Share

06. Jeff Masih Anjing

06 | Jeff Masih Anjing

Suara tawa Jeff terdengar membuat Liv ingin sekali menonjok Jeff hingga giginya rontok. [Loh, aku gak nyiksa kamu loh, Liv. Aku malah mau menawarkan bantuan.]

"Oke, jadi Mas Jeff mau menawarkan bantuan apa?" tanya Liv karena nampaknya Jeff mulai sedikit waras kali ini.

[Katanya aku cuma main-main?] goda Jeff. Liv melotot. Demi Squidward. Jeff benar-benar bikin stress. [Aku masih mau melihat kesungguhan kamu, Liv. Jadi, saran aku jangan gerundel [¹] dan yang ikhlas kalau aku suruh-suruh. Siapa tahu aju nanti mau kamu temui buat membahas foto nakal kamu]

"Brengsek!" maki Liv. Persetan dengan jabatan Jeff, mulut CEO itu mulai terdengar seperti hidung belang yang pantas dicaci maki dan ditampar. Mulutnya jelas-jelas melecehkan Liv secara verbal.

"Ngomong-ngomong. Ternyata dada kamu secantik wajah kamu ya, Liv." Jeff tertawa di ujung sana membuat Liv memerah. "Dirawat baik-baik buat suami kamu kelak, Liv. Tapi aku berharap, suami kamu nanti bukan cowok yang kemarin."

Liv mendengkus, "Gak usah ikut campur sama urusan saya. Sekarang Mas Jeff di mana?"

Tangan Liv terkepal sudah siap menghantam wajah Jeff sekarang juga.

[Kenapa tanya begitu? Mau nyamperin saya?] Kekehan terdengar. Suara Jeff terdnegar ganteng meskipun Liv masih ingin menampar mulutnya.

"Iya, saya mau melabrak Mas Jeff!" ketus Liv.

[Gak usah repot-repot, Liv! Saya lagi sama Melvin dan Jeje. Kamu mau mereka tahu foto-foto nakal kamu?]

Liv mengerang kesal. Ia tahu bahwa kartu matinya ada di Jeffares Raharsa Anjing Julian. Jika ia menghampiri Jeff tentu saja dua sahabat Jeff itu akan kepo, terlebih Melvin yang terkadang seperti reporter Insert. Gosip sana, gosip sini. Liv tentu tak ingin jika Melvin dan Jeje tahu, Jeff saja sudah bikin pusing apalagi ditambah dua manusia itu.

[Calm down, kalau saatnya tiba, aku pasti akan membicarakan ini sama kamu. Baik-baik ya, hari ini kan kamu ada jadwal kuliah.]

Klik.

Begitu saja panggilan itu diputus sepihak oleh Jeff. Liv meradang sampai ke ubun-ubun. Kesal tak terkira dengan CEO PT Main Bersama yang ternyata mesum.

Sialan!.

Dasar binatang di KBS! [²]

Liv menarik napas untuk menenangkan diri, "Kalem Liv. Kalem, chill, dan relax!" Gadis itu lantas menarik napas dan menghembuskannya. "Kalem, chill, dan relax!" ulangnya lagi.

Berulang kali Liv melakukam hal itu. Berhubungan dengan Jeff bisa-bisa membuat ia terkena hipertensi alias darah tinggi. Liv yidak ingin terkena stroke atau serangan jantunh akibat komplikasi darah tinggi akibat meladeni kelakuan Jeff.

Liv harus tetap tenang dan cantik.

"Benar kata si Anjing, gue harus ke kampus sekarang!" Liv segera mengambil ranselnya dan berpamitan dengan Erin. Gadis itu lantas bergegas ke kampus dari tempat magang.

***

Liv memarkir motornya di depan Fakultas Psikologi yang berdampingan dengan Fakultas Teknik. Jelas saja, deretan mahasiswa yang sedang asik makan siang itu langsung menunjukkan atensi ke arah Liv yang baru mencabut kunci motor.

Liv senang gedung fakultasnya berdampingan dengan gedung fakultas teknik yang didominasi oleh kelamin laki-laki itu. Yah, walaupun jurusan dan fakultasnya didominasi kaum hawa, tapi, karena gedungnya bersebelahan dengan fakultas teknik. Liv bisa mengenal banyak kaum adam dari fakultas itu.

Bahkan ia bisa tebar pesona dan memamerkan kecantikannya di hadapan para mahasiswa yang tengah menikmati makan siang di kantin.

Liv suka menjadi pusat perhatian dan parkiran di antara gedung fakultas psikologi dan fakultas teknik adalah lokasi sempurna untuk show up.

Kasak-kusuk dari mulut mereka terdengar seperti dengungan lebah yang tengah bergosip. Liv tahu, jika para mahasiswa itu sedang membicarakan dirinya. Membicarakan kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Memuji bibirnya yang berisi dan kenyal serta selalu tersapu liptint merah chery, memuji pipinya yang kemerahan, atau memuji bulu matanya yang lentik dan alisnya yang tegas membingkai matanya yang indah.

