Malam ini, Cathy hanya menggunakan gaun malam untuk menyambut suaminya pulang, gaun malam berwarna hitam yang sangat menerawang dan memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sangat menggoda.
Wanita cantik berambut panjang itu menatap wajahnya di cermin dengan sangat percaya, oh betapa cantiknya istri dari Devan Sebastian Abimana ini. Dan kenapa juga laki-laki tampan itu harus mempunyai sifat super dingin yang membuat Cathy selalu uring-uringan dan mengelus dada. Dan jika bukan karena cinta, mungkin Cathy sudah pergi jauh-jauh hari meninggalkan Devan, buat apa punya suami tampan tapi dinginnya mampu mengalahkan es di kutub Utara. "Sayang!" Panggil Cathy dengan nada sensual membuat Devan yang tengah melepas sepatunya langsung menoleh kearah sang istri. "Hm?" Devan hanya melirik Cathy sesaat lalu kembali fokus ke sepatunya. Cathypun langsung memasang wajah kesal karena ia tampak diabaikan oleh sang suami. Padahal ia sudah berdandan semenantang ini namun suaminya malah mengacuhkannya, hello! Jika pria lain yang melihat penampilan Cathy saat ini pasti ia sudah mimisan dan pingsan karena tak kuat melihat keindahan tubuh gadis blasteran itu. "Kamu kok malem banget sih pulangnya? Kalau latihan basket tuh jangan sampai lupa waktu dong! Nanti kalau kamu sakit gimana?" Ujar Cathy seraya menghampiri sang suami dan turut melepaskan sepatu Gucci miliknya. "I can do-" Cup Cathy langsung melumat bibir suaminya dengan beringas, bahkan sampai Devan hampir kehilangan nafas, namun gadis seksi itu belum juga melepaskan ciumannya. "I want you, now!" Pinta Cathy dengan penuh permohonan. "No." Devan langsung menghempaskan tubuh istrinya dengan kasar karena ia benar-benar terkejut dengan kelakuan istrinya yang sungguh diluar dugaan. Catherina Arabella, gadis terhormat sepertinya bisa bertindak layaknya jalang seperti ini membuat Devan semakin muak dengan tingkah laku sang istri. "Kenapa sih?" Protes Cathy dengan wajah sedih dan memelas, suaminya ini, selalu saja menolak ketika ia ingin berhubungan badan dengannya. "Saya capek, mau mandi." Jawab Devan sekenanya membuat Cathy merasa semakin kesal. "Dev! Kamu tuh kenapa sih? Kita kan udah nikah, udah hampir setahun malah, sampai kapan kamu bakalan terus giniin aku ha? Sekalipun kamu nggak pernah ngasih nafkah lahir buat aku! Apa sih kurangnya aku?" Seru Cathy dengan nada tinggi, habis sudah kesabaran gadis cantik itu selama ini untuk menghadapi suaminya yang super dingin dan cuek itu. "Kita ini cuma korban perjodohan, udah berulang kali saya bilang sama kamu, kalau kamu jangan pernah berharap lebih sama saya. Disini memang yang paling menginginkan pernikahan ini siapa? Kamu kan? Bukan saya." Telak! Jawaban Devan barusan benar-benar telak, langsung menghunus ke jantung hati Cathy dengan begitu sadisnya. Suaminya ini, tega sekali berbicara seperti itu seolah tak mempunyai perasaan sama sekali terhadap dirinya. Devan memang cuek, namun Cathy belum pernah mendengar kata-kata menyakitkan itu keluar begitu saja dari mulut sang suami. Selama ini Devan hanya diam dan menurut. Namun malam ini suaminya itu membuktikan, jika apa yang Cathy berikan pada Devan selama ini hanyalah sia-sia. Ia pikir suaminya itu sudah membuka pintu hatinya untuknya, ia pikir saat ini Devan sudah mulai bisa mencintainya, tapi kenyataannya usahanya selama sepuluh bulan ini belum bisa membuahkan hasil apapun. Mungkin Devan selama ini hanya merasa kasihan, makanya ia mau memakan masakan Cathy, menerima setiap layanannya dan bersedia setiap Cathy melakukan segala hal untuknya. "Jadi selama ini apa Dev? Perhatian, kasih sayang, cinta yang aku kasih ke kamu selama ini kamu anggap apa?" Tanya Cathy dengan tatapan terluka, kesabarannya benar-benar habis sekarang, susah payah ia berjuang sendirian selama ini, tapi inikah hasil yang ia terima? "Apa saya pernah meminta itu semua dari kamu? Kamu sendiri yang memberikannya tanpa saya minta, jadi sekarang jangan menuntut apapun dari saya. Lagipula istri yang saya impikan selama ini adalah istri yang lemah lembut dan anggun seperti Mama saya, bukan wanita urakan, babar yang hobinya ke club malam seperti kamu." Jelas Devan membuat Cathy semakin sakit hati. "Tapi selama ini aku udah berubah kan? Aku udah lakuin semua hal yang kamu inginkan. Aku