Share

6

Author: Elysian
last update Last Updated: 2025-03-02 23:06:23

Aku melirik Shane yang juga sedang menatapku. Kami sama-sama fokus mendengarkan suara mama di sambungan.

"Kalian sudah menikah satu tahun, tapi Melody belum juga hamil. Sebenarnya ada masalah apa? Kalian sudah pernah memeriksakan diri ke dokter, belum?"

Aku memilin-milin ujung gaun selututku. Bingung hendak menjawab apa.

Shane berdehem sebelum akhirnya buka suara. "Ma, Melody masih sangat muda. Mungkin memang belum waktunya."

Mama berdecak. "Melody sudah dewasa, Shane. Justru karena dia masih muda, seharusnya dia masih sangat subur. Terus terang, mama dan papa serta orang tuamu mulai khawatir dengan pernikahan kalian terutama setelah artikel itu tersebar. Apa kalian benar-benar menjalankan rumah tangga selayaknya suami istri?"

Nafasku mulai memburu. Sejak kecil, aku terkadang membohongi mama untuk menyelematkan diri ketika aku melakukan kesalahan. Tetapi kebohongan yang kulakukan hanyalah kebohongan-kebohongan kecil seperti berpura-pura sakit ketika lelah dengan semua les atau membuang sayuran ke tempat sampah karena tak ingin memakannya. Untuk hal sebesar ini, aku sama sekali tidak berani berbohong.

"Jangan khawatir, Ma. Aku sudah jelaskan ke Mama dan Papa, juga orang tuaku kalau artikel itu tidak sepenuhnya benar. Pertemuan itu hanya sebuah kebetulan," terang Shane mencoba tenang.

"Lalu bagaimana dengan pertanyaan Mama tentang keadaan rumah tangga kalian?"

Shane menelan ludah susah payah. "Ka--kami... kami sedang berusaha untuk menjalankan semuanya. Mustahil kalau semuanya berjalan sesuai kemauan para orang tua. Pernikahan ini adalah sebuah perjodohan."

Perlahan, kegugupan Shane sirna. Ia mulai mendapatkan kembali ketenangannya dalam berbicara.

"Mama mengerti, tapi tolong kalian pahami keadaan kami. Papanya Melody sudah tidak muda lagi. Kamu tidak mungkin mengurusi semuanya sendirian, Shane. Baik kami maupun orang tuamu butuh pewaris."

Shane terlihat sudah kehabisan kata-kata. Orang tua kami memiliki kesamaan, yaitu selalu menuntut kepatuhan kami sebagai anak mereka. Pertama adalah perjodohan, sekarang pewaris.

"Ma, aku dan Mas Shane baru setahun menikah. Kami masih ingin menikmati masa-masa berdua," ucapku berbohong. Untunglah mama tidak bisa melihat wajah gugupku saat ini.

Mama terdiam sebentar sebelum berbicara lagi, namun dengan nada lebih tinggi. "Jadi maksudmu, kalian sengaja nunda anak?!"

Aku gelagapan dibuatnya. "Enggak, Ma! Enggak. Kami nggak nunda. Mungkin emang belum dikasih aja."

"Kalau terus seperti ini, minggu depan kalian ikut Mama. Mama akan buat janji dengan dokter Rendra untuk memeriksakan kalian berdua."

Mata Shane melebar, mulutku separuh terbuka. Kami sama-sama panik dengan apa yang baru saja kami dengar.

"Gak perlu, Ma. Aku sama Melody udah pernah periksa ke dokter dan hasilnya baik-baik saja. Ke depannya kami akan lebih berusaha," ujar Shane berusaha terdengar meyakinkan.

Mama menghela nafas. "Ya sudah. Kami kasih kalian waktu selama beberapa bulan ke depan. Kalau belum ada hasilnya, kita ke dokter. Apapun itu caranya entah bayi tabung atau sejenisnya, asalkan kalian segera mendapatkan momongan."

Aku dan Shane bersandar pada sofa begitu panggilan dari mama telah usai. Kami sama-sama memandang kosong ke depan.

"Cepat atau lambat, semuanya bakal kebongkar..." gumamku.

Shane mengurut pangkal hidungnya. "Bagaimana menurutmu?"

Aku meliriknya sekilas. "Apanya?"

