Beranda / Romansa / Belenggu Dendam Suamiku / Bab 4. Cinta Sepihak

Share

Bab 4. Cinta Sepihak

Penulis: Ahza Rumaisha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-13 11:20:56

Jantung Kayana berdegup kencang, terlebih ketika Eiser menyusuri leher jenjangnya dengan menggunakan bibir. Namun, Kayana tidak akan membiarkan itu berlanjut. Ia tidak boleh terbuai pada perasaan yang hanya ia rasakan sepihak. Eiser tidak akan bersikap selembut ini. Kayana mencoba mensugesti diri dan segera mengembalikan kesadarannya.

"Berhenti, Eiser. Bukankah kamu bilang ingin makan."

Eiser tersenyum miring. "Bukankah kamu yang menginginkan ini? Kamu pasti sengaja tidak menyiapkan aku pakaian ganti agar aku berpenampilan begini."

Kayana terpejam. Ingin sekali memprotes dan mengatakan, "bukannya pakaian kamu ada di lemari. Kenapa mengambil pakaian saja menunggu aku?" Tetapi itu hanya ada dalam angan saja.

Kayana tidak ingin memancing emosi Eiser dan memilih untuk diam dan meminta maaf. "Maaf, kalau begitu akan aku siapkan sekarang."

Kayana berdiri. Tetapi lagi-lagi Eiser menahannya. Eiser meraih pinggang lalu mengangkat Kayana dan mendudukkan di atas meja yang kosong.

"Terlambat."

Eiser mencondongkan tubuh. Sebaliknya, Kayana refleks mundur ke belakang.

"Meja makan ini cukup besar 'kan? Bagaimana menurutmu?"

Kayana menelan saliva. Ia benar-benar merasakan firasat buruk. Lebih buruk dari sebelumnya. Jangan-jangan Eiser ingin melakukannya di meja makan?

"Eiser apa maksud kamu?"

"Kamu terlalu naif, Kay. Aku benci wanita seperti itu. Bukankah sejak dulu kamu memang menginginkan aku."

Kayana membeku. Bibirnya kaku, lidahnya kelu. Yang dikatakan Eiser memang tidak salah. Sejak sekolah menengah atas, Kayana memang menyimpan perasaan kepada Eiser yang merupakan teman satu kelasnya.

Namun, itu adalah cinta sepihak karena Eiser hanya menganggapnya sebagai teman. Lalu bagaimana Eiser tahu tentang perasaannya? Ia bahkan tidak pernah mengungkapkannya kepada siapapun. Perasaan itu tersimpan rapi di dalam hati. Apa Eiser berkata begitu hanya ingin memancingnya saja?

"Aku tidak mengerti maksud kamu, Eiser."

"Ckk, jangan munafik. Kalau kamu tidak menginginkan aku. Mana mungkin kamu melakukan segala cara untuk bisa menikah dengan aku. Iya 'kan?"

Kedua manik Kayana terpejam. Benar saja, pria itu hanya memancing dirinya agar mau mengakui semuanya. Sayang sekali, itu tidak akan pernah terjadi. Kayana tidak akan mengakui perbuatan yang jelas tidak ia lakukan.

"Terserah kamu ingin menganggap aku seperti apa. Sekarang menyingkirlah dan biarkan aku pergi."

"Tidak semudah itu." Eiser semakin menghimpit tubuh Kayana. "Sudah kubilang hari ini aku akan menghukummu 'kan? Jadi terima hukumanmu."

Kayana menggigit bibir, mencoba menghalau lenguhan yang nyaris keluar ketika bibir Eiser tenggelam di antara ceruk leher dan menyapu dengan menggunakan lidah. Kayana terpejam menahan beban berat di atasnya. Namun, itu tidak bertahan lama. Sebab suara seseorang seketika menghentikan aktivitas keduanya.

"Apa yang kalian lakukan?"

Keduanya sama-sama terkesiap, seketika menoleh ke arah sumber suara. "Freeya!" ucap keduanya secara bersamaan.

Freeya yang salah tingkah langsung memutar tubuh ke belakang. Adik dari Eiser itu sama halnya, begitu kaget dengan pemandangan yang ada di depan mata.

"Astaga, kenapa kalian melakukannya di situ? Kayak gak ada tempat lain aja."

