Pagi harinya, Rain berangkat sekolah dengan menaiki angkutan umum berwarna biru dari rumahnya. Ia berjalan melewati gerbang sekolah dengan senyuman riangnya.
“Senyum-senyum mulu loe Rain!” Ucap Nando yang entah dari mana datangnya sudah berada di samping Rain.
“Apaan si loe? Kayak demit tahu nggak loe!” ucap Rain sambil menyingkirkan tangan kiri Nando yang tanpa ia sadari sudah ada di pundaknya.
“Yakelah galak amat loe! Mana ada demit ganteng kayak gue gini hah?” ucapnya sambil merapikan kerah bajunya.
“Elooe? Ganteng? Ganteng dari Hongkong!” balas Rain lagi dan disambut cengiran kuda khas Nando, mereka berdua pun berjalan beriringan sampai tiba di kelasnya.
“Eh si nyonya sudah datang!” sapa Rion yang sudah terlebih dahulu berada di kelas Xl IPS 2. Sedang duduk di kursi Rain bersama dengan Bara, Boni, Arya dan teman-teman cowoknya yang lain. Maklum sudah menjadi tradisi bahwa bangku
“Nggak usah sok baik sama gue!” ucap Garda setelah ia tersadar dengan siapa ia berbicara, cewek yang ia katakan aneh. Cewek yang akhir-akhir ini selalu membuatnya emosi.Rain yang mendengar dirinya dibilang sok baik pun hanya mengernyitkan keningnya dan tersenyum.“Terserah sih loe mau ngomong apa ke gue. Tapi kalau gue sok baik, apa untungnya buat gue? Kalau gue nggak tulus apa untungnya gue bersiap diri buat dengerin cerita loe yang gue aja nggak tahu loe buat dramatis atau enggak,” jawabnya enteng.“Alah loe kayak gini biar loe bisa dapat kunci ngebully gue kan? Biar loe bisa bilang ke temen-temen kan kalau gue sadboy! Ngaku aja loe nggak usah munafik!” kini sempurna Garda menghadap ke arah Rain.“Terserah loe mau ngomong apa, terserah loe mau berfikiran buruk ke gue kayak gimana. Terserah loe mau percaya sama gue atau enggak, nggak ada ruginya buat gue,&r
“Rain!” teriak Bella ketika melihat gadis berambut pirang dan berbadan atletis serta proporsional itu berjalan sendirian di koridor sekolah.“Rain!” panggilnya lagi, namun gadis yang dipanggilnya tak kunjung menoleh. Bella berlari menghampirinya dan tahu alasan kenapa teman sebangkunya itu tidak mendengar panggilannya.“Raaaaiiiinnnnnnn!” teriaknya sekali lagi tepat di telinga kanan Rain, sambil menyopot earphone yang Rain kenakan.“Aduuhh! Kuping gue sakit gila! Loe apa-apaan si Bel?” sewot Rain yang merasa paginya sudah berantakan.“Makanya kalau pagi-pagi jangan jalan pakai earphone,”“Gue kalau nggak pakai earphone, sepanjang koridor nih, gue cuma denger orang gosip terus tauk!” ucapnya sambil merangkul bahu Bella, menggiringnya agar mempercepat langkahnya.“Selow aja kali Rain, bel masuk masih lama juga ih,” Bella yang tak suka diburu-buru be
Rain yang sudah diburu waktu pun segera memasukkan buku Bella yang tadi dikeluarkannya ke dalam tas si empunya.Ia bergegas menyusuri sisa koridor dan menaiki tangga. Tak ingin waktunya sia-sia, demi melihat anak tangga dihadapannya lengang, Rain memutuskan menaiki anak tangga dengan berlari. Membawa dua tas di bagian depan dan belakang tubuhnya, membuat ia sedikit limbung saat pertama kali mencoba berlari di anak tangga, tapi dengan cepat ia bisa menyeimbangkan tubuhnya. Langkah demi langkah ia lalui dengan sigap, cermat, dan mantap. Hingga di bagian tangga paling akhir, ia merasakan tubuhnya menabrak dada bidang di depannya. Membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh, beruntung otaknya berjalan cepat dan mengirimkan sensor di rangkaian otot reflek agar membanting tubuhnya ke kiri, menjauhi bagian belakang tubuhnya yang hanya terlihat undakan anak tangga.“Yakelah anak SD mana sih yang ke SMA? Nggak lihat apa untung gue nggak jatuh ke belakang. Kalau jatuh
