Senja berjalan di trotoar dengan pikiran bimbang. Terik matahari menembus kulit tidak ia hiraukan. Gadis cantik bermanik mata kecokelatan itu memikirkan kemelut yang terjadi dalam keluarganya.
"Bapak, ibu. Maafkan aku belum bisa membantu kalian. Aku janji akan mendapatkan uang itu segera."Senja terus berjalan tanpa memperhatikan langkah. Rasanya ingin sekali menjerit sekencang mungkin untuk bisa mengurangi beban yang kini tengah menggelayuti pikirannya.Langkah Senja terhenti ketika tiba-tiba ada seorang pria menghadang dan berkata yang membuat Senja terkejut bukan kepalang. Membuyarkan semua lamunan. Menerbangkannya jauh ke awang-awang."Menikahlah dengan saya, maka saya akan membantu menyelesaikan masalah keluarga Anda."Pria asing yang entah dari mana datangnya itu tiba-tiba saja berkata seperti itu. Tanpa basa-basi, bahkan menyapa pun tidak. Kedua bola mata Senja membulat. Bagaimana tidak, ia sama sekali tidak mengenal pria tersebut, tiba-tiba saja mengajak menikah. Aneh sekali. Rasanya seperti sedang bermimpi."Si--siapa Anda? Kenapa tiba-tiba datang dan bicara seperti itu kepada saya?" Senja berkata dengan gugup.Sontak, gadis cantik itu memundurkan tubuhnya karena takut. Pria asing berwajah tampan dengan bulu mata lentik, berhidung mancung, dan perawakan tinggi atletis itu memajukan sedikit tubuhnya, mendekat ke arah Senja."Nama saya Langit. Bersediakah Anda menikah dengan saya dan masalah Anda selesai?" ucap pria asing itu dengan wajah serius, sambil mengulangi kalimatnya."A--apa? Anda ingin menikah dengan saya?" Lagi-lagi kedua bola mata Senja membulat. Wanita itu mengulang kalimat Langit."Apa saya harus mengatakannya kembali? Saya rasa Anda tidak tuli, bukan?" tukas pria itu sambil terus menatap tajam Senja."Tuan, saya tidak mengenal Anda. Tiba-tiba Anda mendekati saya dan mengatakan agar saya menikah dengan Anda. Lelucon apa ini?"ucap Senja yang masih syok berusaha untuk tenang menjawab perkataan Langit.Senja tersenyum kecut, ia masih belum habis pikir dengan perkataan pria asing di hadapannya kini. Tidak kenal, tapi begitu ambisius untuk menikahi gadis itu."Saya serius. Jika Anda mau menikah dengan saya, maka saya akan membantu keluarga Anda. Saya tahu, saat ini Anda sedang membutuhkan uang untuk pengobatan ibu juga membantu memulihkan usaha ayah Anda, bukan?" Jelas pria asing tersebut dengan yakin.Tanpa basa basi pria itu pun membeberkan semua masalah yang tengah dihadapi Senja. Langit juga mengulangi kembali kalimatnya. Sepertinya, memang Langit bersungguh-sungguh dengan ucapannya tersebut."Kenapa pria ini tahu masalahku? Siapa sebenarnya dia?" batin Senja curiga.Ini sudah ketiga kalinya Senja membulatkan kedua bola matanya. Gadis berparas cantik, bermanik mata kecokelatan itu penasaran dengan sosok Langit yang sangat asing karena memang belum pernah bertemu dengan pria tersebut sebelumnya."Tuhan, aku berharap ini hanya mimpi. Bangunkan aku, Tuhan." Senja kembali membatin sambil menepuk-nepuk pelan wajahnya."Aww!" Senja mengaduh pelan sambil memegangi pipi."Ini bukan mimpi. Ini nyata." Kembali Senja bermonolog dalam hati."Dari mana Anda tahu tentang keluarga saya? Apa Anda memata-matai saya?" Senja memberanikan diri bertanya.Senja begitu penasaran dengan Langit. Menatap pria itu dengan sedikit takut. Namun, ia harus mendapatkan jawaban dengan cepat untuk menghilangkan rasa kepenasarannya."Akan saya beritahu nanti. Jika Anda bersedia menikah dengan saya." Langit berkata dingin.Lelaki tampan itu tidak ingin mengatakannya sekarang pada Senja di jalan seperti ini. Pembicaraan yang cukup rahasia tidak mungkin diumbar begitu saja. Apalagi Langit orang terpandang. Pasti akan banyak paparazi yang mengutipnya menjadi bahan berita panas."Saya tidak mau. Saya sama sekali tidak mengenal Anda. Bagaimana kalau ternyata Anda orang jahat? Penculik misalnya? Lalu, Anda meminta tebusan pada orang tua saya. Mereka