Short
Bertukar Hidup dengan Putri Kaya Palsu

Bertukar Hidup dengan Putri Kaya Palsu

От :  ChandaraПолный текст
Язык: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Недостаточно отзывов
8Главы
2.0KКол-во прочтений
Читать
Добавить в мою библиотеку

Share:  

Report
Aннотация
Каталог
SCAN CODE TO READ ON APP

Orang tua, kakak dan tunanganku yakin bahwa lingkungan tak ada hubungannya dengan kepribadian seseorang. Karena itu, mereka mengirimku dan si putri palsu ke dalam mesin waktu yang baru saja dikembangkan. Kami berdua diminta untuk menjalani kehidupan satu sama lain. Jika si putri palsu tetap bisa menjadi orang yang luar biasa dalam kondisi sulit, mereka akan sepenuhnya meninggalkanku. Namun, aku juga ingin tahu, bagaimana seorang putri yang terbiasa hidup dalam kemewahan, bisa bertahan hidup di hari yang bahkan untuk makan saja sulit?

Узнайте больше

Chapter 1

Bab 1

Setelah duduk di dalam mesin waktu, seorang petugas memasangkan helm di kepalaku.

Di depanku, putri kaya palsu bernama Mia Selina duduk dengan sikap penuh percaya diri, bahkan mengangkat alisnya dengan angkuh ke arahku.

Kisah keluarga kaya di novel tentang anak yang tertukar kini benar-benar terjadi padaku dan dirinya.

Sayangnya, akulah yang menjadi anak kandung yang dibawa pergi oleh pengasuh sejak kecil.

Ketika aku masih hidup dalam keluarga angkat yang kerap menyiksaku, Mia menikmati kehidupannya dengan mengenan gaun indah, belajar di sekolah internasional dan bersiap untuk belajar ke luar negeri.

Saat aku terpaksa menjual barang bekas karena tak mampu membayar uang sekolah, Mia sedang manghamburkan uang untuk pesta ulang tahunnya.

Hingga suatu hari, sekolah mengadakan pemeriksaan kesehatan massal dan ditemukan bahwa golongan darah Mia tidak cocok dengan keluarganya.

Barulah mereka sadar bahwa ada sebuah kesalahan besar.

Namun, saat orang tua kandungku akhirnya menemukanku, melihatku dalam kondisi lusuh sambil membawa kantong sampah, mereka justru menyesal.

Mereka membawaku pulang, tetapi hanya memberiku kamar kecil milik pembantu, sementara Mia tetap dibiarkan tinggal di rumah.

Aku pun bertanya dengan nada penuh kebingungan, "Kenapa dia masih di sini?"

Mata Mia langsung berkaca-kaca dan berkata manja, "Kalau kakak nggak suka aku di sini, aku bisa pergi. Aku tahu, keluarga ini mungkin sudah nggak akan menerimaku."

Usai dia bicara, suasana rumah menjadi kacau. Orang tua dan kakak laki-lakiku buru-buru menghiburnya, bahkan menatapku dengan pandangan penuh amarah.

Aku sadar, jika aku tidak berbicara dengan tegas sekarang, mungkin aku tidak akan punya kesempatan lagi.

Dengan nada tenang, aku berkata, "Sepertinya aku perlu mengingatkan kalian. Aku bukan anak yang tertukar, tetapi sengaja ditukarkan. Hidup mewah yang dia nikmati selama belasan tahun itu seharusnya milikku. Kalau kalian tetap membiarkannya tinggal di sini, bukankah ini seperti memberitahu dunia bahwa cara ini adalah jalan pintas untuk mengubah nasib?"

Namun, kakakku yang tampak gagah itu malah membanting sendoknya dengan marah dan menatapku tajam, lalu berkata, "Aku sudah menganggap Mia itu sebagai adikku selama ini. Aku nggak perlu soal hubungan darah atau anak tertukar. Bagiku, dia satu-satunya adikku. Kalau ada yang harus pergi, itu kamu!"

Melihat betapa anehnya keluargaku ini, aku hanya menggelengkan kepala dan bersiap pergi untuk kembali hidup sebagai gelandangan.

