lemari kaca. Ia mengambil sebuah pigura foto di mana terdapat seorang pria berpakaian pilot lengkap dengan atributnya dan seorang wanita yang saling berpelukan dengan tawa bahagia mereka.

"Cantik sekali wanita ini. Apa ini … kekasihnya Tuan Nala?" gumamnya melihat gambar seorang wanita bertubuh tinggi, langsing, dengan rambut hitam panjang yang membingkai wajahnya, jangan lupakan mata bulat yang dimiliki wanita itu, sangat indah. Terlebih yang membuat Sakya semakin kagum adalah kulit putih mulus wanita itu disertai dengan senyum menawan yang dimiliki. Sakya kemudian mengembalikan lagi foto tersebut di tempat semula.

Setelah itu ia mengambil sebuah foto keluarga di mana ayah dan ibunya tengah duduk sementara seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan tampak berdiri di belakang kedua orang tua tersebut dengan tertawa.

Sakya menyentuh foto kedua orang tua tersebut dengan lembut. Air mata menggenang di kedua matanya. Melihat foto itu ia jadi teringat kedua orang tuanya yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Memang ia tak sendiri di dunia ini. Ia masih memiliki seorang kakak laki-laki. Namun, sayang kakak lelakinya pergi meninggalkannya dari kampung mereka untuk mencari kehidupan yang layak.

Beberapa tahun berlalu sang kakak meminta Sakya untuk menyusulnya, tetapi sayang harapan Sakya untuk bertemu dengan kakaknya pupus karena ternyata sang kakak ingin menjual ia di rumah bordil hingga membuatnya begitu sakit saat menyadari apa yang dilakukan oleh kakaknya sendiri.

Sakya menghapus cepat air matanya. Sakya tidak boleh cengeng. Saat ini yang harus Sakya lakukan adalah mencari sahabatnya Alin yang memintanya untuk ikut bersamanya sejak awal mendengar kalau dia akan ke kota ini. Memang sebelumnya Ia sudah mengantongi alamat tempat tinggal Alin. Namun, sayang karena peristiwa yang baru saja Ia alami Ia harus kehilangan alamat itu karena tas-nya berada ditangan kakaknya. Namun, Sakya bertekad kalau ia tak akan menyerah begitu saja. Ia harus bisa menemukan Alin agar ia bisa mencari pekerjaan di kota ini.

Sakya meletakkan foto yang ia pegang tadi. Ia kemudian melihat sekeliling ruangan yang cukup berantakan. Karena tak tahu apa yang akan ia lakukan dan matanya juga belum mau untuk dipejamkan ia memilih untuk membereskan apartemen tersebut. Ia mulai mengambil sapu dan mulai membersihkan seluruh ruangan tersebut kecuali kamar Nakula.

Satu jam berselang ia telah selesai membereskan ruangan tersebut. Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Sakya memutuskan masuk ke dalam kamar dan mulai merebahkan tubuhnya di ranjang tersebut. Tak butuh waktu lama baru beberapa menit Sakya berbaring matanya mulai terpejam dan tertidur dengan lelap.

********

Cahaya matahari menelusup masuk melalui gorden jendela yang tersingkap. Samar-samar cahayanya yang menerangi kamar membuat suasana ruangan tersebut menjadi menghangat. Sakya terbangun dari tidurnya saat cahaya matahari perlahan-lahan mengenai wajah putihnya. Ia menatap sekeliling kamar yang ia tempati saat ini, bangkit dari tempatnya dan perlahan berjalan menuju dapur mengambil segelas air putih lalu meneguknya hingga habis. Ia kemudian melihat isi dalam kulkas untuk membuat sarapan pagi.

Setelah sarapan Sakya kembali duduk sejenak. Ia bingung tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini. Ia tak memiliki kegiatan sama sekali. Merasa bosan, akhirnya Sakya kembali membersihkan apartemen tersebut. Mulai dari menyapu, mengepel seluruh ruangan. Semuanya dilakukan untuk mengurangi rasa bosannya.

Nakula membuka pintu apartemennya dan terkejut saat mendapati apartemennya yang tampak rapi dan bersih. Ia jarang mendapati apartemennya yang serapi ini. Ia berjalan lebih ke dalam lagi. Ia menemukan Sakya yang berdiri di atas sebuah kursi dan terlihat tengah membersihkan pintu kaca balkon ruang tamu.

"Kamu sedang apa?"

Sakya terkejut saat mendapati Nakula yang sudah berdiri di sisinya hingga hampir membuat dirinya jatuh ke lantai, kalau saja Nakula tak segera menangkap tubuh mungilnya itu. Tatapan keduanya saling bertemu satu sama lain. Menyadari posisinya membuat Sakya langsung melepaskan diri dari Nakula. Ia menundukkan kepalanya karena merasa malu.

"M-maaf, Tuan. S-saya hanya membersihkan apartemen Tuan saja."

"Membersihkannya?"

"Iya, Tuan. Karena saya melihat apartemen Tuan yang berantakan."

Nakula menarik napasnya dalam.

