“Kau sudah bertemu dengan Rhys?” Tao bertanya pada Kai tidak lama setelah lelaki itu tiba.Rhys bersama dengan gadis itu.Rekan-rekannya mengerutkan dahi.“Gadis?” Tao melirik Aric yang berada di sebelahnya. “maksudmu gadis yang selalu datang ke hutan?”Kai mengangguk. “Entah apa yang sudah dikatakan oleh Rhys pada gadis itu tapi kurasa gadis itu ada di pihaknya. Dia selalu berusaha menutup mulut setiap kali aku menyanyakan soal Rhys padanya.”“Kita bisa melakukan semuanya tanpa dia, kan? Biarkan saja dia dengan manusia itu.” Denzel berujar.“Tapi rencana kita tak akan berhasil jika tak ada dia, kan? Kekuatannya sangat dibutuhkan agar ritual itu berhasil,” sambung Tao. “Aku pernah menemui gadis yang kuketahui bernama Isla itu di sekolahnya. Dia hanyalah gadis biasa yang tak tahu apa-apa soal Betelgeuse. Namun sepertinya para manusia
Semakin hari, suhu di kota Goteborg semakin menurun, padahal ini masih pertengahan tahun yang artinya, sebentar lagi musim panas akan datang. Namun bukannya suhu yang hangat yang didapat, justru suhu rendah yang menyelimuti keseharian orang-orang."Jangan lupa pakai mantelmu, Isla!" titah Maria dari bawah.Di dalam kamar, Isla yang baru saja hendak membuka pintu itu seketika berdecak dan memutar kembali tubuhnya dan kembali membuka lemari, mengeluarkan salah satu mantel tebal miliknya."Ibuku memang agak menyebalkan dan cerewet, jadi kuharap kau tidak kesal selama berada di rumahku," ujar Isla asal pada Rhys yang kini duduk di atas sofa miliknya yang berada di kamar."Tapi itu pertanda kalau ibumu itu perhatian," ujar pria itu.Isla hanya memutar kedua matanya dan gadis itu bergegas memakai mantel. Namun kedua kakinya lagi-lagi berhenti begitu mencapai pintu, dan tubuhnya kembali berbalik."Aku sudah menyiapkan makanan untukmu di dalam laci
"Mustahil." Isla menatap ke luar jendela dengan pandangan yang tak percaya."Isla!" Teresa menatap Isla yang secara tiba-tiba keluar dari kelas. "Isla!" panggilnya sekali lagi, namun Isla sama sekali tak menggubrisnya dan gadis itu dengan cepat menghilang dari pandangan Teresa.Satu per satu anak tangga Isla turuni dengan langkah terburu-buru dan sepanjang jalan murid-murid sudah mulai memenuhi koridor, membuat Isla menelan ludah. Kejadian di luar tentu saja bukan fenomena alam biasa, ia tahu betul, pasti ada dalang di balik semua ini.Kedua kaki Isla menyentuh permukaan rumput yang kini sudah mulai memutih secara perlahan, dengan pandangan yang menatap ke sekitar, berharap ia akan segera menemukan seseorang namun hasilnya nihil.Selang beberapa detik kemudian sebuah batangan es yang menyerupai stalaktit, persis yang ia temui di Trollehallar melewati wajahnya sebelum akhirnya menancap di atas permukaan tanah tepat di sebelah sepatunya.
