Share

3~BC

Penulis: Kanietha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-23 16:54:48

“Puas sudah ngerebut Bias dari Cia?”

Cinta berniat menutup pintu kamarnya kembali, tetapi Altaf menahannya. Pria itu merangsek masuk, lalu menutup kasar pintu kamar Cinta dari dalam.

“Masih butuh jawaban?” tanya Cinta memandang malas pada kakak laki-lakinya.

Dulu, Altaf dan Kiano adalah dua pria yang sangat menyayanginya karena Cinta adalah satu-satunya perempuan yang ada di rumah setelah ibunya tiada. Namun, setelah papanya menikahi Briana dan membawa Ciara di tengah-tengah mereka, semua berubah. Perlahan tapi pasti, kedua wanita itu menjadi duri dalam kehidupan Cinta.

Sejak saat itu, semua hanya berpusat pada Ciara. Gadis bermuka dua yang sudah membuat kehidupan Cinta berubah 180 derajat.

“Dasar nggak tahu berterima kasih!” Altaf mendekat dan mendorong kepala Cinta dengan telunjuknya. “Kalau bukan karena kebaikan Cia, kamu sudah diusir dari rumah sama papa!”

“Oh.” Cinta hanye merespons singkat.

“Cinta!”

“Apa?”

“Kamu itu betul-betul nggak tahu diri!” Altaf kembali menghardik. “Dari Cia masuk ke rumah ini, kamu selalu benci sama dia! Kamu hasut anak-anak sekolah untuk bully dia, kamu tiru semua yang dia lakukan, dan sekarang kamu rebut Bias dengan cara licik.”

“Oh.”

Mau dijelaskan seperti apa pun, orang-orang akan lebih percaya dengan cerita Ciara, bukan Cinta. Jadi, lebih baik diam, daripada membuang tenaga dengan percuma.

“Kalau bukan adek kandung, kamu sudah aku—”

“Tampar? Atau mau kamu bunùh sekalian,” sela Cinta segera menghabiskan jarak dengan Altaf. Mendongak dan memberi sisi wajahnya pada pria itu. “Silakan tampar,” ucapnya datar. “Cuma kamu satu-satunya orang di rumah ini yang belum nampar aku, kan? Oh! Sama adik kecil kita. Anak bungsu kesayangan semua orang, Farhan ... si pengecut kecil.”

“Cinta!” bentak Altaf mendorong tubuh Cinta menjauh. “Dari dulu, kamu selalu bicara yang nggak-nggak tentang Cia sama mama. Dan satu lagi, jangan pernah bilang kalau Farhan itu pengecut!”

“Dengarkan lagi kalimatku, baik-baik Altaf Naratama.” Cinta kembali menghabiskan jarak. Mengangkat tinggi dagunya tanpa ekspresi. “Tinggal kamu satu-satunya orang dewasa di keluarga ini yang belum pernah nampar aku. Paham sampai sini. Jadi, tampar aja. Nggak usah ditahan-tahan.”

Altaf mengerjap. Berpikir sesaat lalu membalas, “kalau papa sampai nampar kamu, itu artinya kamu memang sudah keterlaluan.”

“Ya sudah.” Cinta meraih tas kerjanya. Melewati Altaf dengan menabrakkan sisi tubuhnya pada pria itu, lalu membuka pintu. “Kalau nggak ada lagi yang mau kamu omongin, keluar dari kamarku!”

Altaf berdecih setelah berbalik. Berjalan perlahan keluar kamar, tanpa melepas tatapannya pada Cinta.

