Share

Belenggu Asmara Tukang Kebun
Belenggu Asmara Tukang Kebun
Author: Mala Anggi

1

Author: Mala Anggi
last update Last Updated: 2022-01-17 09:47:35

“Aa Yusuf…” Lirih suara Loulia memanggil nama pemuda yang dicintainya itu. Dibukanya mata yang entah berapa lama terpejam hingga terasa berat dan rapat. “Emh…” lenguh Loulia seraya berpaling dari cahaya yang menyorotnya tajam. Loulia kembali berusaha membuka mata perlahan dibantu telapak tangannya demi menghalau cahaya yang menyilaukan itu.

“Di mana ini?” gumamnya dengan tenggorokan sakit karena kering. Loulia menatap langit-langit yang terasa asing baginya. Ini pastilah sebuah kamar, yakinnya dalam hati setelah menyadari dirinya tengah terbaring di atas kasur empuk berselimut tebal.

Masih menghalangi wajahnya dengan telapak tangan, Loulia mulai mengamati keadaan sekitar. Pandangan Loulia berkeliling demi mencari secercah petunjuk di mana dirinya berada saat ini. Dilihatnya dinding berwarna putih, gorden, meja, lampu… lampu studio? Loulia terheran ketika melihat lampu studio berdiri di depan ranjang. Monitor? Kamera? Terhenyak Loulia melihat benda-benda yang ia tahu biasa digunakan untuk keperluan syuting film itu.

“Ini bukan kamar, tapi… studio?” terka Loulia. Setelah berkata demikian, tiba-tiba Loulia merasa jantungnya berdebar-debar kencang. Seketika benaknya disergap prasangka buruk, sesuatu yang tak pernah sekalipun ia bayangkan.

Dabh! Dibh! Dubh!

Dengan perasaan was-was perlahan Loulia mengintip tubuhnya yang dibalut selimut. “Astaghfirullah!” bibirnya spontan mengucap istighfar demi melihat lingerie hitam yang menempel di tubuhnya. “Apa yang terjadi…?” Tanya Loulia pada diri sendiri dengan gemetar di sekujur tubuh.

Beradu dengan panik yang menyeruak naik, Loulia memaksa otaknya mengingat peristiwa yang menyebabkannya berada di tempat itu dan bagaimana bisa ia menggunakan pakaian dalam yang tipis lagi menerawang, yang membuatnya bergidik ngeri.

“Sssshhh…” desis Loulia. Jemarinya menekan kuat dahi yang mengkerut. Tak ada petunjuk, selain bayangan perkelahian Deon dengan anak buahnya, bagaimana Yusuf diseret oleh laki-laki berseragam hitam dan dirinya yang jatuh terhempas pukulan Deon.

“Emhk!” Loulia berdehem. Tenggorokannya perih. Loulia kemudian bergerak ke tepi tempat tidur demi mengambil segelas air yang tersedia di atas meja.

Lek lek lek lek, bunyi air diteguk. Loulia menghabiskan air minum dengan cepat, kentara sekali kalau ia kehausan.

“Aaa!” Teriak Loulia histeris ketika seseorang sekonyong-konyong masuk ke dalam kamar tanpa permisi. Saking terkejutnya, gelas di tangan Loulia jatuh dan pecah di lantai. Buru-buru ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

“Apa yang kau lakukan? Pergi!” disentaknya Deon, laki-laki yang masuk ke kamar itu.

“Ow! Easy… easy… gadisku. Kau sudah bangun rupanya,” celoteh Deon.

“Cih!” Tampik Loulia ketika Deon hendak menyentuh wajahnya. Sungguh menjijikkan mendengar Deon menyapanya dengan sebutan ‘gadisku’.

“Jangan macam-macam denganku!” ancam Loulia seraya melotot pada Deon dan mengacungkan telunjuknya ke wajah lelaki itu.

Deon yang menatapnya genit segera mencengkeram pergelangan tangan Loulia. Ditariknya kuat tangan halus nan lembut itu ke depan wajahnya. Deon lalu mengendus-endus jemari lentik milik Loulia dengan mata setengah terpejam.

“Lepaskan laki-laki bajingan!” teriak Loulia sambil menahan sakit sebab teramat kuat Deon mencengkeram tangannya.

“Kau tenanglah… ini akan sangat menyenangkan,” ucap Deon yang kini mulai berani membelai lengan Loulia.

“Pergi kau laki-laki brengsek!” Loulia melayangkan sebuah tamparan ke wajah Deon. Namun gerakannya berhasil ditepis laki-laki itu. Loulia lupa, bahkan lima laki-laki bertubuh kekar pernah dihajar Deon sampai lemas. Bagaimana dengan dirinya? perempuan seorang diri yang lemah dan sedikit merasa pusing di kepala.