"Kamu sendiri, kenapa bisa masuk?" Eiser langsung berdiri. Begitu juga dengan Kayana yang segera bangun memperbaiki pakaiannya.

"Gimana aku bisa masuk? Pintu gerbang nggak dikunci, pintu utama juga. Bukan cuma aku tapi maling juga bisa masuk, Kak."

"Katakan untuk apa kamu datang kemari?"

Freeya berbalik, menarik napas panjang lalu berjalan mendekati meja makan. "Bukannya Kakak bilang Kak Kayana sakit, aku kemari bawa obat herbal dari Mommy. Supaya Kak Kay sembuh dan bisa hadir di pesta anniversary perusahaan Om Reymond," kata Freeya sembari menggerakkan kantong plastik di tangan.

"Sakit? Pesta?" Kayana merasa bingung dengan apa yang dikatakan oleh adik iparnya ini.

"Iya, emangnya Kak Eiser nggak bilang sama Kakak?" Freeya meletakkan kantong di tangan ke atas meja. Kayana melirik kesal suaminya.

"Kamu ini. Bisa nggak kalau mau datang telpon dulu?" protes Eiser. Ia masih kesal lantaran aktivitasnya diganggu.

"Ya, sudah tidak apa-apa. Freeya 'kan sudah terlanjur datang. Sebaiknya kita makan bersama. Kemarikan obatnya, biar aku simpan dulu."

"Tuh 'kan, Kak Kay aja bilang gak apa-apa. Sana mending Kak Eiser ganti baju, sakit mata aku lihat Kakak pakai begituan."

Eiser mendecak lalu melangkah ke arah tangga. Tak butuh waktu lama untuk berpakaian. Eiser memilih kaus dan celana kain karena saat ini ia tidak ada jadwal kantor.

Suasana ruang makan sedikit berwarna karena ada Freeya. Gadis berusia 25 tahun itu begitu lahap menikmati makanannya. Kayana memandang adik iparnya. Sepertinya ia harus berterimakasih kepada gadis itu karena telah membuatnya lepas dari Eiser, setidaknya untuk sementara waktu.

"Masakan Kak Kay enak. Lain kali Kakak menginaplah di rumah, dan masak untuk kita semua. Mommy pasti bakal suka banget sama masakan Kak Kay," celoteh Freeya dengan mulut yang penuh dengan makanan.

"Dia bukan pembantu," sahut Eiser dingin. Freeya melirik kesal ke arah kakaknya.

"Ckk, aku gak nanya Kakak. Aku ngomong sama Kak Kay."

"Tetap saja, dia harus mendapat izinku sebelum pergi ke manapun," debat Eiser. Kayana menatap kakak beradik ini secara bergantian lalu membuka suara.

"Freeya, katakan padaku soal pesta. Pesta apa yang kamu maksud?" Kayana sengaja mengalihkan topik pembicaraan agar tak menimbulkan perdebatan.

"Pesta Anniversary perusahaan Om Reymond, Adik Daddy. Mommy ingin mengenalkan Kakak sebagai menantunya jadi Kakak harus datang. Itu sebabnya Mommy meminta Freeya untuk mengantar obat untuk Kak Kay, supaya Kakak bisa hadir," ucap Freeya penuh harap.

Kayana mengulas senyum, kemudian mencuri lirik pada sang suami lalu menjawab. "Aku akan datang, jika kakakmu mengizinkan."

Awalnya Eiser menolak datang ke acara. Terlebih bersama dengan Kayana. Namun, karena permintaan keluarga. Eiser pun menyetujuinya. Selain keterpaksaan, kehormatan dan nama baik keluarga adalah alasan utama ia mau datang bersama dengan istrinya.

Pukul 7 malam, pesta harusnya dimulai. Namun, karena salah satu anggota keluarga belum datang, maka acaranya ditunda.

Terlambat sebentar tidak akan masalah. Kayana terlihat cantik dengan model rambut disanggul ke belakang, dengan sisa beberapa helai di bagian depan yang dibiarkan menjuntai ke bawah.

Fitur wajahnya yang cantik dan halus dan seputih salju ditutupi dengan riasan tipis, lalu matanya yang jernih dan gelap tetapi sangat cerah, berkilat dan memukau pandangan. Membuatnya terlihat begitu lembut dan anggun.

