Share

Bab 4

"Amy ingin punya anak Bu, Amy ingin merasakan seperti apa rasanya hamil dan melahirkan,' ujar Amy menahan perasaan.

"Astagfirullah, Nak," ucap ibunya iba.

Ibunya dan Mien Hessel sama-sama memeluk Amy, bertiga mereka menangis bersama. Amy menangis menahan kerinduan akan hadirnya seorang anak, sedang ibu dan adiknya menangis karena iba mendengar Amy merana.

Kalau saja boneka yang dipinta oleh Amy, pasti saat ini juga ibu dan adiknya sudah pergi ke toko dan membelikan untuknya. Namun, kali ini dia menangis menginginkan boneka bernyawa, yang tak mungkin diperjual belikan di semua pasar dan swalayan di seluruh dunia.

Malam itu Amy menginap di rumah ibunya, sementara Tesla pulang ke rumah.

Sepanjang malam Amy tidak dapat memejamkan mata, kata-kata dokter Dira terus terngiang di telinga, sebuah kenyataan pahit yang sulit untuk diterima, apalagi untuk dikatakan kepada semua orang termasuk Tesla dan mertuanya.

Dalam kegalauan hatinya itu, tiba-tiba saja ponsel Amy berdering. Semula dia pikir itu panggilan masuk dari nomor Tesla, jantungnya berdetak kencang khawatir Tesla mempertanyakan lagi hasil diagnosa dokter Dira. Namun setelah dilihat, rupanya itu panggilan dari nomor yang tidak dikenal.

"Hallo, Amy ya?" sapa suara lembut di seberang sana.

Amy mengerutkan dahi, berusaha mengenali suara itu tapi gagal.

"Siapa ya?" tanyanya.

"Aku Ade, teman yang pernah satu kampus denganmu dulu, ingat?"

Seketika, bayangan seseorang berkelebat di ingatannya. Selama kuliah dia hanya mengenal satu orang yang bernama Ade.

"Ade Irma Suryani?" tanyanya, untuk memastikan.

"Iya, tepat sekali," jawab orang di seberang sana.

Amy tergelak mendengarnya, tidak disangka lima tahun setelah lulus baru kali ini gadis itu menghubunginya. Amy tidak mungkin lupa kepada Ade, karena orang itu punya ciri dan gaya yang khas.

Rambut dipangkas pendek, selalu mengenakan jeans belel dan kemeja longgar. Tubuhnya kurus tinggi, saat kuliah dulu dia selalu mengendarai sepeda motor vespa.

"Tumben, lu. Ada apa?" tanya Amy.

Tidak menyangka akan dihubungi oleh teman lama, Amy sampai salah bertanya. Harusnya dia tanyakan apa kabar Ade, bukan apa maksud si tomboy menghubunginya. Dia merasa dirinya jadi terkesan angkuh, setelah menanyakan hal tersebut.

.

"Aku dapat pekerjaan di Jakarta, tapi gak punya teman lain selain kamu. Kalau tidak keberatan, jemput aku di bandara jam sebelas siang besok" pinta Ade.

"Kamu dari Jogja?" tanya Amy tidak begitu yakin dengan tebakannya. .

"Enggak, aku dari Padang," jawab Ade singkat.

"Oke, besok aku jemput," janji Amy, entah karena telah berjanji dengan Ade, atau memang matanya sudah mengantuk sangat, begitu selesai menerima telepon Amy langsung terlelap sampai pagi.

****

Dalam perjalanan menuju bandara, Amy terkenang lagi masa perkuliahan dulu. Begitu banyak kebaikan yang pernah ditanamkan Ade kepadanya, maka itu dia merasa tidak enak kalau sampai tidak memberikan si tomboy bantuan kali ini.

Pukul sebelas kurang dia tiba di bandara, menunggu beberapa saat sampai kemudian mendengar dari corong pemberitahuan, pesawat Padang—Jakarta sudah berhasil mendarat dengan selamat.

Seseorang melangkah keluar dari ruang kedatangan, tampilannya masih sama. Jeans belel dipadukan dengan kemeja longgar. Tubuh yang kurus tinggi melangkah sambil menyeret koper besar, tas mini tersampir di dada dan topi pet menutupi sebagian wajah.

Amy melambaikan tangan, saat melihat orang itu mengawasi sekitar. Senyum orang itu tersungging kala menyadari keberadaan Amy, mereka saling berlari mendekat, bersalaman setelah saling berhadapan.

