Share

Bab 3

Tempat praktek dr. Dira. Sp.Og belum terlalu ramai, Amy dan Tesla memutuskan untuk datang lebih awal, agar tidak terjebak dalam antrian.

"Selamat sore Pak Tesla, senang akhirnya bisa bertemu dengan Anda," dr. Dira menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada, saat Amy dan Tesla memasuki ruang kerjanya.

Tesla tersenyum, dan mereka pun duduk di kursi berhadapan dengan dr. Dira, sebuah meja menjadi pemisah jarak antara mereka, dan dokter cantik itu.

dr. Dira memeriksa data Tesla sebentar, dan kini dia menatap lelaki tampan itu. Selanjutnya terjadi tanya jawab antara sang dokter dengan Tesla.

"Bapak Tesla, Anda tidak merokok?"

"Tidak, Dok." Jawab Tesla

"Apakah minum alkohol?"

"Kerap begadang?"

"Kalau begadang, iya Dok. Minum Alkohol bisa dikatakan tidak pernah." jawab Tesla.

"Baiklah, saya rasa untuk Pak Tesla cukup. Sekarang saya akan periksa Bu Amy, Bapak mau tetap di sini boleh." ujar dr. Dira.

"Kalau saya tunggu di luar, bagaimana Dok?" tanya Tesla.

"Boleh juga, tidak masalah," jawab dr. Dira.

Tesla kemudian pergi ke luar, tinggallah Amy berdua dengan dr. Dira. Jantungnya berdetak kencang menanti apa diagnosa sang dokter terhadap suaminya.

"Melihat riwayatnya, saya rasa tidak ada masalah dengan suami Anda. Namun, untuk memastikannya. Anda bisa tampung sperma beliau, dan besok serahkan kepada saya. Kita akan periksa sperma Pak Tesla di lab," saran dr. Dira.

"Baik Dok," jawab Amy.

Sepulang dari praktik dokter Amy mengajak Tesla makan malam romantis, mereka makan seafood di sebuah restoran tepi pantai. Satu jam bercengkrama mesra, sambil menikmati terpaan angin pantai yang menimbulkan sensasi romantis. Amy dan Tesla bergandengan tangan menuju tempat parkir.

Tidak sabar ingin segera sampai di rumah, membayangkan hangatnya peraduan. Sepanjang jalan Amy terus membelai lengan Tesla. Lelaki itu paham kode alam yang dikirimkan sang istri tercinta.

"Sabar, Sayang. Di rumah nanti aku tunaikan semuanya, sampai kamu puas dan kehabisan tenaga," goda Tesla mesra.

Amy tersenyum semringah, Tesla memang lelaki perkasa yang tidak pernah gagal menuntunnya sampai ke puncak hasrat. Karena itu dia yakin, dan percaya kalau Tesla baik-baik saja. Belum hadirnya anak di antara mereka, semata hanya karena Tuhan punya rencana sendiri. Itulah yang Amy yakini sampai kini.

Selesai membersihkan diri, Amy membalut tubuhnya dengan pakaian tidur yang seksi. Tesla datang menghampiri, sekali angkat saja badan Amy berpindah tempat. Kini dia terbaring pasrah di ranjang cinta, Tesla mulai membawanya berkelana menyusuri awan kenikmatan di antara desah napas yang berirama.

Sesekali terdengar jerit Amy tertahan merasakan nikmat, yang tidak terbilang. Tetes keringat membasahi badan bercampur cairan, yang keluar dari tempat terlarang. Berulang kali dia merintih kala Tesla berhasil menembus rongga rahasianya.

"Cukup ya, Sayang," desah lelaki perkasa itu, sambil mengecup mesra puncak kepala istrinya.

Amy tersenyum puas dan mengangguk. Tesla mengecup mesra bibirnya sebelum berguling ke samping, rebah di samping tubuh sang istri. Detik berikutnya suara dengkur Tesla terdengar berirama, Amy bergegas menuju kamar mandi.

Dia mengambil cairan kental berwarna putih susu yang mengalir di pangkal paha, dan memasukkannya ke dalam wadah pemberian dr. Dira. Besok cairan itu akan diserahkan untuk diperiksa di laboratorium.