Wanita itu sangat serasi berada di sisi Eiser, yang kini tengah dibalut dengan jas mewah berwarna senada dengan gaun yang dikenakan oleh Kayana. Matanya yang cokelat memperlihatkan tatapan yang tajam dan dalam. Seolah memancarkan aura yang begitu mematikan.

Pria yang sangat mahal senyum itu memang Eiser, ini pertama kalinya ia datang ke acara formal bersama dengan istrinya. ia mendekat ke arah sang istri lalu berbisik.

"Ini adalah tempat umum, jadi bersikaplah layaknya seorang istri."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 16. Obsesi

    Gerakan kaki Kayana begitu cepat menuruni anak tangga. Di belakangnya, Eiser mengekor dengan langkah yang tak kalah cepat. "Biar aku yang buka pintu. Kamu urus kekasihmu itu." Yang dikatakan Kayana ada benarnya. Ia harus memberitahu Ivana agar tidak bersuara atau melakukan sesuatu yang dapat memicu perhatian ibunya. Sebab kalau sampai wanita yang telah melahirkannya itu tahu Ivana berada di sini. Entah seberapa besar murka yang dikeluarkannya. Pintu utama dibuka, wanita paruh baya dengan gaun berwarna gelap berdiri dengan senyum elegannya. "Mama," ucap Kayana. "Halo, Sayang." Lusi memberi pelukan pada sang menantu yang disambut hal yang sama oleh Kayana. "Kenapa tidak memberitahu kalau ingin datang?" Tidak biasanya, ibu mertuanya ini datang secara tiba-tiba. "Mama ada kunjungan ke toko roti, jadi Mama sekalian mampir." Kayana hampir lupa, kalau ibu mertuanya ini mengelola toko roti yang terkenal memiliki cabang di beberapa daerah. "Ini ada oleh-oleh buat kamu." Lusi menyodorka

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 15. Ular Berbisa

    "Apa terjadi sesuatu?" Eiser sungguh penasaran, apa yang membuat wanita yang menjalin kisah asmara dengannya selama lima tahun itu dirundung kecemasan. "Papa masuk rumah sakit, penyakitnya kambuh dan dia harus melakukan kemoterapi, kamu tahu sendiri 'kan butuh biaya khusus untuk itu," ucap wanita berambut panjang dengan kaca-kaca di sudut mata. Semenjak berhenti dari dunia permodelan, Ivana memang tidak bisa lagi menghasilkan uang. "Kamu tenang saja, katakan di mana rumah sakitnya, aku akan mengirim orang untuk menyelesaikan semuanya." "Tidak, Eiser. Aku tidak mau merepotkanmu." Kening Eiser mengkerut. "Lalu kamu mau bagaimana?" "Berikan saja uangnya padaku. Nanti aku akan mengirimkan pada Mama. Biar mama yang urus semuanya." "Begitu?" "Ya." "Sebutkan nominalnya." "Seratus juta." Eiser cukup terkejut mendengarnya, tetapi ia masih bisa mengendalikan eskpresinya agar tak terbaca oleh lawan bicaranya. Eiser setenang air danau, namun siapa tahu di dalam hatinya bergejolak. "Bai

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 14. Cara Baru

    Andai Kayana sungguh mengatakan itu. Eiser mungkin akan betul-betul murka kepadanya. Dan Kayana tidak menginginkan itu terjadi. Berhadapan dengan Eiser seperti sekarang ini saja sudah seperti mimpi buruk, apalagi kalau mendengar cacian yang terlontar dari bibir pria itu, lebih baik Kayana lenyap dari muka bumi saja. "Aku tanya kamu dari mana?" Kayana memutar bola mata malas. "Dari luar," jawab Kayana ketus. Ia termundur ke belakang karena Eiser mendorongnya, sampai punggung membentur lemari pendingin lalu mengurungnya dengan kedua tangan. "Kamu tidak tahu adab dan sopan santun berbicara dengan suami.""Aku hanya mempraktekkan apa yang kamu ajarkan." Eiser mendelik. "Jadi ini rupa aslimu." "Sejak dulu aku memang seperti ini." Eiser terdiam dengan sorot mata yang merah padam. Ia sungguh benar-benar murka terhadap wanita dihadapannya saat ini. Tetapi, ia masih bisa menahannya. Tujuannya untuk pulang bukanlah ini. "Aku dengar Freeya kemari? Apa yang kamu bicarakan dengannya?" "Men

