Share

Lari

Halo Madam! Pesen batagor dong!” ucap Rain ke ibu kantinnya itu.

“Rain! Jangan panggil Ibu pake panggilan Madam! Emangnya Ibu dukun apa?” sewot Ibu kantinnya, karena kurang suka dengan kebiasaan Rain yang memanggilnya dengan sebutan madam.

“Yeee, emang Madam buat dukun doang? Aduuh udah paling cocok dipanggil Madam! Selaras sama outfit Madam yang cetar!” ucap Rain, karena ibu kantinnya ini selalu memakai pakaian yang warnanya terlihat mencolok, ditambah lagi dengan aksesoris yang ada di tubuhnya.

“Udah Buk! Nggak usah diladenin si Rain! Anaknya agak stres emang, makanya gitu!” jawab Nando asal-asalan.

“Sialan loe bilang gue stres!” sambil menonjok lengan Nando, hingga Nando merintih.

“Woi jadi makan nggak nih? Udah mau masuk juga masih aja ribut!” ucap Rion menengahi.

“Ya jadi dong! Ya udah Buk, Rain batagor, Saya sama Rion bakso,” jawab Nando.

“Siaap!” jawab ibu kantin dan segera menyiapkan pesanan mereka bertiga.

Tak berapa lama. Makanan mereka pun datang. Tanpa ba-bi-bu lagi, mereka melahap hidangan yang ada di hadapannya.

Di tengah usaha menghabiskan makanannya, tiba-tiba lonceng tanda akan dimulainya pelajaran pertama berbunyi.

“Anjir gue baru setengah doang!” kesal Rion.

“Loe kira gue udah habis? Baru aja mau makan baksonya udah bunyi aja loncengnya!” timpal Nando.

“Ya udah habisin aja dulu sih, gegayaan kayak baru pertama kali bolos aja loe berdua!” ucap Rain dan mendapat cengiran dari mereka berdua. 

Walaupun terlihat santai, namun mereka bertiga sebenarnya berlomba siapa yang akan habis duluan. Kebiasaan mereka bertiga. 

“Uhuk uhuk uhuk!” Rion bersusah payah menghilangkan pengar di hidungnya karena baru saja tersedak, sedangkan Nando dan Rain tetap fokus pada makanan mereka.

“Gue menang!” ucap Rain sambil menggebrak meja, membuat bakso yang ada di tangan Rion meluncur bebas ke dalam mangkuk lagi.

“Gue heran, loe cowok apa cewek si Rain? Makan loe cepet banget, padahal porsi batagor loe sama bakso punya kita, banyakan loe," Rion menggelengkan kepalanya.

“Loe berdua nggak tahu taktiknya sih! Ntar kapan-kapan gue ajarin!” jawab Rain sambil menghabiskan es tehnya.

Setelah mereka bertiga benar-benar menghabiskan pesanan mereka dan membayarnya, mereka memutuskan untuk bergegas ke kelas. Bisa panjang urusan jika ia tertangkap guru BK atau malah wali kelasnya.

“Gimana kalau kita balapan lari?” ucap Rain yang melihat koridor telah sepi, semua penghuni kelas sudah duduk rapi di dalamnya.

“Gue setuju!” Rion dan Nando bersamaan menjawab.

“Hitungan ketiga. Satu, dua, tiga!” teriak Rain, dan bagai kuda dipecut, mereka bertiga melesat bagai anak panah. Rain yang ada di tengah, sengaja merentangkan tangannya agar tak didahului Rion dan Nando.

“Dih! Awas tangan loe!” seru Rion sambil menjauhkan tangan kanan Rain.

“Jangan curang loe Rain!” seru Nando yang ada di sebelah kiri.

Membuat kepala-kepala siswa yang ada di dalam kelas menoleh keluar, selama mereka bertiga melewati depan kelas. Ketika hampir saja mereka bertiga akan melewati ruang guru, karena kelas mereka ada di lantai 2 dan dari kantin harus melewati ruang guru. Ketika, mereka bertiga mengira semua akan baik-baik saja, tanpa diduga wali kelas mereka keluar dari ruang guru bersamaan dengan salah satu siswa.

Rain yang posisinya paling depan, segera memberhentikan larinya.

Bruk! Bruk! Bruk!

Rion dan Nando yang tak mengira Rain akan menghentikan larinya tiba-tiba, segera saja menabraknya, membuat mereka jatuh bergelimpangan.

“RAIIIN! RION! NANDO!” teriak wali kelasnya dan berlari menghampiri mereka. 

“Bangun cuy! Cabut cabut!” ucap Rain dan seperti tersengat listrik, mereka bertiga langsung berbalik arah dan berlari sekencang mereka bisa.

“Hei mau kemana kalian bertiga!” teriak wali kelasnya.

-

Mereka bertiga akhirnya sampai di depan UKS, yang terletak paling pojok. 

“Huh, untung nggak ketangkep! Horor banget tu wali kelas, dimana-mana ada,” ucap Nando sambil terengah-engah.

“Bener banget! Ya udah kita tunggu di sini bentar aja dah, nanti kalau udah bisa nafas kita baru balik ke kelas," ucap Rion dan segera diangguki Rain.

Mereka bertiga mengatur nafas sambil melirik satu sama lain.

Setelah tiga menit kemudian, 

“Kayaknya udah aman deh, balik ke kelas yuk!” ucap Rain memecah keheningan.

“Iya deh, sekarang balik ke kelas aja. Tapi nggak usah lari-lari lagi, gue nggak sanggup lagi kalau disuruh lari,” tambah Rion.

“Apalagi gue, mending ditangkep gue kalau sekali lagi suruh lari-lari. Mana perut gue kenyang banget lagi,” timpal Nando.

Mereka bertiga pun beranjak dari duduknya dan mulai berjalan mengendap-endap. Di setiap belokan, Rain yang di paling depan selalu melongokkan kepalanya dengan hati-hati. Melihat situasi apakah aman atau tidak untuk melanjutkan perjalanan.

Sampai di pertengahan anak tangga, barulah mereka mampu menghembuskan nafas lega.

“Untung nggak ada hambatan, ahahaha,” tawa riang Rain dan ditimpali tawa oleh kedua rekannya.

Hingga mereka sampai di depan kelasnya, dan Rain membuka pintu.

“Hahahaha,” tawa Rain belum selesai.

“Ehem!”

Deg.

“Kayak kenal nih gue sama ini suara,” ucap Rain kepada Rion dan Nando, yang raut muka keduanya terlihat terkejut. 

“Rain.” mendengar namanya disebut, Rain memutar badannya, dan di depannya sudah ada wali kelasnya. Ibu Amela.

“Eh, Ibu, Saya kira siapa,” sapa Rain dengan cengengesan.

“Dari mana kamu?” tanya Ibu Amela dengan ketus dan menyilangkan tangan di depan dada.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status