Share

8

Author: Rasyidfatir
last update Last Updated: 2025-11-05 05:49:53

"Semalam aku kelihatan takut ya?" tanyaku, mencoba terdengar ringan padahal dalam dada ada gugup yang menyerang. Mengingat mimpiku semalam begitu menekan hatiku.

Fikar mengangguk pelan. “Iya. Aku dengar Kakak sesenggukan, terus… wajah Kakak kayak orang ketakutan. Aku khawatir, tapi aku nggak berani bangunin. Jadi… aku cuma biarin Kakak tetap tidur sambil… peluk aku.”

Aku menggigit bibir bawahku, menahan perasaan yang mendadak menghangat di dada. “Maaf, ya. Aku bikin kamu repot.”

“Bukan repot, Kak,” sahutnya cepat, lembut sekali.

“Aku cuma pengen Kakak nggak merasa aman.”

Kalimat itu menancap pelan di hatiku. Aku menarik napas panjang, menunduk sebelum akhirnya berbisik lirih.

“Aku… mungkin kelihatan aneh ya. Semalam itu aku mimpi buruk. Rasanya nyata sekali… kayak aku kembali ke masa-masa yang paling menyakitkan.”

Fikar diam mendengarkanku dengan seksama. Aku bisa merasakan tatapannya hangat, penuh perhatian.

Ia menggenggam jemariku di pangkuan, mencoba menahan getaran suaraku. “Aku
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Berondong Sewaan Pilihan Suamiku   9

    Hari ini kami pulang dari hotel. Akhirnya kembali ke dunia nyata. Dimana aku di hadapkan keadaan yang sering membuatku terasa sesak. Aku melangkah masuk ke rumah dengan langkah pelan. Bersama Fikar yang membantuku membawa koper. Sesuai rencana, Mas Azzam menyuruhku tinggal di rumah ini bersama Fikar. Dan tentu saja rumah ini jauh dari keramaian. Rumah baru yang sengaja di pilih Mas Azzam untuk menjalankan rencananya. Tiba-tiba langkahku terhenti ketika mendapati sosok yang tidak asing sedang berdiri di ruang tamu. Mas Azzam bersandar santai di kusen pintu dengan ekspresi dingin.“Kamu akhirnya pulang juga,” ucap Mas Azzam pelan, suaranya datar namun sarat makna."Iya ... meski aku tahu kamu tidak pernah menginginkanku," jawabku asal."Benar ... tapi yang ku inginkan kamu hamil anak Fikar. Dan kalau sudah lahir serahkan padaku," petingatnya.Fikar terdiam membisu mendengarkan perkataan Mas Azzam."Fikar ... kamu tahu kan tugasmu? Kalau kamu berhasil membuat istriku hamil maka kamu ak

  • Berondong Sewaan Pilihan Suamiku   8

    "Semalam aku kelihatan takut ya?" tanyaku, mencoba terdengar ringan padahal dalam dada ada gugup yang menyerang. Mengingat mimpiku semalam begitu menekan hatiku.Fikar mengangguk pelan. “Iya. Aku dengar Kakak sesenggukan, terus… wajah Kakak kayak orang ketakutan. Aku khawatir, tapi aku nggak berani bangunin. Jadi… aku cuma biarin Kakak tetap tidur sambil… peluk aku.”Aku menggigit bibir bawahku, menahan perasaan yang mendadak menghangat di dada. “Maaf, ya. Aku bikin kamu repot.”“Bukan repot, Kak,” sahutnya cepat, lembut sekali. “Aku cuma pengen Kakak nggak merasa aman.”Kalimat itu menancap pelan di hatiku. Aku menarik napas panjang, menunduk sebelum akhirnya berbisik lirih. “Aku… mungkin kelihatan aneh ya. Semalam itu aku mimpi buruk. Rasanya nyata sekali… kayak aku kembali ke masa-masa yang paling menyakitkan.”Fikar diam mendengarkanku dengan seksama. Aku bisa merasakan tatapannya hangat, penuh perhatian.Ia menggenggam jemariku di pangkuan, mencoba menahan getaran suaraku. “Aku