Shane mengedikkan bahunya. "Tentang punya anak. Orang tua kita tidak akan berhenti sebelum kita bisa memberikan apa yang mereka pinta."

Aku hampir tertawa karena merasa ucapan Shane barusan terdengar konyol. "Kamu serius menanyakan itu, Mas? Kamu 'kan yang paling menentang perjodohan ini. Kamu juga yang memutuskan agar kita tidur di kamar yang terpisah. Sekarang kamu nanyain pendapat aku tentang punya anak?"

Raut Shane berubah kesal. "Keadaan menuntut kita, Mel."

"Terus apa? Kamu tahu hal yang dipaksakan tidak akan berakhir baik. Kamu lihat perjodohan kita. Kamu dan aku adalah korbannya. Lalu kalau kita terpaksa punya anak, anak kita yang jadi korbannya. Dia harus lahir dari ayah dan ibu yang tidak saling mencintai. Aku yakin kamu cukup dewasa untuk memahami ini, Mas."

Shane memejamkan matanya dan menghembuskan nafas kasar. "Hanya karena kita gak saling mencintai, bukan berarti kita gak bisa jadi orang tua yang baik. Tapi terserah kamu. Aku gak akan memaksakan apapun itu ke kamu."

Usai berucap demikian, Shane berdiri dan pergi ke kamarnya. Aku terlalu pusing dengan semua ini sehingga tak sanggup untuk berpindah ke kamarku. Jadi aku memutuskan untuk tidur di sofa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   135 (ENDING)

    Melody tersenyum selagi menatap lembar terakhir album foto yang berada di pangkuannya. Sudah dua puluh dua tahun berlalu semenjak foto itu diambil. Foto yang tertempel di dalam album itu memang terlihat sedikit usang, tapi dia masih memiliki file foto yang bisa ia cetak ulang kapanpun ia mau. Hanya saja, foto yang pertama kali dicetak inilah yang paling berkesan baginya. Di foto terlihat wajahnya ketika baru memasuki usia delapan belas tahun. Bibirnya sedikit merengut selagi mengenakan gaun pengantin yang indah. Bahkan untuk ukuran masa sekarang, gaun itu tidak terlihat kuno sama sekali. Dan di sebelahnya terdapat Shane yang sudah cukup matang di usia dua puluh sembilan tahun. Rautnya tak kalah masam dibandingkan Melody. Namun, siapa yang sangka kalau pernikahan yang diawali dengan paksaan itu kini menjadi pernikahan yang tidak akan pernah mereka lepaskan sampai kapanpun. Masih terekam jelas tiap kejadian yang pernah Melody lalui. Di usianya yang masih sangat muda, dia harus me

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   134

    Melody tidak ingat berapa kali ia dan Shane bercinta semalaman. Pukul sembilan pagi, dia terbangun dengan rasa ngilu di sekujur tubuhnya. Biasanya Melody bangun paling lambat pukul enam pagi semenjak tinggal bersama Seira. Tadi dia sempat terbangun pukul tujuh, tapi matanya masih terasa berat sehingga memutuskan untuk lanjut tidur. Dengan susah payah, Melody membuka matanya. Tubuhnya masih terbalut dengan selimut yang hangat. Seingat Melody ketika ia jatuh tertidur karena kelelahan, dirinya tidak sempat mengenakan pakaian. Namun kini, sebuah gaun tidur terpasang di tubuhnya. Bisa dipastikan, Shane yang memakaikan gaun itu padanya. Diliriknya tempat tidur Shane yang sudah kosong. Saat Melody membuka mata pukul tujuh tadi, Shane sudah tidak ada di sana. Pria itu pasti tetap bangun di waktu biasa dia bangun. Tidak peduli selarut apapun dia tidur atau selelah apapun, Shane selalu bangun pagi. Melody menyingkap selimut kemudian bangun dari tidurnya. Ia meraih jepit rambutnya kemudian

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   133 (18+)