"Apa kabar?" tanya Ade ramah, masih sama seperti dulu.

"Baik," jawab Amy, "kamu sendirian?" tanyanya lagi sambil celingukan.

Ade tersenyum hambar lalu menyerahkan selembar kertas bertuliskan alamat, "Aku harus ke alamat ini," terangnya.

Amy mengangguk dan segera mengajak Ade menuju tempat parkir, dia masih penasaran mengapa Ade datang sendirian. Kemana orang itu, orang yang dulu selalu bersama si tomboy.

"Cewek lu, gak ikut?" tanya Amy spontan.

Pertanyaan yang membuat air muka Ade berubah, dan dia pun menyadari sebuah kelancangan yang tidak disengaja.

"Maaf," Amy bergumam penuh penyesalan.

Ade tersenyum kecut, "Sudah lama aku tidak bersama dia lagi, sejak aku pulang ke Padang," jawab Ade.

"Oh," Amy membulatkan bibirnya.

"Oh ya, aku dengar kamu sudah menikah ya?" tanya Ade seolah hendak mengalihkan pembicaraan.

Kambali hati Amy berdesir, dia teringat akan Tesla. Sedang apa dan di mana suaminya itu sekarang?

Tiba-tiba dia merasa sangat egois, membiarkan Tesla pulang ke rumah dsn tidur sendirian.

"Sudah punya anak berapa?"

Pertanyaan Ade kembali mengiris hati Amy.

"Aku belum punya anak," jawab Amy dengan nada dingin.

"Oh maaf," sesal Ade.

Amy tersenyum, "Gak apa, kamu gak salah kok."

"Pertanyaanku yang salah," sahut Ade.

"Gak juga, doakan saja supaya aku lekas punya anak," pinta Amy.

"Aaamiiin ...."

Amy membelokkan kendaraannya ke sebuah tempat yang menjadi tujuan Ade.

"Ini hotel?" tanya Amy, sambil melihat bangunan tersebut.

"Iya, aku diterima bekerja di sini," jawab Ade.

"Bagian apa?"

Ade tersenyum, "Biasa, bagian dapur," jawabnya.

Amy ikut tersenyum, dia ingat dulu Ade kuliah di tata boga, sudah pasti pintar memasak.

"Aku salut sama kamu, gaya maskulin tapi pekerjaan tetap feminim." puji Amy.

Ade tergelak, "Makasih ya, next time kita bisa jalan dan makan bareng, bukan?"

Amy mengacungkan dua ibu jarinya, "Pasti, kamu hubungi aku kapan saja kamu butuh teman." jawabnya.

***

"Assalamualaikum," sapa Amy di ambang pintu, rumah tampak sepi tapi pintu terbuka lebar.

Kebiasaan Tesla bila sendirian di rumah, pintu depan selalu terbuka sementara dia sibuk sendiri di ruang belakang.

Amy masuk dan memeriksa tiap sudut, mulai dari ruang tamu hingga kamar mandi, lantai sedikit lembab menebarkan aroma wangi pembersih lantai.

Di kamar cuci dia mendengar suara dengung mesin cuci, dia juga melihat bak cucian piring sudah mengkilap. Rupanya Tesla melakukan semua, dia mengepel lantai, mencuci piring, dan mencuci tumpukan pakaian kotor.

"Sayang, aku pulang," sapa Amy ketika dia menemukan Tesla di ruang kerja, dan tengah fokus dengan laptopnya.

Disentuhnya pelan pundak lelaki itu, Tesla menoleh.

"Loh, udah balik?" tanyanya.

Amy tersenyum, "Lelaki memang tidak multitasking ya, jika sedang fokus maka tidak akan mendengar apapun." protes Amy.

Tesla tertawa dan merangkul pundak istrinya, membuat Amy jatuh duduk di sebelahnya.

"Bukannya tidak mendengar, tetapi apa yang terdengar tidak terkoneksi ke sensor ingatanku," jawab Tesla asal.

"Dari tadi Amy ucapin salam, gak dijawab. Amy cari sampai ke dapur, eh rupanya asik di sini," keluh Amy.

Tesla meletakkan laptop ke meja, dan merentangkan kedua tangan mengundang Amy masuk dalam pelukan. Amy menyandarkan kepala di dada bidang Tesla, terdengar detak jantung lelaki itu berirama tenang. Amy merasakan ketenangan dan kenyamanan, tiba-tiba tubuhnya seketika membeku saat Tesla bertanya.

"Sayang, apa hasil pemeriksaan kemarin?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status