  • Berondong Sewaan Pilihan Suamiku   7

    Langit malam terasa begitu sunyi. Hanya detik jam dinding yang terdengar di kamar. Aku menggeliat gelisah di atas ranjang, napasku memburu. Entah kenapa, dadaku terasa sesak dan keringat dingin mulai mengalir di pelipis. “Jangan… jangan dekati aku…” gumamku dalam mimpi yang menakutkan. Bayangan wajah Mas Azzam muncul begitu jelas, membuat tubuhku menggigil. “Aku benci kamu! Jangan ganggu keluargaku!” teriakku, hingga suaraku memecah kesunyian malam. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat, seseorang memelukku, lembut tapi kokoh. Tubuh itu bergetar, namun menghadirkan rasa aman. Aku tak tahu apakah ini mimpi atau nyata. Dalam ketakutanku aku hanya bisa bergumam, “Jangan pergi… aku takut…” Dan aku merasa pelukan itu mengerat, diiringi suara lembut di telingaku. “Aku di sini, Kak. Jangan takut, nggak ada apa-apa.” Pelan-pelan napasku mulai tenang. Kegelapan di dalam mimpiku perlahan memudar, dan aku pun terlelap lagi dalam kehangatan. ** Saat mataku terbuka pagi harinya, sinar

  • Berondong Sewaan Pilihan Suamiku   6

    "Bagaimana?Kalian sudah melakukannya?" tanya Mas Azzam di telepon. "Sudah," jawabku pendek."Kalau begitu bagaimana hasilnya? Kamu beli tespek, kan?" tanya Mas Azzam lagi."Belum," jawabku malas."Tunggu apa lagi! Beli sekarang di apotek!" perintah suamiku di telepon."Oke."Aku pun mengakhiri telepon. Malam-malam suamiku sudah menggangguku. Aku merasa Mas Azzam itu bodoh, misal aku melakukannya dengan Fikar tidak mungkin juga sehari langsung ada garis merahnya. Bodo amat! Lama-lama tahu begini dia jadi makin enggan pulang ke rumah. Pria itu makin lama makin gila saja."Ada apa Kak? Mengapa Kakak cemberut?" tanya Fikar."Tidak ada apa-apa, kamu tidur saja," jawabku. "Kak, kita ini teman. Kakak tidak boleh menyimpan masalah sendiri. Sekarang Kakak punya teman cerita yaitu aku. Aku tidak akan membiarkan Kak Airin tenggelam dalam kesedihan sendirian," ucap Fikar.Aku terdiam sejenak. Kata-kata Fikar membuat dadaku terasa hangat, tapi sekaligus perih. Aku tak terbiasa ada seseorang yang

  • Berondong Sewaan Pilihan Suamiku   5

    Aku membuka pintu perlahan. Seorang petugas hotel berdiri dengan troli makanan lengkap dengan penutup peraknya. Senyumnya ramah, tapi mataku tak benar-benar fokus padanya. Aku hanya ingin semuanya cepat selesai. “Silakan taruh di sini,” ucapku pelan sambil menunjuk meja kecil di dekat jendela. Petugas itu menata semua dengan rapi sebelum pamit. Begitu pintu tertutup, aroma sup hangat dan lauk menggoda memenuhi kamar. Suasana mendadak terasa berbeda hangat tapi juga asing. Aku melihat Fikar menelan ludah, matanya berbinar seperti anak kecil. “Wah, enak banget keliatannya,” katanya dengan nada polos. Aku tersenyum kecil. “Ya sudah, ayo kita makan. Nanti keburu dingin.” Ia buru-buru menarik kursi, canggung, seolah takut bersikap salah. “Silakan duluan, Kak. Aku nanti aja.” Aku menatapnya sekilas, geli melihat sikap sopan yang berlebihan itu. “Santai aja, Fikar. Kita makan bareng.” Begitu ia duduk, kami mulai menyendok makanan masing-masing. Aku memandangi sendokku yang penu

  • Berondong Sewaan Pilihan Suamiku   4

    “Siapa namamu?” tanyaku setelah Mas Azzam pergi. Aku mencoba tenang meski suasana kamar ini terasa begitu canggung. “Namaku Fikar,” jawabnya lirih. Pemuda itu terlihat tidak nyaman menatapku. Ia buru-buru memilih melihat ke arah lain. Mungkin aku terlihat menyedihkan sekali. Suamiku saking tidak inginnya menyentuhku sampai menyuruh pria lain menghamiliku. Ironis bukan? “Baiklah, Fikar… aku harap kamu tidak memintaku melakukan hal di luar kehendakku,” ucapku pelan. Aku menoleh sebentar ke arahnya, lalu kembali mengalihkan pandangan. Bibirku mengerjap pahit. Senyum getir yang bahkan aku sendiri tak yakin artinya apa. “Aku tahu… situasi ini aneh untukmu.” Ia mengangguk gugup dan memilih duduk di sudut kamar, menjaga jarak. “Iya… jujur aja, aku nggak pernah bayangin bakal kenalan dengan cara seperti ini. Apalagi dengan seseorang yang….”Kalimatnya terhenti. Aku bisa menebak sisa ucapannya. “Dengan seseorang yang lebih tua darimu, begitu?” tanyaku tersenyum tipis. Ia buru-bur

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status