Loulia merasa aneh, mengapa kepalanya tiba-tiba terasa berat. Ia mengerjapkan mata berulang kali sebab pandangannya kabur tak bisa fokus. 

Deon tersenyum. Di saat seperti itu ia segera mengambil kesempatan. Dikecupnya bibir Loulia, lama dan mendalam. Deon sangat berhasrat menikmati tubuh seorang gadis yang masih suci itu.

“Aa Yusuf?” gumam Loulia. Kini Loulia melihat laki-laki di hadapannya itu adalah Yusuf kekasihnya.

Yusuf? Pemuda kampungan so’ alim itu? Deon mengumpat sinis dalam hati ketika Loulia menyebut nama Yusuf. “Ya, aku Yusuf kekasihmu,” ucap Deon sembari membelai rambut Loulia. “Kau sangat cantik malam ini,” rayu Deon. Ia pun menarik selimut yang menutupi tubuh Loulia.

“Benarkah?” tanya gadis itu berbunga-bunga.

“Ya. Aku sangat mencintaimu, Loulia,” bisik Deon di telinga Loulia.

“Aku juga…” balas Loulia.

“Sungguh, kau mencintaiku?”

Loulia mengangguk tersipu malu.

“Kalau kau mencintaiku, kau akan memberikannya untukku. Kau mau kan membuktikan cintamu itu?” Deon sedang memperdaya Loulia. Tak apa baginya mesti berpura-pura menjadi Yusuf, yang penting ia bisa mendapatkan keinginannya.

“Ya. Aku akan memberikan segalanya untuk Aa seorang,” jawab Loulia yang terdengar begitu merdu di telinga Deon.

Senyum Deon semakin mengembang. Di balik tatapan teduh yang ia berikan pada gadis itu, siasat liciknya semakin mendesak untuk segera dimainkan. “Percayalah, ini akan jadi malam yang indah.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Asmara Tukang Kebun   61

    “Selamat pagi!”“Pagi!”“Semangat!”“Semangat! Yes! Yes! Yes!”Sorak sorai penuh semangat membaur dengan cuitan burung-burung yang telah keluar dari sarang. Rona gembira menyibak kabut liar, elemen terbaik milik alam Cihejo di pagi hari. Mereka, gerombolan wisatawan dari kota, tujuh orang banyaknya, empat laki-laki dan tiga perempuan nampak begitu antusias menjajal wahana permainan air yang disebut river tubing. Di tepi sungai Harerang, setiap intruksi yang diberikan oleh pemandu mereka simak dengan baik, walaupun ada sebagian yang lebih asik bercanda dengan menggodai temannya.“Selamat datang di Harerang River Tubing!” Lilis sudah mengenakan pakaian sport muslimahnya saat menyambut mereka. Menjadi pemandu wisata air adalah pekerjaannya selain mengelola kebun wisata stroberi. Berkat tangan dinginnya, gadis itu berhasil menarik lebih banyak wisatawan dengan menawarkan beberapa paket wisata, river tubing ini salah satunya. Lima tahun lalu, Sungai Harerang hanyalah sungai alami milik w

  • Belenggu Asmara Tukang Kebun   60

    Seringkali Loulia membayangkan betapa suatu hari ia akan menjadi seorang bintang, melenggang anggun melintasi red carpet di tengah keranuman tatapan kagum. Pada saat itulah ia akan merasakan percikan lampu kamera menjadi lebih hangat dari ciuman pertama, dan keredap cahaya yang memantul dari gaun berwarna peraknya liar memikat selera semua mata hingga hanya tertuju padanya.“Sungguh, A! Aku selalu membayangkan hari yang ajaib itu datang mengetuk jendela kamarku, bersama kabut dan dingin yang saling berebut cahaya. Pada saat itulah ketika aku membuka jendela, seketika aku menjelma seorang bintang…” Loulia berbicara sembari memandang pada lembah yang terjamah basah. “Kemudian orang-orang berebut untuk berfoto bersamaku.”Yusuf yang mendengarnya, hanya tertawa. “Kalau Aa punya keinginan seperti kamu, Aa pasti memilih menjadi kabut.”“Kenapa?”“Biar Aa bisa dicumbui kamu persis saat kamu menyesap aroma kabut sampai matamu merem melek. Biar Aa bisa menyusup ke rongga paru-parumu, mendekam