"Aku tahu. Aku sudah mengatakannya padamu kemarin. Lagi pula kamu tak harus sampai membersihkan ini juga. Seminggu sekali akan ada petugas yang datang untuk melakukannya."

Sakya menatap Nakula. Ia tak tahu kalau akan ada orang yang membersihkan tempat itu.

"Maaf. Saya tidak tahu. Lagi pula tidak apa-apa Tuan saya melakukannya, karena saya tidak ada kegiatan. Saya bosan."

"Terserah. Maaf kalau tadi aku mengagetkanmu."

Sakya mengangguk. Nakula yang sejak tadi sedang memegang ponsel menatap Sakya yang tengah menatapnya. Ia menaikkan satu alisnya. Sakya langsung menggelengkan kepala. Nakula menarik napasnya dengan dalam.

"Aku pulang karena mau mengambil sesuatu," ucap Nakula yang mengerti arti tatapan Sakya padanya.

Sakya hanya mengangguk pelan.

"Kamu sudah makan?"

"Sudah, Tuan," ucap Sakya sembari mengangguk.

"Apa bahan-bahan di dapur masih ada?"

"Masih, Tuan."

Nakula mengangguk.

"Bagaimana? Kamu sudah tahu akan ke mana?"

Sakya menggelengkan kepalanya pelan. Ia juga bingung setelah dua hari tinggal di apartemen Nakula, tetapi ia masih juga tak tahu harus ke mana. Untuk pulang ke kampung halamannya sudah tidak mungkin karena rumah yang ada di kampungnya sudah dijual oleh kakaknya.

Nakula diam sejenak. Ia melihat kebingungan yang diperlihatkan Sakya padanya. Ia terlihat berpikir untuk wanita di hadapannya saat ini.

"Apa kau tidak memiliki keluarga di sini?"

Sakya menatap Nakula. Ia bingung harus menjawab apa. Melihat kediaman Sakya membuat Nakula mengerti.

"Begini saja. Selama kamu tidak tahu akan tinggal di mana untuk sementara ini kau bisa tinggal di sini. Tapi dengan syarat, kau harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga yah misalnya memasak, mencuci atau apa saja. Kamu bisa kan?"

Sakya menatap Nakula. Ia dengan cepat menganggukkan kepalanya.

"Aku akan menggajimu setiap bulannya."

"Tidak usah, Tuan. Saya tidak diberi gaji juga tidak apa-apa. Asal saya diberi tempat tinggal serta makan untuk sementara waktu saja itu sudah cukup."

"Tidak bisa begitu. Bagaimanapun juga kamu akan menjadi asisten rumah tangga di tempatku, itu artinya kamu bekerja padaku dan aku harus menggajimu setiap bulannya untuk bisa memenuhi kebutuhan pribadimu juga."

Sakya menatap Nakula dengan lekat.

"Kamu masih bisa tetap menggunakan kamar itu sebagai kamar mu selama kamu kerja sama saya."

Sakya masih diam.

"Berapa gaji yang kamu minta?"

"Hah!? I-itu … terserah Tuan saja. Berapa pun yang Tuan berikan pada saya akan saya terima. Dengan Tuan tetap mengizinkan saya tinggal di sini saja sudah lebih dari cukup, Tuan."

Nakula tampak diam sejenak.

"Ya sudah nanti kita bicarakan lagi masalah ini. Sekarang aku harus pergi dulu. Aku sudah janji pada seseorang."

Sakya mengangguk paham. Ia melihat kepergian Nakula dari hadapannya. Pria tampan itu benar-benar membuatnya terpesona. Kebaikan hatinya yang masih mengizinkan Sakya untuk menginap di tempat tinggalnya serta tutur katanya yang santun dan lembut membuat hati semua wanita pasti akan merasa sangat beruntung sekali mendapatkan pria seperti Nakula.

"Tuan Nala baik sekali. Beruntung sekali wanita yang menjadi kekasihnya Tuan Nala," ucap Sakya dengan pelan. Ia masih menatap Nakula yang sudah menghilang dari hadapannya.

"Seandainya saja .…" Sakya langsung menghentikan ucapannya sembari menggelengkan kepalanya dengan cepat dan memukul kepalanya dengan kuat.

"Kau ini berpikir apa, Kya. Mana mungkin pria tampan dan kaya sepertinya akan tertarik padamu. Kau harus sadar, Kya. Kau tidak sebanding dengannya. Kau hanya gadis kampung. Tidak layak bersanding dengan pria setampan Tuan Nala. Kalian itu bagai langit dan bumi. Jadi lupakan saja hal itu," ujar Sakya yang lebih mengarah kepada dirinya sendiri. Ia pun melanjutkan kembali pekerjaannya membersihkan apartemen tersebut.

"Tapi Tuan Nala memang baik. Buktinya aku diperbolehkan tinggal di sini walau imbalannya aku harus membersihkan apartemennya. Tapi tidak apa-apa, aku senang. Lagi pula menjadi asisten rumah tangga juga tidak terlalu buruk. Banyak juga gadis-gadis di kampungku yang berprofesi seperti ini," ucapnya sembari kembali melanjutkan pekerjaannya dengan sesekali tersenyum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status