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 13. Iblis Berwajah Malaikat

    [Apa kamu punya waktu?] Pesan masuk di ponsel Kayana membuat wanita itu terdiam. Nomor tanpa nama membuatnya bertanya-tanya. "Siapa, Kak?" Tapi pertanyaan itu justru muncul dari bibir Freeya. "Bukan siapa-siapa." Kayana meletakkan kembali ponsel pada tempat semula kemudian menyesap sisa kopinya. Namun, seolah tidak membiarkan Kayana tenang, pesan berikutnya muncul. Ia melirik sekilas. Tanpa dibuka pun Kayana bisa melihat isinya. [Luangkan waktumu. Kamu perlu mengganti rugi] Mata Kayana terpejam seketika. Rasa-rasanya ia tahu siapa pengirimnya. Pria yang kemarin. Kayana meraih ponsel, ia perlu memberi konfirmasi. Jari jemari lentik itu mulai menari di atas layar. [Aku tengah bekerja] Kayana sengaja memberi kabar palsu. Untuk saat ini dirinya memang ingin sekali bersantai, mumpung ada Freeya yang menemani. [Jangan menipuku. Aku berada di toko bunga milikmu. Tapi kamu tidak ada di tempat] Sekali lagi mata Kayana terpejam. Sama sekali tidak ia duga jika pria itu tengah berada di

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 12. Tentang Ivana

    Kayana terkesiap, ia memutar tubuh ke belakang. Dan menegang seketika melihat sosok adik ipar tak jauh darinya. Kayana berpikir, bagaimana bisa adik iparnya ini muncul tanpa suara. "Freeya. Kapan kamu sampai?" "Baru saja, Kak Kay sedang apa? Kenapa sembunyi-sembunyi seperti itu?" Freeya yang penasaran, segera menghampiri sang kakak ipar. Ini tidak bisa dibiarkan. Bisa-bisa Freeya melihat keberadaan Ivana dan itu akan menjadi masalah besar. Gegas Kayana menahan langkah adiknya itu, mengiringinya menuju ke ruang tengah. "Ayo kita ke sana saja," ajak Kayana. "Tapi, Kak. Aku pengen lihat Kak Kay lihatin apa tadi." "Gak ada apa-apa kok. Ayo kita ke kamar saja." Yang Kayana takutkan adalah Ivana tiba-tiba muncul karena wanita itu pasti juga tidak mengetahui kedatangan Freeya. Jadi Kayana membawa gadis itu untuk masuk ke dalam kamarnya. "Astaga, kamar macam apa ini?" Ini pertama kali Freeya masuk kamar Kayana. Dan ia cukup terkejut dengan dekorasi kamar Kayana yang menurutnya membosa

  • Belenggu Dendam Suamiku    Bab 11. Kedatangan Tuan Besar

    Suara petir menyadarkan Kayana atas perbuatannya. Ia menjatuhkan benda di tangannya ke lantai. Apa yang sedang ia pikirkan? Mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara seperti ini, hanya akan membuat Ivana merasa di atas awan. Kayana menggeleng pelan. Kalau sampai dirinya bertindak demikian, lalu apa bedanya dengan Ivana? Dirinya tidak bodoh, hanya saja terlalu naif berharap Eiser akan mencintai dirinya. Kayana sadar, bahwa dirinyalah yang menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Namun, jika Tuhan tidak berkehendak. Pernikahan itu tidak akan terjadi. Buktinya sudah jelas, kalau dirinya dan Eiser ditakdirkan bersama meski tidak ada cinta. Guyuran air hujan membuat tubuh Kayana menggigil. Berendam air hangat mungkin akan membuatnya sedikit membaik. Dan benar saja, usai berendam. Kayana langsung tertidur pulas begitu saja. Daging yang kemarin ia beli, tidak jadi dibuat steak. Kayana sengaja bangun pagi-pagi untuk memasak dan mengerjakan semua pekerjaan rumah selagi penghuni lain dalam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status