Share

Benih 20 Milyar CEO Dingin
Benih 20 Milyar CEO Dingin
Penulis: Wijaya Kusuma

Bab 1

BAB 1

"Saya tidak mau tahu. Pokoknya kamu harus segera bayar sewa tempat tinggal ini sekarang juga!" Tegas seorang wanita bermata sipit.

Usianya yang lebih tua beberapa tahun dari Danisa, namun nasib yang jauh berbeda darinya. Jika Danisa menjadi orang yang berlagak sok kaya. Maka, wanita di hadapannya itu adalah seorang juragan apartemen yang memiliki hampir 20 unit di tempat Danisa tinggal.

Danisa mendadak  cemas, karena bingung dengan keadaan yang terjadi. Kini, wanita di hadapannya datang kembali menaagih dan tidak ingin lagi memberikan dia waktu untuk bisa menunda sewa bayar yang dia tempati.

"Saya mohon! Kasih saya waktu, satu hari saja. Besok pagi saya akan bayar lunas." Lagi Danisa kembali memelas.

Bukan ia tak punya uang, memang kehidupan glamor yang biasa dilakukanlah yang berhasil membuat diirnya terjebak dalam situasi rumitnya sekarang.

Ya, anggap saja Danisa yang salah dalam memilih pertemanan. Seharusnya yang ia lakukan berteman dengan orang yang sejajar. Tapi, demi gengsi karena Danisa yang menjadi seorang sekretaris bos besar dihadapkan pada relasi dan teman sosialita yang memaksa ia harus seimbang dengan mereka.

"Janji terus kau lakukan! Setiap tahun selalu saja mundur dari waktu sesuai kesepakatan. Kapan kau akan bayar tepat waktu!"

Lagi, wanita di hadapannya itu meninggikan suaranya pada Danisa. Tatapan matanya sudah menunjukkan sikap tak bersahabat. Seolah bersiap menerkam mangsa di hadapannya. 

Tapi, sebisa mungkin Danisa menekan emosi karena tak ingin terusir di apartemen yang sudah membuatnya nyaman selama empat tahun dirinya tinggali.

"Nyonya, meski saya menunda tetap melunasi kan? Jadi tidak ada alasan untuk Nyonya bisa mengusir saya kecuali saya tidak membayar. Apa kurang cukup bukti jika selama tinggal di sini saya selalu bayar. Meski telat ...."

Danisa merendahkan suaranya pada kalimat akhirnya.

Suasana tegang yang terjadi di depan pintu itu tiba-tiba haning beberapa saat. Wanita yang tak lain adalah pemilik apartemen di mana Danisa tinggal itu terlihat sedang berpikir. Hingga akhirnya wanita itu kembali membuka suara masih dengan melayangkan tatapan tajam pada Danisa.

"Baik. Saya kasih waktu kau satu hari dari sekarang. Besok saya datang, dan kau harus bayar lunas. Waktu bayar kau sudah lewat satu bulan. Mau sampai kapan kau akan menunda,"

Dengan wajah angkuh dan tatapan sombongnya, wanita pemilik apartemen Danisa itu melangkah pergi begitu saja,  meninggalkan Danisa yang kembali bernafas lega.

Danisa seolah mendapatkan kembali udara yang menghilang dari rongga tenggorokan hanya untuk sekedar bernafas. Setelah tidak melihat punggung wanita yang menagih dari lorong unitnya. Danisa melangkah untuk bersiap segera bekerja.

"Syukurlah. Khawatir banget nggak dibayar. Ini semua karena Merry yang memaksa aku beli tas branded. Andai saja minggu kemarin aku tidak tergiur sama tawarannya. Mungkin aku tidak akan dimaki-maki oleh si perawan tua itu."

Danisa melangkah ke dalam unitnya. Karena harus  segera bersiap untuk berangkat bekerja. Dia memandang diri di depan cermin yang ada pada lemari pakaiannya. Ia memastikan jika penampilan yang ia lakukan sudah sempurna dengan tas mahal yang baru dibelinya. Sungguh, ia tak sabar untuk segera datang ke kantor, memamerkan barang branded yang berhasil ia beli. 

“Sudah cantik. Saatnya bekerja,” ucapnya. Ia melenggang ke luar kamar. Seketika langkahnya terhenti ketika teringat jika ia membutuhkan banyak uang secepatnya.

“Huh! sepertinya aku harus melakukan pekerjaan itu lagi. Sungguh menyebalkan,” ucapnya pada diri sendiri.