Namun, langkahku terhenti oleh suara ayahku yang tegas.

Terlihat dia sangat tegas, berkata, "Cukup! Nggak perlu ribut, bukankah masalahnya hanya siapa yang pantas tinggal dan siapa yang harus pergi? Keluarga Selina nggak akan menerima orang yang nggak erbakat. Kebetulan, perusahaan telah mengembangkan mesin waktu. Kalau kalian berdua bisa menjalani kehidupan satu sama lain dengan sempurna, aku akan memilih siapa yang akan tetap tinggal."

Begitu mendengar itu, aku dan Mia sama-sama mengangguk tanpa membantah.

Namun, aku tahu kompetisi ini hanya terlihat adil di permukaan. Kenyataannya, semua ini sangat menguntungkan Mia.

Bagaimanapun, dia sudah mendapat pendidikan yang bagus selama ini, sementara aku harus memasuki kehidupan kelas atas dengan identitas gadis kampungan.

Namun sayangnya, mereka semua salah.

Kehidupan di desa yang mudah mungkin terlihat sederhana, tetapi kehidupan di rumah orang tua angkatku tidaklah demikian.

Aku ingin tahu, ketika Mia harus berjuang untuk membayar uang sekolah dari hasil menjual barang bekas, lalu uang itu dirampas, apa yang akan dia lakukan?

Tak lama kemudian, hari ekspresimen pun tiba.

Produk terbaru dari Grup Selina akan diuji untuk pertama kalinya dan kebetulan peserta uji cobanya adalah aku dan Mia, putri asli dan putri palsu.

Dengan nilai jual setinggi itu, tentu saja ayah kandungku tak ingin melewatkan kesempatan ini.

Deretan kamera dipasang di hadapan kami. Saat arus listrik mulai mengalir melalui helm, siaran langsung pun dimulai.

...

Yang ditampilkan pertama kali adalah ingatan milik Mia.

Layar besar di depan kami sempat gelap beberapa saat. Aku tahu, itu adalah proses transfer kesadaran Mia ke dalam memori masa laluku.

Di saat yang sama, pembawa acara memanfaatkan momen itu untuk bertanya kepada ibu kandungku, "Nyonya, menurutmu, siapa yang akan memenangkan tes ini?"

Ibu kandungku mengangkat dagunya tinggi-tinggi dengan ekspresi bangga, meskipun dia berusaha terlihat rendah hati. Dia menjawab, "Meski Mia bukan anak kandungku, aku yakin dengan kepribadiannya. Dia pasti akan menjadi yang terbaik di lingkungan sesulit apapun."

Meski dia tidak secara langsung berpihak, nada bicaranya sangat jelas menunjukkan keberpihakannya pada Mia.

Di sampingnya, ayah kandungku, kakakku dan tunanganmk mengangguk penuh keyakinan.

Namun, aku tetap tenang. Setelah bertahun-tahun menjalani hidup yang sulit, aku sudah terbiasa.

Tidak mendapatkan cinta dari keluarga? Bagiku, itu bukan masalah besar.

Di layar, komentar siaran langsung terus bermunculan. Aku melirik sekilas dan hampir semuanya memuji Mia, "Mia memang jago dalam segala hal, mulai dari piano hingga melukis. Tinggal di desa terpencil? Itu hal yang mudah untuknya!"

"Benar sekali! Ini seperti pemain level dewa yang main di level pemula."

Aku hanya tersenyum tipis, mereka terlalu meremehkan cara kejam ibu angkatku dalam menyiksa orang.

Tak lama kemudian, kesadaran Mia berhasil terhubung.

Layar besar langsung menampilkan sebuah rumah kecil yang kumuh.

Meja kayu yang kotor, selimut penuh tambalan dan nuansa suram seolah menggambarkan kehidupan tanpa harapan.

Mia yang terlihat berusia sekitar lima atau enam tahun berdiri terpaku di tengah ruangan.

Tampak kebingungan dengan tempatnya berada.

Namun, sebelum dia sempat menyesuaikan diri, sebuah sapu langsung menghantam tubuh kecilnya.

