Tok tok tok!"Ka… Kak Airin?” panggilnya dengan suara setengah bergetar dan sedikit gugup.Pintu berderit pelan saat gagangnya diputar dari dalam. Fikar terkejut menatap rambutku yang masih terurai menutupi sebagian pipi. Ia terlihat kikuk saat menatapku.“Kak… maaf kalau ganggu,” ucap Fikar, menunduk sopan. “Aku cuma… ingin tahu, Kakak baik-baik saja?”Aku menghela napas tipis, lalu menyingkap rambut yang menempel di pipiku. “Aku baik-baik saja, masuklah."Fikar melangkah ke dalam kamar, dan entah kenapa, suasananya terasa berbeda. Ada aroma lembut, menenangkan sekaligus membuatku gugup. Aku duduk di tepi ranjang, mencoba menenangkan diri. Tapi begitu Fikar masuk dan menutup pintu pelan, hatiku malah semakin berdebar.Dia menatapku lama. Tatapannya membuatku canggung, tapi di sisi lain… ada sesuatu di matanya yang sulit kuabaikan.“Ini juga kamarmu,” kataku, mencoba terdengar tenang. “Setelah kupikir-pikir, aku ingin segera punya anak agar drama ini segera berakhir. Dan aku bisa le
Last Updated : 2025-11-05 Read more