  • Belenggu Asmara Tukang Kebun   59

    Desing suara mesin mobil pengangkut sayur yang beradu dengan gemeretak batu-batu kerikil yang digilas ban di halaman rumah berhasil mengalihkan pikiran Lilis sejenak dari ruwet pikirannya yang seperti benang kusut itu. Ia segera menyerbu pintu, persis anak kecil yang telah menunggu lama sang ayah pulang dari bekerja.Seorang laki-laki 40 tahunan turun dari mobil. Sambil mengelap peluh di wajahnya dengan handuk yang tersangkut di leher laki-laki itu berjalan menghampiri Lilis. Dari pintu mobil yang lain melompat seorang pemuda jangkung lagi kerempeng. Pemuda itu langsung menyalakan sebatang rokok setelah menemukan pojok yang pas untuk berjongkok.“Macet lagi, Pak?” tanya Lilis sambil menerima beberapa lembar nota dan kunci mobil yang disodorkan laki-laki itu.“Iya, Neng. Biasalah, kalau lewat pas lagi bubar karyawan pabrik pasti macet.”“Pak Asep, saya bikinin kopi ya,” seru Buk Martinah yang tergopoh-gopoh dari dalam rumah.“Nggak usah, Buk. Saya mau langsung pulang saja. Sudah kemale

  • Belenggu Asmara Tukang Kebun   58

    Tak! Tuk! Tak! Tuk!Bagi Farhan jarum jam yang berdetak di ruang pemeriksaan tak sekadar berjalan meniti waktu, namun terasa begitu tajam menusuk tempurung kepalanya. Dokter muda itu mengerjapkan mata berulang kali, juga mengatur napasnya yang kacau namun semampunya ia sembunyikan. Farhan tak ingin efek yang terjadi pada tubuhnya sebagai seorang lelaki dewasa normal disadari oleh gadis itu. Bahkan saat pasiennya itu melepas pakaian atasnya hingga terpampang nyata dua benda bulat berharga miliknya, Farhan masih bisa bersikap tenang.“Oke,” gumam Farhan setelah mengamati dua bukit kembar milik Erna. Lalu kembali menambahkan catatan di kertas yang ditopang papan dada. Seolah sedang melakukan pemeriksaan biasa, Farhan tak menampakkan reaksi berarti. Sikap datarnya itu justru memancing rasa penasaran Erna.“Apakah baik-baik saja, Dok?” Erna sengaja melembutkan suaranya seiring dengan sorot matanya yang mendalam pada dokter muda itu.&ld

  • Belenggu Asmara Tukang Kebun   57

    “Silakan…” Gadis itu masuk ke ruang pemeriksaan diikuti Farhan yang berjalan setengah gusar. Rupanya Farhan tak lupa pada sebuah batasan yang ia buat sendiri, sesuatu yang ia pegang demi menjaga kredibilitasnya sebagai dokter muda. Ia tak boleh menerima pasien perempuan di luar jam kerja, apalagi seorang diri tanpa ditemani perawat. Keputusan spontan yang ia ambil beberapa menit yang lalu kini mengganggu pikirannya. Entah mengapa ia tak kuasa menolak gadis itu, yang jika dilihat sekilas tak nampak kesakitan atau menderita cedera serius yang harus segera ditangani. Ketika gadis itu melewatinya, Farhan kembali mencium aroma memabukkan itu. Seketika darahnya berdesir, beruntung ia mampu menguasai diri sebelum gadis itu menoleh ke arahnya. “Silakan duduk.” “Terima kasih.” “Dengan Mbak siapa?” Farhan menarik pulpen dan mulai mencatat di atas secarik kertas. “Erna.” “Baik. Mbak Erna, kalau tidak salah siang tadi kita bertemu di… supermarket?” “Iya betul, Dok. Saya karyawannya calon i

  • Belenggu Asmara Tukang Kebun   56

    Melihat mulut Lilis terkatup rapat, dan serat-serat kelopak matanya terangkat, Buk Martinah tahu kalau anaknya tengah menanggung beban pikiran yang sangat berat. Sejumput sesal kemudian menghentak dada Buk Martinah. Bila saja ia bisa menyimpan pesan itu, paling tidak sampai suasana hati Lilis kembali riang seperti biasa, itu akan lebih baik mengingat gadis semata wayangnya akan menikah dalam waktu dekat. Tapi hati siapa yang tak terganggu dengan keluh dari seorang perempuan renta, yang siang tadi tetiba mengetuk pintu rumah Buk Martinah. Perempuan itu sudah sangat sepuh namun bersikukuh ingin menukar peluh dengan beberapa lembar uang, sayur, buah atau apa pun itu yang dapat menyambung hidupnya.Lilis yang duduk persis di samping Buk Martinah sejak sepuluh menit lalu terus memeluk gelas berisi teh manis hangat dengan telapak tangannya. Pandangannya mengambang setengah putus asa. Di teras rumah, suara jangkrik dan tonggeret mengiringi kesenduan batinnya; mengisi keheningan yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status