Share

3. Diusir

last update Last Updated: 2025-08-14 11:12:25

Plak....

Sebuah temparan keras mendarat di pipi Hanna begitu ia jujur kepada orangtuanya jika dirinya kini tengah berbadan dua. Apapun yang akan orangtuanya lakukan kepadanya tidak akan membuat dirinya mundur untuk mempertahankan calon anak yang ada di dalam rahimnya. Ia akan melakukan apa saja untuk melindungi calon anaknya. Sudah cukup dosa yang ia perbuat hingga akhirnya Tuhan menyadarkan dirinya dengan menghadirkan calon anak yang harus ia rawat dan jaga sepenuh hati.

"PAPA!" Teriak Shinta ketika melihat suaminya menampar anak tunggal mereka.

"Diam kamu, Shin! aku rasa ini sudah paling ringan hukuman yang aku berikan untuk Hanna. Bisa-bisanya dia tidak mau memberitahu siapa laki-laki yang sudah menghamili dia."

Shinta langsung berjalan ke arah Hanna dan ia menarik tangan anaknya untuk menjauhi Arman yang sedang marah besar. Seumur hidup Shinta, ia bahkan baru pertama kali ini melihat Arman memperlakukan anak tunggal mereka dengan begitu kejam.

"Enggak, Pa! Mama enggak akan membiarkan Hanna menjadi samsak kemarahan Papa."

"Aku tidak melenyapkan Hanna dan calon anak yang ada di dalam rahimnya saja itu sudah bagus. Kamu tahu bukan kalo Hanna kita persiapkan sejak kecil untuk meneruskan Aledra Group. Jadi bagaimana bisa dia setolol ini dengan melakukan sex bebas tanpa pengaman sampai hamil seperti ini."

"Hanna bisa melanjutkan kuliahnya nanti setelah dia melahirkan. Lagipula melakukan tindakan aborsi itu sebuah dosa besar dan bisa mengancam nyawa Hanna. Apa Papa mau kehilangan anak kita satu-satunya? Tolong ingat bagaimana perjuangan kita untuk memiliki Hanna dulu, Pa."

Mendengar kata dosa dan kemungkinan bila nyawa Hanna yang akan terancam jika melakukan aborsi, Arman mulai melunak. Ia menurunkan rasa kesalnya pada sosok Hanna yang kini terlihat menunduk dan tak berani menatapnya.

"Baik, kita tidak melakukan aborsi tapi Hanna harus keluar dari rumah ini. Papa enggak mau orang-orang tahu bahwa Hanna punya anak tapi tidak punya suami."

Shinta membalikkan tubuhnya dan ia memeluk anak perempuannya ini yang harus mengalami nasib menyedihkan seperti ini.

"Han, kamu dengarkan apa kata Papa. Nanti kamu bisa tinggal di rumah kita yang ada di Bali atau Jogja," ucap Shinta yang hanya bisa Hanna tanggapi dengan air mata yang terus mengucur dari kedua mtanya.

"Kalo anak itu lahir, Papa mau anak itu dibuang ke panti asuhan dan Hanna kembali ke sini untuk melanjutkan pendidikan."

Mendengar komentar Papanya ini, Hanna memilih mengurai pelukan Shinta. Kini ia angkat pendangannya untuk menatap Arman. Entah keberanian ini datang dari mana, namun kali ini Hanna tak merasa takut melawan kehendak Papanya.

"Sampai kapanpun juga aku enggak akan pernah menyerahkan anak ini kepada orang lain, Pa."

"Kalo begitu silahkan angkat kaki dari rumah ini dan jangan pernah kamu berpikir untuk menjadi pewaris Aledra Group kalo kamu tetap mempertahankan anak kamu."

Hanna tersenyum kala mendengar perkataan sang Papa. Jika Papanya berpikir ia akan merubah keputusannya ini, maka salah besar. Sekali ia sudah mengambil keputusan, Hanna tetap akan mempertahankannya terlebih jika keputusannya ini adalah benar. 