Pujian memabukkan dan Liv ketagihan.

Hah, waktunya bersenang-senang, batin Liv.

Perlahan ia melepaskan helm. Jika rambut gadis lain akan lepek setelah terkena debu jalanan. Rambut Liv berbeda, tetap bervolume dan mengembang. Hitam legam panjang bahkan angin yang menerpa Liv membuat gadis itu seperti sedang iklan shampoo.

"Cuk, ayu banget!"

"Bangsat, garai pengen!"

"Ayune talah jodone wong!"

Liv tersenyum samar. Pujian mereka menyalakan bara percaya diri milik Liv. Ia yakin bahwa di kehidupan sebelumnya ia adalah seorang Dewi yang digilai manusia maupun Dewa. Buktinya, sekumpulan mahasiswa itu tak berkedip menatap Liv. Pandangan mereka tak teralih darinya.  Liv menyibak pelan poninya, merapikan anak rambut dan para lelaki itu masih menatapnya penuh damba.

Kemudian Liv mengambil tali rambutnya, para lelaki itu sudah mulai heboh sendiri.  Saat rambutnya terangkat, para mahasiswa itu menelan ludah. Tulang selangka dan leher Liv seolah dipahat saat Tuhan sedang bahagia. Cantik dan sexy, terekpose lantaran gadis itu mengenakan blouse dengan mode sabrina yang memerkan bahu dan lehernya yang indah.

Banyak yang bilang jika lelaki suka melihat gadis yang menguncir rambutnya. Liv sedang mempraktikkan itu sekarang. Dan hasilnya, semua mahasiswa itu melongo semua.

Liv tertawa puas dalam hati.

"Astaghfirullah, aurat sist!"

Liv menoleh dan Hanna langsung menyampirkan jaket angkatannya ke bahu Liv untuk melindungi bahu gadis itu dari tatapan para mahasiswa dan lelaki yang ada di sana.

"Kebiasaan pamer kecantikan. Gak lihat tuh si Edward udah pengen nerkam kamu!" gerutu Hanna.

Ck, Hanna gak seru!

"Gak apa-apa kali, punya wajah cantik dan badan bagus ya harus dimanfaatin dong," sahut Liv. Gafis itu lantas melambai ke Edward yang disebut oleh Hanna tadi, "Hai, Edward!"

Edward terkejut dan mendadak pingsan disapa oleh Dewi Kampus. Mahasiswa di sana mendadak iri dengan keberuntungan Edward.

Harvey, kembaran Hanna, memaki, "Cuk, dasar penggoda!"

Liv terkekeh sembari memakai jaket berlogo Desain Komunikasi dan Visual milik Hanna. "Emang aku menggoda, wajar sih mereka mupeng." Liv kemudian tertawa, "Emang kamu aja yang gak normal makannya gak tergoda sama aku, Vey!"

Harvey mengecimus, mengolok-olok Liv dengan mulutnya yang menye-menye. "Mohon maaf nih, Liv. Aku normal ya, su! Seleraku sih ukhti-ukhti muslimah bukan yang suka umbar aurat kayak kamu!"

Memang di antara semua lelaki di Universitas Hanggara hanya Harvey seorang yang sudah ilfeel dengan Liv. Kembaran Hanna itu sudah tahu semua kartu mati Liv. Yah, karena Hanna adalah sahabat lekat Liv. Hanna jadi tahu semua rahasia gadis itu. Dan karena Hanna tidak bisa menyimpan rahasia dari Harvey kembarannya, tentu saja Harvey tahu segala tentang Liv mulai dari kebaikan sampai keburukannya.

"Alah, kamu cuma takut aja saingan sama Om-om itu makannya mencoba menahan diri dari Liv," celetuk Hanna yang dihadiahi tatapan sebal oleh Harvey.

Memang sih awalnya Harvey sempat terpikat sihir kecantikan Liv tapi begitu tahu siapa saingannya dalam merebut hati Liv. Harvey tahu diri dan mundur teratur. Menjadi teman Liv sudah cukup untuk Harvey.

Setidaknya saat ini. Enggak tahu esok hari ....

"Duh cocotnya," gumam Harvey. "Tapi bener juga sih. Aku gak mau lah di-blacklist kantor-kantor pemerintah karena merebut Liv." Pemuda itu lantas bergidik ngeri. "Ibu-ibu kantor Dukcapil kebih serem dari ibu kost nagih iuran."

Liv terdiam sesaat. Ah, membicarakan wakil wali kota alias Darma Rajendra membuatnya rindu. Gadis itu membuka kunci layar ponselnya dan segera mencari room chat-nya dengan Darma.

Liv meringis kecil melihat pesannya yang masih centang ganda abu-abu tanda diabaikan.

Kak Darma, aku kangen!

———

[¹] berbicara di belakang

[²] KBS : Kebun Binatang Surabaya

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status