Gadis itu terjatuh ke lantai.

Sementara, pemilik sapu itu adalah seorang wanita bertampang galak, berteriak marah, "Dasar anak nggak berguna! Disuruh potong rumput malah bengong. Mau kena pukul lagi?"

Usai bicara, sapu itu kembali menghantam tubuh kecil Mia. Adegan ini langsung memicu suara iba dari para penonton dan kedua orang tua kandungku, "Jadi Marilyn, putri kandung keluarga kaya itu hidup dalam lingkungan seperti ini? Perempuan itu kejam sekali! Bisa-bisanya tega memukul anak sekecil itu!"

"Benar-benar lingkungan hidupnya begitu buruk, nggak heran kalau Marilyn nggak disukai orang-orang."

"Tapi Mia pasti berbeda! Dia pasti tetap bisa hidup bersinar di tengah lumpur!"

Aku mendengar komentar mereka tanpa menanggapi, hanya tersenyum tipis.

Mia yang kesakitan segera bangkit dari lantai, memanggul keranjang yang lebih besar dari tubuhnya dan pergi ke bukit belakang untuk memotong rumput.

Namun, kebiasaannya sebagai seorang putri kaya tetap terbawa.

Tangannya yang halus dan terlatih bermain piano segera melepuh hanya setelah memotong beberapa batang rumput.

Hingga malam tiba, keranjangnya belum juga penuh.

Dia hanya bisa pulang ke rumah lusuh itu dengan kepala tertunduk.

Ibu angkatku melirik hasil kerjanya dan langsung marah besar, "Kenapa hanya segini? Besok kalau masih malas seperti ini, awas kukupas kulitmu!"

Setelah itu, dia melemparkan sebuah mangkuk kecil kotor ke depan Mia dengan wajah kesal dan berkata, "Makanlah, dasar pemboros."

Mia tampak tidak nyaman, pendidikan yang baik di masa lalunya membuat dirinya jijik dengan mangkuk itu.

Namun, karena kelaparan, dirinya tetap makan sedikit demi sedikit.

Namun, meskipun menghabiskan seluruh isi mangkuk, rasa laparnya belum juga hilang.

Dengan hati-hati, dia memberanikan dirinya bertanya, "Aku masih lapar, boleh tambah lagi?"

Namun, permintaan itu dijawab dengan tamparan keras oleh ibu angkatku, "Makan terus! Kerja sedikit, tapi maunya makan banyak! Dasar! Pergi sana!"

Perlakuan ibu angkatku memancing umpatan dari para penonton.

Aku hanya tersenyum melihatnya.

Sudah tak tahan? Padahal, kehidupan seperti ini masih akan berlangsung selama bertahun-tahun.

...

Melihat senyuman di wajahku, kakakku yang dikenal sebagai pebisnis sukses menatapku dengan penuh kebencian. Dia berkata, "Kamu punya hati nurani, nggak sih? Adikmu dipukul sampai sebegitunya dan kamu malah bisa tersenyum?"

Para penonton yang mendengar ucapannya langsung mengangguk setuju.

Seolah aku dan ibu angkatku bersekongkol. Mereka semua mengarahkan kebencian itu padaku.

Aku hanya mengangkat bahu dengan santai menjawab, "Aku juga melewati kehidupan yang sama persis seperti itu. Jadi, kenapa aku harus menertawakannya?"

"Lagipula, ibu angkatku adalah ibu kandung Mia. Kehidupan ini memang seharusnya milik dia."

Mendengar jawabaku, kakakku terdiam dan kehilangan kata-kata untuk membalas.

Saat hendak membantahku, perhatiannya tertuju kembali ke layar, di mana Mia terus mengalami kesulitan.

Kehidupan di rumah ibu angkatku penuh dengan pekerjaan berat.

Seperti menggembalakan sapi, memotong rumput, membersihkan rumah dan memanen padi.

Namun, Mia yang di kehidupannya sebelumnya hanya belajar seni dan sastra,

dia sama sekali tidak terbiasa dengan pekerjaan seperti itu.