“Ingat! Cepat atau lambat, kamu akan dapat balasan atas semua sikap burukmu ke Cia!” ujar Altaf berhenti sebentar di hadapan Cinta. “What goes around comes around!”

~~~~~~~~~~~~~~~

“Cinta!”

Cinta tidak menggubris panggilan Kiano yang berasal dari lantai dua. Ia terus berjalan keluar rumah, karena sudah muak dengan seluruh anggota keluarga.

“Cinta!” Kiano menuruni tangga dengan segera. Berjalan cepat menyusul putrinya dan menghalangi langkah Cinta yang sudah berada di teras rumah. “Kamu tuli, ha!”

“Oh!” Cinta memasukkan jari telunjuknya ke telinga dan menggoyangkannya sebentar. “Sepertinya iya. Telingaku rada bermasalah sejak Papa mukul aku. Oia, ngapain aku ngomong? Paling juga nggak didengar.”

“Kamu memang nggak tahu diuntung!” hardik Kiano sudah mengepalkan kedua tangan. “Sekarang masuk! Temui Cia dan minta maaf!”

“Untuk?”

“Masih tanya untuk apa!” Kiano mengeraskan suaranya. “Dari dulu kamu itu selalu cari masalah sama Cia! Dan ini yang paling parah! Bisa-bisanya kamu berbuat hal yang kotor sama pacarnya Cia dan merebut Bias!”

“Kenapa Papa nggak marah seperti ini waktu Bias dan keluarganya datang siang tadi?” tanya Cinta maju satu langkah mendekati Kiano. “Harusnya, Papa juga seperti ini ke Bias, bukan cuma ke aku. Iya, kan?”

“Dasar anak kurang ajar!”

“Di mana letak kurang ajarku, Pa?” tanya Cinta tetap memelankan suaranya. “Karena aku barusan tanya baik-baik.”

Kiano mencengkram siku Cinta, membawanya kembali masuk ke dalam rumah dengan paksa. “Gara-gara kamu, Cia dari tadi cuma ngurung diri di kamar! Jadi, sekarang datangi Cia dan minta maaf!”

Cinta mencoba mengimbangi langkah lebar Kiano. Terlebih ketika pria itu menaiki tangga. Sementara Altaf, hanya berdiri di ujung tangga, menjadi penonton.

“Cia!” Kiano mengetuk pintu kamar Ciara. “Cinta mau minta maaf.”

Cinta tersenyum miring dan melepas tawa sinis. Ia menatap kamar yang dulu pernah menjadi milikinya sebelum terusir dari sana.

Tidak lama setelah Kiano menikah dengan Briana dan membawa wanita itu ke rumah, Cinta bertengkar dengan Ciara. Pertengkaran pertama mereka, yang membuat hidup Cinta berubah seketika.

Karena keributan tersebut, Ciara jatuh dari tangga lantai dua. Kakinya terkilir dan bahunya bergeser. Yang lebih parah adalah, Ciara mengadu jika Cintalah yang telah mendorongnya.

Sejak saat itu, Cinta tidak lagi diizinkan menginjakkan kaki di lantai dua dan kamarnya seketika menjadi milik Ciara.

“Diam, Cin!” desis Kiano saat pintu kamar Ciara terbuka dan Briana berdiri di antara celahnya.

“Cia nangis terus dari tadi,” keluh Briana menatap dingin pada Cinta. “Dia nggak mau makan.”

“Masuk!” Kiano membuka pintu kamar dengan lebar, lalu membawa Cinta masuk untuk menemui Ciara. “Minta maaf!” ucapnya sambil melepas kasar tangan putrinya.

“Cia ...” Cinta duduk di tepi tempat tidur, tepat di samping Ciara yang duduk terpekur. “Kali ini, aku nggak akan minta maaf.”

“Cinta!” hardik Kiano menghampiri dan menarik tubuh Cinta menjauh. “Keluar kamu dari rumah ini.”

“Ini rumah mamaku.” Cinta tersenyum miring. “Rumah ini, rumah pemberian opa, ayah mama. Jadi, papa nggak berhak ngusir aku dari sini karena rumah ini bukan rumah Papa.”

“Dasar anak kurang—”

“Tampar,” Cinta mendongakkan wajah pada papanya. “Bela terus anak TIRI papa itu! Dan ingat—”

“Pergi dari sini.” Altaf buru-buru menarik tubuh Cinta, sebelum ayah mereka benar-benar menampar gadis itu. “Keluar! Dan nggak usah kembali kalau keadaan belum tenang.”