"Isla kau tak apa?" Teresa menghampiri Isla yang terduduk di luar.Kedua mata milik Isla lalu menatap ke sekitar dan mendapati dirinya yang sudah berada di depan lobi sekolanya, padahal jelas-jelas kalau dirinya berada di atap beberapa saat yang lalu."Kau baik-baik saja? Aku mendadak khawatir karena kau tiba-tiba berlari keluar dari kelas jadi aku menyusulmu ke sini," ujar Teresa seraya membantu Isla berdiri."Kau tidak melihat siapa-siapa tadi?" tanya Isla.Kepala Teresa menggeleng, "Aku hanya melihatmu di sini dan kau sudah terduduk di atas permukaan tanah jadi aku semakin panik karena berpikir kalau telah terjadi sesuatu padamu.""Tidak mungkin, padahal jelas-jelas kalau aku tadi berada di atap bersama dengan dua pria itu," batin Isla.Tunggu!"Saljunya sudah berhenti?" Isla baru menyadari kalau salju yang tadu berjatuhan itu kini sudah tak ada lagi, membiarkan salju yang sudah mencapai permukaan bumi
"Aku pulang." Isla memasuki rumahnya dan ia langsung merebahkan tubuhnya di atas permukaan sofa dengan kedua mata yang langsung ia pejamkan.Namun selang beberapa detik setelahnya gadis itu kembali membuka kedua matanya saat menyadari kalau rumahnya dalam keadaan yang begitu sepi, beda seperti biasanya.Isla langsung meletakkan tasnya asal dan gadis itu pergi ke dapur dan ibunya tak ada di sana."Rhys?" panggilnya seraya memeriksa setiap sudut ruangan namun ia tak menemukan anjing di sana. Ia beberapa kali memanggilnya sebelum akhirnya naik ke atas dan memeriksa kamarnya."Rhys?" Kamarnya dalam keadaan kosong, tak ada Rhys di sana. Lalu berjalan menuju jendelanya dan melihat ke luar namun Rhys tak ada di sana. "Ke mana dia? Apa dia kembali ke Trollehallar sendirian?" gumamnya. Ia lalu kembali keluar dari kamar untuk memeriksa di belakang rumah."Apa dia sedang pergi dengan ibuku?" gumam Isla, namun rupanya dugaannya kali ini salah, kare
Kedua mata Isla terbuka dan ia mendapati dirinya sudah berada di halaman belakang rumahnya kembali, namun tanpa Rhys. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar dan benar-benar tak menemukan pria itu di sana."Rhys!" panggilnya, namun nihil. Ia tak mendengar adanya suara Rhys di sana."Rhys!!" Isla berlari memasuki rumahnya untuk memastikan keberadaan Rhys namun pria itu benar-benar tak ada di sana.Rhys sengaja membawa dirinya ke tempat tadi hanya untuk memancing Kai dan juga Hugo, baru setelah itu ia kembali membawa Isla pulang, namun ia sendiri memilih bertahan di sana."Kenapa dia harus berada di sana sendirian? Itu terlalu ceroboh! Aku tahu mereka adalah teman-temannya tapi— tapi mereka terlalu berbahaya!" Isla mencoba memikirkan sesuatu. Ia bahkan tidak tahu di mana tempat tadi. Apa itu salah satu tempat di Betelgeuse? Lalu bagaimana caranya dia ke sana? Apa dia memakai mesin waktu?Isla tak bisa berpikir dengan benar. Ia harus
Rhys menatap semua makanan yang ada di atas meja. Ia tak banyak makan makanan lain selain yang diberikan oleh Isla padanya, namun kali ini, secara mengejutkan Maria menawarkan makan malam padanya setelah wanita itu mengetahui semua tentangnya."Maaf karena aku hanya memberikan makanan kecil dan juga sosis. Kau pasti akan menyukai masakan ibuku, rasanya enak sekali, makanlah. Aku dan ibu sudah makan tadi," ujar Isla."Te-terima kasih." Rhys menerima piring yang diberikan oleh Maria padanya."Kau harus makan banyak agar bisa cepat sembuh," ujar Maria. Ia memperhatikan Rhys yang kesulitan memegang sendok karena bahu yang cedera."Isla, kau bisa bantu Rhys makan, kan? Kurasa dia sedikit mengalami kesulitan karena luka di bahu dan lengannya."Kedua mata Isla berkedip dua kali. "A-apa?""Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri—""Tidak, tidak. Kau pasti harus menahan rasa sakit dan itu tidak bagus. Isla, sana bantu Rhys. Aku
Isla berlari melewati gerbang sekolahnya dengan tergesa. Pagi ini gadis itu benar-benar datang terlambat karena ia semalaman tak bisa memejamkan kedua matanya, membuatnya harus repot-repot berdoa sepanjang perjalanan menuju sekolah, berharap kalau bel jam pertama belum berbunyi dan guru yang bertugas mengajar di kelasnya belum datang.Kedua kaki Isla berhenti sejenak di salah satu koridor yang mengarah ke kelasnya. Gadis itu berbalik dan menatap ke belakang saat merasa ada seseorang yang memperhatikannya namun ia tak menemukan siapa-siapa di sana."Mungkin hanya perasaanku saja," gumamnya sebelum benar-benar memasuki kelas."Kau terlambat lagi, Isla. Ada apa?" Teresa memutar kursinya ke belakang dan menatap Isla yang masih kepayahan dalam mengatur napasnya."Aku tak bisa tidur semalaman," jawab Isla seraya meletakkan tasnya di atas meja."Aku tadi sempat bertemu dengan Alex dan dia berkata padaku kalau semalam kalian tidak jadi pergi. A