    Selagi menunggu Shane yang masih berada di kamar mandi, Melody tetap duduk di sisi ranjang. Kakinya bergerak-gerak gelisah. Melody tidak ingin mengingat kapan pertama atau terakhir kali dia pernah melakukan ini karena baginya itu bukan bagian yang penting dari masa lalunya. Sepuluh menit kemudian, Shane keluar dari kamar mandi dengan sehelai handuk yang melilit di pinggangnya. Shane sempat tersenyum pada Melody ketika dia berjalan memasuki ruang ganti. Melody berdecak. "Ngapain harus pakai baju lagi sih?" gumamnya tak habis pikir. "Walaupun nanti berakhir dilepas, setidaknya harus pakai pakaian dulu," sahut Shane yang rupanya mendengar gumaman Melody. Melody hanya memutar matanya. Kegugupannya sirna sudah, digantikan dengan kekesalan. Padahal tadi Shane terlihat begitu bersemangat. Sekarang pria itu malah menghabiskan waktu lumayan lama di ruang ganti. Melody sudah membuang jauh-jauh ketakutannya agar bisa melayani Shane selayaknya pasangan suami istri. Namun seakan sengaja

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   132

    Dalam perawatan yang tepat, lengan Shane pulih hanya dalam beberapa hari. Pria itu tidak pernah mengeluh tiap kali dokter datang untuk membersihkan dan merawat lukanya. Shane benar-benar totalitas karena ia ingin segera pulih dan menyelesaikan urusan-urusan yang tertunda selama beberapa hari belakangan. Hari ini mereka akhirnya bisa pindah ke rumah baru karena tangan Shane sudah bisa digerakkan dengan lebih leluasa. Shane sudah bertekad untuk tidak menunda-nunda lagi karena dia sudah tidak sabar menjalankan rumah tangganya dengan Melody. Sejak menikah, Shane merasa pada dasarnya dia dan Melody hidup di atap yang terpisah. Shane tinggal di apartemen yang baru dia beli sedangkan Melody tinggal di mansion milik keluarganya. Shane bisa saja pindah ke tempat Melody, tapi dia tidak bisa melakukannya. Mansion itu bukan miliknya, melainkan milik keluarga Kusuma. Membawa Melody ke apartemennya juga dirasa kurang bijak karena Seira suka bermain di halaman yang luas. "Rasanya kayak gak lag

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   131

    Entah sudah berapa kali Shane melirik Melody yang sejak kemarin pagi mendiaminya. Melody hanya berbicara ketika ada dokter dan perawat yang memeriksa Shane atau orang perusahaan yang mengunjunginya. Sore ini Shane sudah diperbolehkan pulang dan sekarang mereka tengah duduk bersampingan di kursi penumpang sementara supir tengah mengemudikan mobil. Jam pulang kerja menyebabkan jalanan menjadi macet sehingga mereka menghabiskan waktu lebih lama di mobil dalam situasi yang canggung. Shane menahan diri untuk tidak langsung bertanya pada Melody karena dia tahu jika dia sampai salah bicara saja sudah bisa dipastikan akan terjadi perang. Keadaan Melody yang kini sudah hampir mengingat semua kejadian yang pernah dilupakan juga membuat Melody mulai mendapatkan sifat aslinya kembali. Shane tidak masalah akan hal itu, tapi menghadapi Melody yang asli memang membutuhkan ekstra kesabaran. Shane mencoba mengingat-ingat kembali apa dia telah melakukan tindakan yang tidak sesuai atau salah bicar

  • Beri Kesempatan Untuk Pernikahan Kita   130

    Matahari belum terbit ketika Shane terbangun. Posisi tidurnya masih sama seperti semalam. Berbaring miring ke arah kanan. Sementara Melody, dia masih terlelap dengan posisi membelakangi Shane. Shane menahan diri untuk tidak menarik wanita itu ke dalam dekapannya. Karena jika dia berbuat demikian, kemungkinan lukanya kembali terbuka dan mengakibatkan proses penyembuhan yang lebih lama. Dengan sedikit meringis, Shane duduk. Ia meraih ponselnya yang terletak di atas meja nakas. Ada beberapa pesan yang belum terbaca. Shane membuka pesan-pesan itu satu persatu. [Tasya: Saya sudah menjadwalkan ulang seluruh agenda Pak Shane selama dua minggu ke depan. Dan sesuai permintaan Bapak, untuk sementara Pak Yogas yang menggantikan Bapak untuk mengawasi proyek-proyek yang sedang berjalan.] [Yogas: Woi! Seenaknya saja ngasih beban berat ke aku tanpa konfirmasi dulu! By the way, lekas sembuh. Si Leo bocah brengsek itu gak bakal aku ampuni kali ini.] Shane menghela nafas membayangkan Yogas pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status