"Baik, Pa. Aku tetap memilih mempertahankan anak ini meskipun aku tidak menjadi bagian dari keluarga ini."

Setelah mengatakan hal itu, Hanna memilih berjalan meningalkan ruang keluarga. Kepergian Hanna ini membuat beberapa asisten rumah tangga yang sudah bekerja bertahun tahun bahkan ada yang sudah puluhan tahun di rumah ini merasa sedih. Air mata mereka menetes ketika menyadari bahwa sosok gadis yang ceria, ramah dan baik hati itu akan pergi meninggalkan rumah ini. Kala Shinta mulai berjalan menuju ke arah kamar utama, semua orang yang sedang mengintip ini segera bubar karena mereka tidak mau tingkah kepo mereka diketahui oleh sang majikan.

Di dalam kamarnya, Hanna kembali mengepak barang-barang yang baru ia keluarkan dua hari lalu. Ia tidak tahu dirinya harus pergi ke mana saat ini yang jelas ia harus keluar dulu dari rumah ini agar calon anaknya aman.

Ceklek....

Suara pintu kamar yang dibuka membuat Hanna menoleh. Ia bisa melihat Mamanya yang sedang berjalan ke arahnya. Meskipun Mamanya mencoba terlihat tegar, namun Hanna bisa melihat kegundahan hati di wajahnya. Hanna memilih diam dan membiarkan Mamanya sampai di dekatnya. Begitu Mamanya sampai di sana, ia memberikan sebuah amplop coklat yang Hanna tahu berisi uang. Hanna hanya menatap amplop itu, namun gerakan tangan Mamanya yang memindahkan amplop itu ke tangannya membuat Hanna hampir menangis kembali saat ini. 

"Mama kagum sama kamu, Han. Apapun yang dunia katakan tentang kamu, kamu tetaplah anak Mama sampai kapanpun. Mama bangga dengan pilihan yang sudah kamu buat. Gunakan uang ini untuk biaya hidup kamu dan cucu Mama."

Hanna tidak bisa menahan tanggul air matanya agar tidak jebol. Sambil terisak, ia mengucapkan maaf dan terimakasih kepada Mamanya.

"Maaf kalo aku mengecewakan Mama. Tapi aku enggak mau menambah dosa lagi, Ma. Terimakasih sudah menjadi ibu yang baik untuk aku selama ini."

"Sudah kewajiban Mama, Han karena Mama yang menginginkan kamu hadir di dunia ini. Mama cuma berharap kamu akan kembali ke rumah ini suatu hari nanti. Mama ingin melihat anak kamu tumbuh besar di sini. Semoga kemarahan Papa kamu akan hilang dalam waktu dekat. Mama ingin kita berkumpul seperti kemarin sebelum kamu tinggal di Amerika."

Hanna menghapus air matanya dan ia memeluk Mamanya untuk yang terakhir kalinya sebelum ia meninggalkan rumah. Setelah beberapa saat memeluk sang Mama, akhirnya Hanna mengurainya.

Meskipun berat, namun Shinta memilih untuk merelakan kepergian anaknya. Bukan karena ia tidak mencintai anaknya atau tidak bisa mempertahankannya di depan suaminya. Namun untuk saat ini, inilah yang terbaik untuk Hanna dan Arman. Sifat kedua orang itu yang sama-sama keras dan teguh pendirian tentu saja membuat mereka akan sulit tinggal di bawah satu atap. Lagipula ia bisa meminta tolong pada orang-orang kepercayaannya untuk tetap mengawasi Hanna meskipun dari jarak jauh.

Setiap langkah kaki yang Hanna lakukan sejak ia keluar dari pintu gerbang rumah orangtuanya, ia sibuk memikirkan di mana ia bisa tinggal malam ini? Baiklah, untuk satu dua hari ia bisa berada di hotel dengan uang yang ada di tangannya, namun bagaimana untuk hari-hari ke depannya. Tidak mungkin ia bisa melakukan itu. Ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan anaknya dan melanjutkan pendidikannya setelah anaknya lahir.