udah bisa masak, udah tobat ke club, udah nggak keluar malam, udah bersikap anggun layaknya putri yang kamu impikan selama ini, apa masih kurang?" "Udahlah saya capek, saya nggak mau berdebat lagi sama kamu. Saya mau mandi." Setelah mengatakan hal itu, Devanpun segera meninggalkan Cathy yang masih menatap kepergian sang suami dengan sorot terluka dan penuh akan kekecewaan. Cathy menangisi Devan dalam diam seperti yang sering ia lakukan ketika suaminya itu sering menyakiti hatinya. Cathy merasa ditipu oleh sang ayah, ayahnya bilang ia akan bahagia bila menikah dengan Devan, pria yang sangat ia cintai dan ia gilai selama ini, tapi kenyataannya, sekeras apapun ia terus berusaha untuk membuat suaminya mencintainya, sekeras itu pula Devan akan terus menyangkal perasaannya. "Lo lihat aja entar! Gue akan buat lo cinta mati sama gue, gue akan buat lo menyesal karena udah sering nyakitin gue. Lo pikir gue ini cewek lemah? Gue juga bisa balas dendam sama lo." Gumam Caty dengan penuh tekad. Lalu iapun segera menyambar kardigan yang ada di walk on closed miliknya, dan mengambil tas selempang serta kacamata hitam. Hal itupun tak luput dari tatapan Devan yang seakan kesal dengan penyakit istrinya yang ternyata masih belum sembuh juga. "Mau kemana kamu malam-malam begini?" Tanya Devan dengan nada tajam, namun Caty tak meresponnya, ia sudah tak peduli lagi dengan kemarahan Devan yang tak ada artinya lagi baginya. "Cathy! Kamu punya telinga kan? Kamu udah gila mau keluar cuma pakai lingerie kayak gitu? Cat!" Seru Devan dengan penuh emosi, namun Cathy tetap tak mempedulikannya, gadis cantik itu memutuskan untuk pergi ke rumah sepupunya Carol guna menenangkan dirinya yang tengah frustasi. Devanpun kini hanya bisa mengalah, mungkin malam ini ia akan membiarkan istrinya pergi sesuka hatinya, mungkin juga Cathy butuh sendiri untuk menenangkan hatinya, dan Devan harus sadar jika dirinyalah penyebab utama dari kepergian sang istri. Tapi bagaimana jika terjadi sesuatu dengan istrinya nanti? Padahal ayah Cathy sudah menitipkan anak gadis satu-satunya pada Devan, jika terjadi sesuatu dengan istrinya, pasti dirinyalah yang akan disalahkan. "Hhh... Mulut sialan! Harusnya gue diem aja kayak biasanya. Kalau udah begini, masalah besar pasti akan segera datang. Dia pasti akan ngadu sama Papanya, lalu papanya akan ngadu sama Mama. Dasar childish! Benci banget gue punya istri kekanakan." Gumam Devan dengan nada sebal. Siap-siap saja masalah besar akan datang jika Cathy benar-benar mengadu pada orangtuanya, maka tamatlah sudah riwayat Devan.Hampir siang hari, Cathy baru saja sadar dari pingsannya, cewek itu langsung terkejut dengan posisinya saat ini. Ini bukan rumahnya, ini adalah rumah sakit. Cathy pun langsung berusaha untuk mengingat kejadian sebelum ia tak sadarkan diri, dan setelah ia mengingatnya, cewek itu malah celingukan mencari-cari seseorang, kira-kira siapa yang sudah membawanya kesini, apakah suaminya? Atau siapa?"Duh Gusti... Syukur deh non udah sadar." Seru bi Sani yang baru saja keluar dari toilet."Bi!" Panggil Cathy. "Bibi kok...""Iya, tadi non Cathy pingsan, terus Aden langsung bawa non ke sini." Jelas bi Sani."Devan? Terus dia dimana sekarang?" Tanya Cathy."Lagi ngurus administrasi non dari tadi tapi kok belum balik-balik." Ujar bi Sani dengan nada cemas.Beberapa saat kemudian, Devan akhirnya kembali dengan membawa paper bag, cowok itupun langsung menatap Cathy dengan perasaan lega.Cathy sendiri turut menatap wajah suaminya, ada gurat lelah dan pucat yang menghiasi wajah tampannya, membuat Cath
Sekitar pukul empat subuh, Devan kembali dibuat panik dengan kondisi istrinya yang semakin mengkhawatirkan, bagaimana tidak, ketika ia tengah tidur, tiba-tiba saja Devan terbangun karena mendengar suara muntahan sang istri dari dalam toilet, sontak cowok itupun segera berlari menuju toilet untuk melihat kondisi istrinya. Dan disana Cathy bahkan sudah hampir tak sadarkan diri, tubuhnya sangat lemas dan bibirnya juga sangatlah pucat. Tanpa menunggu lama lagi, Devan pun segera membawa istrinya ke rumah sakit, cowok itu langsung berteriak-teriak memanggil bi Sani dan mang Diman supaya mengantarkannya ke rumah sakit."Ya ampun den... Non Cathy kenapa lagi? Kok jadi makin parah begini?" Tanya bi Sani dengan nada panik."Saya juga nggak ngerti bi. Mang Diman siapin mobil ke rumah sakit, Bi Sani tolong ikut saya!" Titah Devan pada kedua pembantunya."Baik den!" Jawab mereka kompak.Merekapun segera membawa Cathy ke rumah sakit, dan sesampainya disana, Devan segera membawa istrinya ke IGD. Sa