****

*Beberapa hari Kemudian*

Amy keluar dari ruang konsultasi dengan langkah gontai, dan wajah lesu. Pikirannya kalut, perasaannya gundah, dan dia terkejut ketika melihat di tempat parkir Tesla berdiri sambil tersenyum ke arahnya.

Lelaki itu menghampiri dan merangkul mesra pinggang Amy.

"Bagaimana hasilnya?" tanya Tesla.

"Amy haus, Sayang," rengeknya tanpa menjawab pertanyaan sang suami.

"Ya sudah kamu tunggu di mobil, biar aku belikan minuman sebentar," jawab Tesla.

Amy mengangguk dan melangkah menuju mobil, sedang Tesla berlari ke minimarket yang berada persis di sebelah praktek dokter.

"Ini," sodor Tesla lima menit kemudian.

"Makasih, Sayang," ucap Amy mesra, sambil membuka tutup botol dan meneguk hampir setengah isi botol tersebut.

Perempuan itu berharap, dinginnya air mineral dapat melegakan perasaan. Namun nyatanya tidak, beban yang mengganjal di hati tetap saja bertahta menekan jiwa.

"Sayang, malam ini kita makan di rumah ibu aja ya," ajak Amy pada Tesla, sesat setelah lelaki itu masuk ke mobil dan duduk di belakang kemudi.

Amy merasakan badannya lelah sekali sore ini, dan tiba-tiba dia rindu kepada ibunya. Tidak sabar ingin bertemu wanita itu dan memeluknya, lalu merebahkan kepala di pangkuannya.

Berbeda dengan Tesla yang menjadi anak tunggal bagi orang tuanya, Amy adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Dia memiliki seorang Abang yang sudah menikah dan punya sepasang anak kembar. Adiknya juga telah menikah dan memiliki anak pula.

Kedatangan Amy dan Tesla disambut riang anak-anak itu, mereka berlarian menghampiri. Masing-masing langsung bergelayut manja pada Tesla, setelah menyalami ayah dan Abang iparnya, Tesla langsung asyik bermain dengan anak-anak. Melihat itu hati Amy iba, sungguh dia mengerti Tesla sangat menginginkan hadirnya anak, sebagaimana juga yang dia rasakan.

Amy mencari ibunya ke dapur, wanita yang berumur lima puluh tahun lebih itu tampak asyik meracik bahan untuk teman ayahnya ngopi sore.

"Eh, ada Kanjeng Ratu," goda Mien Hessel ketika melihat sang kakak muncul.

Adiknya memang begitu, memanggil Amy dengan sebutan kanjeng ratu. Ulah dari kebiasaan Amy yang sedari kecil hingga menikah, tidak pernah mengerjakan tugas rumah.

Begitu melihat ibunya, tangis Amy langsung pecah. Sang ibu cepat memeluk anak keduanya itu, membelai lembut punggung sang anak adalah hal yang selalu beliau lakukan bila anaknya menangis sedih.

Setelah puas menangis, Amy mulai mengendurkan pelukannya.

"Ceritakan pada Ibu, apa yang terjadi?" bisik lembut ibunya.

Alih-alih bercerita tangis Amy malah semakin menjadi, air matanya tidak mau berhenti seirama dengan sesak yang masih menghimpit dada.

"Adek keluar ya, kalau kakak gak mau adek tau," timpal Mien Hessel, dia mengira sang kakak mungkin habis bertengkar dengan Tesla.

Amy cepat menarik tangan wanita muda itu, menahannya agar tidak pergi. Dengan suara pelan dan terisak-isak, dia mengatakan hal yang sangat mengganjal di hatinya kepada mereka berdua.

Namun sepertinya mereka masih tidak mengerti maksud Amy, karena wanita muda itu bercerita sambil menangis.

Mien Hassel memberikan segelas air putih, dan menyuruh Amy minum. Berharap tangis perempuan itu reda, lalu dapat bercerita lebih jelas tentang hal apa yang membuatnya sangat tertekan dan menderita.

"Kakak kenapa sih? berantem sama Mas Tesla?" selidik Mien Hasel.

Amy menggeleng lemah, sambil menyusut air mata yang terus mengalir di pipi.

Mien Hassel dan ibunya saling pandang sejenak, "Lalu, ada masalah apa?" tanya ibunya lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status