***

Sudah beberapa waktu Hanna meninggalkannya dan Adit tidak pernah bisa tidur dengan tenang setiap malam. Lingkaran hitam di bawah matanya semakin jelas terlihat saat ini. Bayang-bayang Hanna yang ternyata berbohong kepadanya membuat Adit ketakutan sendiri. Demi apapun, jika tidak terpaksa, Adit tidak akan mau memberikan solusi ini untuk Hanna. Memilih melakukan aborsi tentu saja sesuatu yang Adit tahu salah besar belum lagi resiko dan dosa yang harus mereka berdua tanggung.

Adit menghela napas panjang. Daripada stress memikirkan Hanna, kali ini Adit memilih untuk pergi ke club malam bersam Luke dan pacarnya. Siapa tahu saja gemerlapnya lampu serta minuman beralkohol sedikit bisa membantu dirinya agar tidur dengan tenang malam ini.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Begin Again With You   141. Suasana Pagi di Guest House

    Pernikahan Gadis dan Gavirel yang dilangsungkan hari ini membuat Hanna dan Adit cukup takjub. Tamu yang hadir kali ini mungkin bisa mencapai ribuan orang. Pengaruh orangtua Gadis serta keluarganya di dunia bisnis membuat tidak hanya mereka saja yang hadir di tempat ini namun juga keluarga Adit. Karena itu sejak Adit sibuk menemani Gavriel di beberapa acara Adat yang harus dijalani, Hanna, Raga dan Lean memilih menemani orangtua Adit berkeliling kota ini. Hanna tidak pernah menyangka jika Lean yang berusia 4 tahun lebih ini sudah lebih banyak mengenal kota ini daripada dirinya. Mereka bahkan mengunjungi beberapa tempat yang justru dipandu oleh Lean. Yang paling memalukan adalah Hanna beberapa kali salah mengambil jalan di sini. Terlalu banyak jalan satu arah yang membuat dirinya sedikit shack shick shock. Maklum saja dulu ketika tinggal di Klaten ia lebih banyak menghabiskan waktunya di Jogja daripada di Solo karena ia kuliah d

  • Begin Again With You   140. Bikin Mama Cemburu

    Hanna melihat jam tangan yang melingkari tangan kirinya malam ini. Ia bisa melihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan sampai saat ini baik Raga maupun Adit sama sekali belum memberikannya kabar sama sekali. Hmm... tidak ia sangka jika Adit dan Raga benar-benar menikmati waktu mereka berdua saja tanpa kehadiran dirinya. Kali ini mungkin ia bisa memaafkan hal itu karena ia masih berada di dalam mobil Pradnya dan masih dalam perjalanan pulang menuju ke rumahnya. Perjalanannya akan menempuh waktu yang cukup lama karena mereka terjebak macet parah. Hmm... sungguh, dulu ketika ia tinggal di klaten, mau ke Jogja saja tidak sampai satu jam perjalanan, tapi di Jakarta dari rumah ke kantor terkadang bisa menghabiskan waktu satu jam lebih. Bukan jarak yang jauh namun kemacetan adalah sumber masalahnya. Karena itu pula Hanna tidak bisa protes kepada Adit ketika Adit sering kali memilih memakai transportasi udara sebaga

  • Begin Again With You   139. Menemani Raga

    Hanna duduk di hadapan Pradnya dan Dana yang malam ini sudah ada di rumahnya. Khusus acara ini, Hanna membiarkan Raga dalam pengasuhan Adit. Karena bagaimanapun juga ia membutuhkan waktu untuk berbicara serius dengan kedua temannya ini. Kala Pardnya dan Dana hanya diam saja, Hanna memilih membuka percakapan lebih dulu."Gue ngundang kalian berdua ke sini karena mau minta maaf atas sikap gue beberapa waktu lalu. Seharusnya gue bisa jauh lebih bijak menanggapi semua itu."Pradnya dan Dana hanya saling pandang sebentar dan mereka tidak bisa menahan tawanya. Apalagi ketika mengingat pembicaraan mereka berdua di dalam mobil tadi menjadi kenyataan saat ini. Hanna yang tanpa tedeng aling-aling langsung meminta maaf membuat mereka menunggu adegan selanjutnya."Gue harap kalian m