Tok tok tok.Suara ketukan pintu yang ditimbulkan Garda, membuat Kepala Sekolah yang sedang menandatangani berkas terhenti.“Silahkan masuk!” serunya dan segera membereskan berkas di depannya.“Murid baru ya? Anaknya Pak Ardan?” tanyanya lagi dan mendapat anggukan dari Garda.“Ya sudah silahkan duduk!” menuruti perintah, Garda pun duduk di sofa yang telah di tunjuk kepala sekolahnya itu.“Kemarin Pak Ardan sudah bicara banyak tentang kamu, kamu yang pintar dalam berbagai pelajaran dan sangat sopan. Memang terpancar dari auramu, Nak,” pujinya.“Ah Bapak bisa aja, Papa yang suka berlebihan, Pak. Saya sebenarnya juga sama kayak anak-anak lain, biasa aja,” jawab Garda merendah.“Wah kamu ini sudah pintar tapi tidak mau mengakui, patut diteladani ini, coba saja kalau siswa Bapak semuanya kayak kamu, sudah jadi nomor satu di ibukota ini!” dan mereka berdua pun tertawa b
Halo Madam! Pesen batagor dong!” ucap Rain ke ibu kantinnya itu.“Rain! Jangan panggil Ibu pake panggilan Madam! Emangnya Ibu dukun apa?” sewot Ibu kantinnya, karena kurang suka dengan kebiasaan Rain yang memanggilnya dengan sebutan madam.“Yeee, emang Madam buat dukun doang? Aduuh udah paling cocok dipanggil Madam! Selaras sama outfit Madam yang cetar!” ucap Rain, karena ibu kantinnya ini selalu memakai pakaian yang warnanya terlihat mencolok, ditambah lagi dengan aksesoris yang ada di tubuhnya.“Udah Buk! Nggak usah diladenin si Rain! Anaknya agak stres emang, makanya gitu!” jawab Nando asal-asalan.“Sialan loe bilang gue stres!” sambil menonjok lengan Nando, hingga Nando merintih.“Woi jadi makan nggak nih? Udah mau masuk juga masih aja ribut!” ucap Rion menengahi.“Ya jadi dong! Ya udah Buk, Rain batagor, Saya sama Rion bakso,” jawab Nando.“Siaap!
“Dari kantin nih Bu, tadi Saya buru-buru jadi nggak sempat sarapan,” ucapnya sambil tetap berdiri di pintu kelas. Memegang kenop pintu dengan tangan kanannya.“Alasan kamu kayak gitu terus Rain! Nggak ada yang lain apa?” ketus Bu Amela.“Ada sih Bu, tapi kan Saya emang buru-buru. Masak iya Saya bohong sama Ibu,”“Udah lah. Masuk kalian bertiga, habis pelajaran terakhir kalian bertiga bersihin toilet guru!” perintah Bu Amela.“Tuh kan salah lagi gue! Jujur salah bohong apalagi,” ucap Rain dalam hati.“Yah, tapi Bu?" Nando dengan wajah memelasnya ingin protes.“Nggak ada tapi-tapian Ndo! Udah sana kalian bertiga duduk di kursi masing-masing!” tanpa ingin memperpanjang masalah, mereka pun berjalan ke arah bangku mereka.“Yah, padahal kita udah biasa nih suruh bersihin kamar mandi. Nggak ada yang lebih kejam apa hukumannya?” bisik Rion dan mendapat c
Baru saja Garda duduk, Rain langsung memutar badannya menghadap ke belakang, membuat Garda hampir saja terjatuh dari kursinya."Widih, namanya Garda ya, Bang?" ucap Rain sambil mengulurkan tangan kanannya, yang hanya dilirik sekilas oleh Garda."Bang beng bang beng, emang gue abang loe?" sewot Garda karena masih kesal dengan peristiwa tadi pagi."Selow aja napa si? Ganteng-ganteng ngegasan! Belum kenal aja udah sewot uuuu!" Rain yang merasa kesal pun membalikkan tubuhnya ke depan, dan segera teman-temannya menghampiri meja Garda. Berebut memperkenalkan diri dan menyalami Garda, kecuali Nando dan Rion yang malah duduk di meja Rain."Bel, loe mau ikut antri kenalan sama si Gonzales?" tanya Nando ketika melihat Bella akan membalikkan kursinya."Gonzales siapa bege? Cortizo! Beda jauh anying!" ucap Rain menahan kesal sekaligus tawa."Ya terserah kita manggilnya lah, lagian enakan manggil Gonzales, iya nggak?" dalih Rion dan mendapat anggukan set
“Oalaahh, Rion dari tadi ngeledek Boni karena cemburu? Ya ampun ini cuma permainan, Nak!” ucap Bu Sri setelah mendengar perkataan Bella tadi, dan seisi kelas menyorakinya.“Ih enggak Bu! Siapa yang cemburu? Saya nggak suka tu sama modelannya Bella! Apalagi kalau sama Boni, ya dia kalah jauh Bu!” jawab Rion kelabakan, karena senjata makan tuan.“Ternyata selama 2 tahun ini, sudah menyimpan rasa," ledek Bu Sri sambil menahan tawanya.“Enggak Bu! Sumpah ini!” Rion yang ingin menyakinkan Bu Sri dan teman-temannya, mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya sejajar dengan kepala.“Ya sudah! Biarlah untuk sekarang perasaan Rion ia pendam, nanti kalau sudah tidak kuat, siap-siap kamu terima ya Bella!” sontak ledekan di dalam kelas semakin menjadi-jadi. Bahkan Rain sampai memukul-mukul meja, berbeda dengan Garda yang hanya tersenyum.“Ya sudah, silahkan kalian berdua buka!”Boni d