“Nggak usah sok jadi pahlawan!” Cinta menghentak tangan Altaf begitu berada di luar kamar dan menunjuk tajam pada sang kakak. “Kalian semua sama aja! Dan ingat ini baik-baik, Al. Aku, nggak akan pernah nyerahin rumah ini ke tangan Cia!”

“HEI!” Altaf menepis tangan Cinta dengan kasar. “Siapa yang mau nyerahin rumah ini ke tangan Cia? Rumah ini—”

“Nggak usah drama!” desis Cinta memotong ucapan Altaf. “Bilang ke papamu itu, langkahi dulu mayatku kalau mau nyerahin rumah ini ke anak kesayangannya! BYE!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (11)
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
makin seru aku suka karakter cinta
goodnovel comment avatar
Dinastie
pernah baca cerita kayak ini, ...
goodnovel comment avatar
sitizakia@gmail.co
orang baik kalo terus terusan disakiti bakal jadi monster
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Bias Cinta   87~BC

    “Siang, Bu Briana,” sapa Dinda formal dan ramah, tetapi tetap santai. “Saya Dinda Kanaya, dari–”“Saya nggak terima wawancara apa pun,” tolak Briana memotong ucapan gadis yang memakai kemeja putih dan celana hitam. Mirip penampilan seorang karyawan magang. Dari name tag yang tergantung di lehernya, Briana dapat membaca dari perusahaan mana gadis itu berasal, “jadi pergi dari sini.”“Saya nggak bisa pergi, kalau belum dapat bahan, Bu,” balas Dinda beralasan.Dinda yakin, Briana sama sekali tidak mengingatnya. Ia memang pernah pergi ke kediaman Naratama, tetapi hanya sekali saja berpapasan dengan wanita itu. Itu pun, Briana sama sekali tidak menghiraukannya.“Jadi, saya bakal ada di samping Ibu, sampe saya dapat bahan. Kalau nggak dapat hari ini, besok juga nggak papa,” lanjut Dinda tetap memasang senyum ramah, “ini bukan seperti wawancara, cuma … seperti ngobrol biasa. Kalau Ibu nggak berkenan jawab, juga nggak papa.”“Siapa yang nyuruh kamu?” Briana tersenyum miring, “Cinta?”“Bos say

  • Bias Cinta   86~BC

    “Ngapain bumil sampe repot-repot datang ke sini?” celetuk Dinda begitu duduk di sebelah Cinta di kursi lobi. “Kan, sudah kubilang, kita ngobrol di telpon aja.”“Kangen lihat SM,” ucap Cinta sambil menggandeng lengan Dinda, “yok ke kafe atas bentar, mas Bias bentar lagi jemput. Masih di jalan dia.”“Hmm …” Dinda mencebik cukup lama, “kangen aku, apa kangen abang.”Cinta terkekeh pelan. “Nggak boleh lagi kangen sama abang, herdernya cemburuan.”Dinda tertawa lepas. Tidak pernah terbayang olehnya, hubungan Cinta dan Bias bisa sampai sejauh ini.Dulu, mereka bahkan tidak saling suka, apalagi cinta. Setiap hari, ada saja yang mereka ributkan. Namun, semua berubah. Dari pertengkaran yang tidak ada habisnya, perlahan tumbuh perasaan yang tidak bisa mereka sangkal.Akan tetapi, Dinda ikut bahagia ketika sahabatnya itu akhirnya bisa mendapatkan kasih sayang sebanyak ini. Karena ia tahu benar, bagaimana Cinta menjalani hidupnya setelah kehadiran Briana dan Ciara.“Ini aja aku disindir terus kar

  • Bias Cinta   85~BC

    “Permisiii, Bu Cinta.” Dinda tersenyum lebar setelah seorang wanita membukakan pintu untuknya. Ia berdiri di ambang pintu dan berterima kasih pada wanita yang telah mengantarkannya.Cinta tertawa lepas. Beranjak dari kursi kerjanya untuk menyambut kedatangan sahabatnya ke kantor.“Silakan masuk Bu Dinda,” ucap Cinta menggandeng lengan gadis itu lalu membawa masuk. Tidak lupa, Cinta menutup pintu ruangan yang kini telah jadi miliknya sepenuhnya. Altaf sudah pindah ke ruangan Kiano, jadi ia bisa bebas menerima tamu di ruangannya sendiri.“Enak, ya, sudah punya ruangan sendiri sekarang.” Tatapan Dinda menyapu seluruh ruang yang dekorasinya masih terkesan maskulin. “Dekorasinya nggak diganti.”“Aku lagi mager,” ucap Cinta yang duduk lebih dulu di sofa panjang. Membiarkan Dinda melihat-lihat ruangan kerjanya, “lagian bentar lagi juga kutinggal cuti.”“Eia, ngapain minta aku datang ke sini?” tanya Dinda kemudian duduk di kursi kerja Cinta. Mencoba merasakan bagaimana berada di posisi sahaba