  • Begin Again With You   138. Sebagai Pasangan VS Sebagai Relasi Bisnis

    Hanna tidak bisa menutupi wajah penuh bahagianya setelah beberapa hari ini dirinya mencari calon pengganti Bejo hingga akhirnya ia menemukan orang itu. Atas bantuan dari Adit dan Malik, akhirnya Hanna bisa menemukan sosok Bramajaya. Laki-laki berusia 28 tahun yang masih single dan tentunya sudah memiliki penngalaman bekerja selama 3 tahun di salah satu perusahaan multi nasional sebagai staff."Bram, mulai besok kamu bisa langsung mulai belajar dari Pak Bejo tentang apa saja yang harus kamu kerjakan. Banyaklah bertanya dan belajar selagi pak Bejo masih ada di tempat ini.""Baik, Bu.""Oh, iya, saya punya anak namanya Raga. Mungkin sesekali dia bakalan ngerepotin kamu dengan permintaan absurd-nya. Kalo kamu merasa dia sudah keterlaluan, kamu bisa langsung

  • Begin Again With You   137. Kembali ke Perusahaan

    Sejak pulang dari rumah Elang, Adit memperhatikan Hanna yang lebih banyak diam. Berkali-kali Hanna tampak kaget kala ia memanggilnya. Memang fisik Hanna ada di sini namun entah dengan pikirannya saat ini. Setelah Raga masuk ke kamarnya, Adit memilih duduk di samping Hanna yang sedang memperhatikan anggrek bulannya yang kini sudah berbunga lagi dan ia susun ke dalam sebuah vas bunga besar berbentuk bulat. "Ngiri aku sama anggrek-anggrek kamu, Han," ucap Adit yang membuat Hanna menoleh ke arah sumber suara. Hanna hanya tersenyum mendengar perkataan Adit ini. Sudah berkali-kali Adit mengucapkan hal itu setiap kali ia sedang sibuk memandangi bunga-bunga anggreknya yang sedang berbunga. Baiklah, lebih mudah jika ia hanya membeli bunga palsu yang selamanya akan mekar atau bunga anggrek asli yang sudah kenop besar bahkan mekar seluruhnya. Sayangnya hal itu tentunya sangat berbeda sekali dengan membesarkan bunga itu sejak seedling hingga bisa dewasa dan berbunga. Kepuasannya seperti orangtu

  • Begin Again With You   136. Ruang Makan Rumah Elang

    Malam ini Hanna, Adit dan Raga sedang berada di rumah Elang. Seperti biasa acara kumpul ini adalah acara kumpul mingguan Adit bersama ketiga temannya. Mengingat baik Adit serta Gavriel sudah memiliki pasangan, mereka mencoba meminimalisir pertemuan mereka di tempat karaoke atau bahkan nightclub. Ya, semua itu hanya tindakan preventif saja untuk membuat Gadis serta Hanna tidak cemburu buta atas apa yang mereka lakukan di sana. Kini saat berada di rumah Elang, Raga memilih bermain bersama Lean di dalam kamar bermain anak itu sedangkan Hanna harus puas berada di dapur bersama asisten rumah tangga Elang untuk menyiapkan makan malam. Ini jauh lebih baik daripada ia mengganggu waktu Adit bersama teman-temannya menonton acara bola. Di waktu yang sama, di ruang keluarga rumah Elang, keempat laki-laki ini sedang berkumpul untuk menonton pertandingan bola. Suara riuhnya sudah mengalahkan suara perdebatan Hanna dan Raga jika berada di rumah. "Cok... matane!""Shut up!" ucap Adit yang mencoba m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status