Devan terus merenungkan semua ucapan Cathy, cowok itu terus berusaha bertanya kepada hatinya tentang apa yang sebenarnya ia inginkan. Selama sebulan ini bahkan ia begitu merasa berat menjalani kehidupan tanpa perhatian istrinya, lantas bagaimana nanti jika Cathy benar-benar pergi meninggalkannya? Sanggupkah Devan menjalani hari-hari tanpa sang istri? Bisakah Devan melewatinya setelah hampir setahun ini ia hidup bersama dengan cewek yang ia anggap manja itu. Padahal jika dipikir-pikir, anggapannya itu salah besar.Devanpun segera beranjak menuju kamar sang istri, tanpa harus menunggu lama lagi cowok itu benar-benar harus segera menyelesaikan masalahnya dengan Cathy."Cathy! Tolong buka pintunya!" Devan terus menggedor-gedor pintu kamar istrinya berharap istrinya segera membukakan pintu untuknya. "Saya mau bicara sama kamu! Cathy!" Devan terus berusaha membujuk istrinya keluar namun kenapa tak ada sahutan sama sekali, apa Cathy benar-benar marah dan sudah tak peduli lagi padanya? Apa is
Musim basket league sudah hampir dekat, kira-kira kurang sebulan lagi tim basket Devan akan melakukan pertandingan basket antar kampus yang diselenggarakan setiap setahun sekali itu. Jadwal latihan Devan pun semakin padat, dan cowok tampan itu harus pandai-pandai untuk membagi waktu antara kantor dan juga kampus. Selama hampir sebulan ini, cowok itu terus bertahan hidup tanpa perhatian sang istri yang sampai saat ini masih betah untuk melakukan gencatan senjata dengannya. Devan terus berusaha untuk bertahan dengan segala keegoisannya meskipun rasanya sangat-sangat berat ia lakukan, cowok itu terlalu banyak gengsi, terlalu sok konsisten dengan pendiriannya padahal hatinya terus meronta dan menyebutkan nama Cathy. Devan mungkin bisa terus menyangkal, namun sekuat apapun ia melakukannya, tetap saja Devan tak akan pernah bisa untuk membohongi perasaannya.Ia selalu merasa sesak, merasa hampa, merasa sakit yang teramat sangat ketika melihat istrinya lebih akrab bersama cowok lain selain
Cathy mencoba bertahan selama seminggu ini untuk bisa hidup tanpa sang suami, apalagi suaminya juga tampak tak peduli bahkan semakin dingin memperlakukannya membuat Cathy semakin benci dan kecewa dengan sikap Devan. Apalagi selama di kampus, Cathy malah sering melihat sang suami bersama dengan Tasya, membuat Cathy semakin cemburu, semakin sakit hati dan kesal dengan ulah Devan. Cewek cantik itu sudah lelah menangisi suaminya yang sering sekali menyakiti hatinya."Ini nasi goreng seafoodnya silahkan menikmati." Alan meletakkan sepiring nasi goreng seafood di depan Cathy yang tampak tersenyum padanya. Alanpun membalas senyuman itu dengan manis dan penuh makna namun meski begitu, tak ada niatan terselubung sedikitpun dibalik senyum manisnya karena meski ia menyukai Cathy, tapi ia masih tau batasannya, ia tahu jika Cathy sudah menikah, dan ia tak mau merebut istri dari seorang Devan. Cukup menyukai dalam diam saja dan hal itu tak masalah sekali bagi Alan."Makasih ya! Aku mau susu coklat
Cathy pulang ke rumah dengan perasaan hancur, bagaimana tidak hancur, selama ini sang suami tak pernah banyak bicara namun sekalinya bicara kata-kata nya sungguh menyakitkan dan tak bisa ia maafkan. Cathy rasanya sudah lelah dengan pernikahan semunya ini, memang mau dibawa kemana rumah tangganya jika hanya dirinya saja yang menginginkan pernikahan ini sedangkan suaminya tidak sama sekali.Cathy harusnya tak terlena dan terbawa perasaan, Devan baik kemarin-kemarin memang hanya untuk membalas dendam dan ada maunya saja bukan karena mencintainya. Lagi pula mana mungkin suaminya itu bisa mencintai dirinya, selama ini bahkan Devan begitu sangat membenci dirinya."Ya ampun non! Non kenapa kacau begini? Ayo masuk non! Bibi buatin minuman segar buat non." Ajak bi Sani pada sang majikan, Cathy hanya menurut saja karena dirinya terlalu sedih dan benar-benar sangat kacau.Cathypun langsung membasuh mukanya di wastafel, lalu segera duduk di kursi makan, dan setelah itu bi Sani datang membawakann