  • Bias Cinta   84~BC

    “Ada yang mau aku bicarakan,” ujar Altaf sudah duduk lebih dulu di teras samping rumah dengan segelas kopi, “banyak sebenarnya. Tapi, kita bisa bicara semuanya pelan-pelan.”Melihat wajah Altaf yang serius, Kiano lantas mendesah pelan. Lagak-lagaknya, putranya akan membahas banyak hal yang akan membuatnya sakit kepala.“Apa lagi yang mau kita bicarakan sekarang?” ujar Kiano duduk di samping Altaf. Sebuah meja kecil menjadi pembatas di antara keduanya, menciptakan sedikit jarak.“Aku ada rencana nikah sama Ranu akhir bulan depan,” ujar Altaf membuka pembicaraan dengan hal yang lebih ringan, “intimate wedding. Jadi, cuma undang orang terdekat.”Kiano mengangguk, sedikit lega mendengar hal tersebut. “Papa serahkan semua sama kamu dan Papa setuju-setuju aja.”“Oke, kalau begitu minggu depan kita makan malam dengan keluarga Ranu sekaligus nentuin tanggal.”Kiano kembali mengangguk. “Apa mau digelar di tempat Bias sama Cinta kemarin?”“Untuk tempat, aku serahkan sama Ranu,” ujar Altaf, “dan

  • Bias Cinta   83~BC

    “Album foto?” tanya Altaf heran, saat menerima tumpukan album yang warna sampulnya sudah pudar dari tangan Cinta. Sudut-sudutnya sudah terkelupas, menandakan usia benda tersebut yang tidak lagi muda.Altaf terdiam sesaat. Ketiga album di hadapannya tampak begitu familiar. Dulu, ia sering melihat album-album itu berjajar rapi di rak buku di ruang kerja papanya, tetapi tidak pernah membukanya.Namun seiring waktu, Altaf tidak lagi memperhatikan ke mana perginya benda-benda tersebut. Sampai hari ini datang, ketika Cinta tiba-tiba membawanya di tengah makan malam mereka.“Kenapa–”“Bentar,” sela Cinta cepat, lalu membuka album foto yang paling atas. Mencari foto yang dimaksud, kemudian menunjuknya, “lihat ini,” ucapnya berlanjut pada album yang kedua dan ketiga. Cinta melakukan hal yang sama secara bergantian. Ia memperlihatkan sosok wanita yang ada di beberapa foto di dalam sana.“Ini …” Altaf menatap Cinta yang berdiri di sebelahnya.Bias buru-buru mengambil sebuah kursi, meletakkannya

  • Bias Cinta   82~BC

    “Jangan lama-lama. Aku capek, mau cepet pulang, bumil perlu istirahat.”Baru saja mereka duduk berempat mengelilingi sebuah meja, Cinta langsung melempar protes tanpa basa-basi. Wajahnya pun sejak tadi hanya datar-datar saja. Ia hanya memberi senyum formal dan anggukan singkat pada Kiano.“Pesan aja dulu,” ucap Bias menyodorkan buku menu pada Cinta. Kemudian, ia merapatkan kursi lalu ikut melihat daftar menu bersama istrinya.Seorang pelayan sudah berdiri di samping meja mereka, bersiap untuk mencatan pesanan.“Mbak, croissant cheese dua, Korean garlic bread dua, red velvet satu, sama triple choco pie lima,” ucap Bias setelah membolak-balik buku menu di tangan Cinta, “pesanan saya barusan di bungkus semua.”Semua mata spontan menatap Bias. Sementara Cinta, langsung mengulurkan tangan dan menepuk-nepuk perut sang suami. Karena ia tahu pasti, semua pesanan yang disebut Bias barusan akan berakhir di perut pria itu.“Ini gimana nasibnya ini,” ujar Cinta lalu mencubit gemas lemak yang ada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status