Danisa mengulurkan tangan untuk mengambil sesuatu yang sudah ia masukkan ke dalam tasnya. Kemudian mengambil ponsel guna menghubungi seseorang yang berbeda unit lantai dari apartemen yang ia tinggali. Setelah menekan tombol panggilan, ia pun mulai membuka kalimatnya.

“Carikan saya teman. Malam ini juga. Kalau bisa bayarannya yang besar,” pinta Danisa yang tidak ingin berbahasa basi.

Setelah melakukan panggilannya ia pun melangkah cepat untuk segera tiba ke kantor tempatnya bekerja.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Danisa untuk segera tiba. Karena memang letak unit yang berada tidak jauh dari tempatnya bekerja.

Danisa tiba dengan mendapat sambutan ramah dari rekan kerjanya di lobi perusahaan. Namun, suasana sudah berubah menjadi hening ketika ia sudah tiba di lantai di mana ruang Direktur berada.

“Hai! Kau baru tiba. Cepat siapkan jadwal Pak Daren. Dia sudah menunggumu di dalam.”

Leo yang tak lain adalah asisten pribadi bos nya itu sudah tiba lebih dulu darinya. Danisa yang berpikir datang sudah awal itu dibuat berdiri mematung tidak percaya.

“Pak Daren sudah datang? Kenapa sepagi ini dia sudah tiba? Padahal saya datang juga tidak telat-telat amat,” jawab Danisa memasang wajah bingungnya. Karena jarang Daren, bosnya itu datang sepagi ini. Jika ada rapat penting pun ia akan langsung menuju ke lokasi di mana rapat berada.

“Biasa. Sedang menghindar dari desakan untuk menikah dari maminya,” ucap Leo setengah berbisik.

Danisa yang memang sedikit banyak tahu kehidupan Draen dari Leo sebagai rekan kerjanya mengangguk mengerti.

“Lagian apa susahnya sih menikah. Hidup mapan. Duit banyak. Punya istri kan enak, ada yang temani terus di atas ranjang,” jawab Danisa dengan gaya feminimnya.

Namun ia mendapati pelototan dari sang rekan yang menganggap masalah bosnya itu sebagai candaan.

“Jangan sampai Pak Daren dengar. Jika masih mau bekerja di sini,” tegas Leo mengingatkan tingkah Danisa yang mulai membicarakan kehidupan atasannya itu.

“Ups! Saya lupa. Saya masuk dulu, mau ambil jadwal dan berkas yang kemarin diminta Pak Daren” pamit Danisa, berlalu masuk ke dalam ruang kerja yang tertutup setengah kaca tersebut. Ia menaruh tas kerjanya, kemudian mengambil jadwal dan berkas yang akan ia bawa pada sang atasan.

Setelah memastikan  semuanya siap. Danisa melangkah segera ke ruang kerja Daren. Sambutan pertama yang menyapa paginya, adalah suasana begitu dingin melebihi suasana yang biasa ia hadapi di hari-hari sebelumnya.

“Selamat pagi, Pak.”

Dengan sikap ramah yang tidak seolah terjadi apa-apa. Danisa yang begitu pandai bermain peran itu menyambut ramah atasannya yang hanya menatap datar ke arah Danisa sejak ia melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya.

Tidak ada jawaban atas sapaan yang Danisa beri. Benar apa yang Leo sampaikan, jika suasana hati bosnya itu sedang tidak baik-baik saja.

Danisa yang terbiasa dengan sikap dingin sang atasan itu tetap melakukan pekerjaannya dengan baik. Ia menyampaikan jadwal Daren dengan pekerjaan yang harus Daren lakukan. Setelah menjelaskan apa yang telah selesai menjadi tugasnya.

Danisa pun pamit untuk kembali ke ruang kerjanya. Lagi-lagi, Daren masih bergeming. Tapi Danisa tahu jika apa yang ia sampaikan sudah dicerna baik oleh sang atasan.

“Danisa.”

Panggilan dari sang bos menghentikan langkah Danisa yang baru berbalik dari tempatnya semula berdiri.

“Iya, Pak,” jawab Danisa dengan sikap manisnya.

“Menikah dengan saya. Dan lahirkan anak untuk saya.”

Komen (11)
goodnovel comment avatar
Agung99
nexttt kak
goodnovel comment avatar
yuyunitaa
Pak Daren sat set ya
goodnovel comment avatar
Sun fatayati
Nggak pakai basa basi si daren hahaah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status