Hampir setiap hari, dia gagal menyelesaikan tugas yang diberikan dan akhirnya dipukuli.

Para penonton yang tadinya memuji Mia sebagai sosok anggun, kini terdiam.

Mereka mulai mencari-cari alasan untuk membenarkan situasi, "Kehilangan kesabaran dalam lingkungan seperti itu, memang wajar. Tapi setidaknya dia tetap menjaga moralnya!"

Namun tak lama kemudian, komentar itu dibantah oleh kenyataan.

Mia yang setiap hari bekerja keras tanpa cukup makan akhirnya tak sanggup lagi menahan lapar.

Saat dia mendapati ibu angkatku diam-diam makan ayam goreng sendirian, dia tak bisa menahan diri.

Di tengah malam, dia menyelinap masuk ke dapur dan mencuri ayam itu.

Dia memakannya dengan lahap, seperti orang yang sudah tidak makan berhari-hari.

Namun, tindakan itu malah ketahuan. Ibu angkatku menghajarnya habis-habisan dengan rotan, meninggalkan luka-luka di tubuhnya yang tak akan pernah hilang seumur hidup.

Para penonton yang sebelumnya mengagungkan moral Mia kini terdiam seribu bahasa.

Mereka merasa canggung sambil mengusap tangan.

Suatu hari, ibu angkatku menyuruh Mia menyalakan api untuk memasak seperti biasa.

Namun, Mia tidak tahu caranya.

Dia malah memasukkan banyak kayu kering ke tungku, tetapi tetap tidak berhasil menyalakan api.

Karena takut dipukul, dia panik dan terus menambahkan batu bara ke dalam tungku, berharap api segera menyala.

Melihat itu, aku berkata dengan tenang, "Dia nggak seharusnya melakukan itu."

Mendengar itu, tunanganku yang sejak tadi kesal, menatapku dengan marah dan berkata, "Kamu memang kejam sekali! Kamu hanya mau lihat Mia dipukul, 'kan? Kalau apinya nggak segera menyala, perempuan gila itu pasti akan memukulinya lagi!"

Aku hanya menggelengkan kepala tanpa berkata apa-apa.

Tak lama kemudian, ibu angkatku masuk ke dapur dan api itu masih belum berhasil dinyalakan.

Melihat itu, ibu angkatku langsung menendang Mia dan memarahinya, "Dasar bodoh! Hanya menyalakan api saja, nggak bisa?! Malah buang-buang bahan bakar saja?!"

Aku pun menjelaskan, "Untuk menyalakan api, pertama-tama harus menggunakan kertas yang sudah dibakar dengan pemantik. Kalau nggak, kayu dan batu bara nggak akan menyala dan hanya membuang-buang bahan saja."

Mendengar penjelasanku, pembawa acara tampak kagum. Pengetahuan seperti ini memang biasanya hanya diketahui oleh orang-orang yang pernah hidup di desa.

Namun, dia sama sekali tak menyangka bahwa aku memiliki pengalaman hidup yang begitu kaya.

Pandangan para penonton terhadapku yang tadinya penuh kebencian kini mulai melunak.

Namun, aku tetap tidak peduli. Mataku tetap terpaku pada layar yang memperlihatkan perjuangan Mia.

Tak lama kemudian, titik balik besar pertama dalam kehidupan kami berdua tiba, yaitu hari pertama aku masuk sekolah.

Orang tua kandungku mendengus, "Mia memang dilahirkan sebagai pelajar. Dia itu anak yang ditakdirkan untuk melakukan hal besar, bukan untuk melayani orang. Begitu dia masuk sekolah, semuanya pasti akan berubah."

Namun di layar, Mia menunggu dari pagi hingga malam, tetapi tidak ada pemberitahuan dari kantor desa.

Akhirnya, dia memberanikan diri untuk bertanya pada ibu angkatku, "Bu, kenapa aku nggak pergi sekolah seperti anak-anak lain?"

Ibu angkatku langsung mendorongnya dengan kasar sambil berkata keras, "Sekolah? Buang-buang uang saja kamu?! Nggak boleh pergi!"
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Комментарии

Комментариев нет
8
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status