tidak akan mampu membayarnya. Lebih baik, Tuan cari orang lain saja."Senja menolak mentah-mentah, ia takut jika Langit adalah penculik yang berpura-pura menjadi orang baik. Bagaimana tidak, wajahnya meski tampan, tetapi tatapannya sangat mengerikan. Seperti seekor singa lapar yang hendak menerkam mangsanya."Kalau saya berniat jahat, sudah sejak tadi saya menculikmu. Untuk apa bicara panjang lebar. Membuang waktu saja. Saya hanya menginginkan Anda, bukan orang lain. Percayalah, saya orang baik. Jika Anda merasa khawatir, silakan berteriak jika saya melukai Anda."Langit menahan emosi karena perkataan Senja. Pria itu harus tetap menjaga sikap demi untuk bisa membujuk wanita yang keras kepala dan penuh rasa curiga di hadapannya kini. Senja memang bukan perempuan gampangan yang dengan mudah menerima tawaran laki-laki, apalagi tampan, kaya, dan berwibawa seperti Langit.Justru rasa takut timbul karena ia selalu diajarkan kedua orang tuanya, untuk tidak terlalu percaya kepada orang asing yang sama sekali belum pernah dikenal sebelumnya. Apalagi di zaman sekarang, banyak penculikan dengan berbagai modus dan iming-iming untuk bisa mendapatkan mangsa."Tapi, Tuan ....""Pernikahan kita hanya di atas kertas. Saya tidak akan menyentuh atau menuntut Anda melakukan kewajiban seorang istri. Anda bebas melakukan apa pun yang di sukai," jelas Langit dengan wajah serius."Asalkan Anda tidak melarikan diri dari saya. Hanya dua tahun. Setelah itu, saya akan membebaskan Anda dari perjanjian itu," lanjut pria tampan tersebut.Langit paham, Senja masih ragu dan belum mempercayainya. Pria tampan bermata elang itu pun kembali memberikan penjelasan dan keyakinan agar Senja tidak takut, curiga, dan percaya padanya."Sebaiknya aku terima tawaran dia. Sepertinya, laki-laki ini orang baik. Lagipula, aku memang butuh uang untuk pengobatan ibu dan membangkitkan usaha bapak."Senja membatin.Gadis itu berusaha meyakinkan hatinya untuk mempercayai perkataan Langit. Demi Bapak dan ibunya. Jika memang ini salah, ia rela. Asalkan mendapatkan uang untuk kedua orang tuanya."Baiklah, saya mau menikah dengan Anda. Akan tetapi, apa Anda akan memenuhi janji Anda?""Tentu, semua akan tertulis dalam sebuah perjanjian yang akan kita sepakati bersama. Ikutlah dengan saya untuk menandatangani kesepakatan kita.""Baiklah."Senja pun akhirnya luluh dan menyetujui perkataan Langit. Ini adalah jalan ninjanya untuk bisa cepat mendapatkan uang. Jika harus menunggu dirinya mendapatkan uang dari hasil bekerja, belum tentu bisa terkumpul banyak dalam waktu dekat. Sedangkan sang Ibu harus segera mendapatkan pengobatan agar nyawanya dapat di selamatkan dan usaha ayahnya bisa bangkit kembali.Setengah jam kemudian, Senja dan Langit tiba pada sebuah gedung. Seorang pengacara sudah menunggu di sana untuk memberikan berkas yang akan di tandatangani keduanya. Langit memang sudah merencanakan semua sebelum bertemu dengan Senja."Tanda tangan di sini. Setelah itu, kita ke kantor urusan agama untuk mengurus pernikahan. Saya akan temui orang tua Anda untuk meminta izin," ucap Langit.Pria tampan bermata elang itu menyerahkan dokumen berisi surat perjanjian kepada Senja untuk di tandatangani. Pengacara yang bernama Bram menjadi saksi penandatanganan surat tersebut.Senja membaca isinya. Tanpa menunggu lama ia langsung menandatangani surat tersebut. Kemudian, mereka pun gegas ke rumah Senja dan kantor urusan agama setelah mendapat persetujuan dari kedua orang tua perempuan tersebut.Setelah urusan selesai, Langit mengajak Senja menyiapkan semua keperluan pernikahan. Mulai dari baju pengantin yang akan dikenakan, tata rias, dan cincin pernikahan. Meskipun pernikahan sementara dan hanya digelar sederhana. Namun, tetap disiapkan Langit dengan baik. Semua untuk membuktikan, terutama pada Mami dan papinya bahwa pernikahan itu benar-benar terjadi seperti keinginan mereka.Hari yang di nanti pun tiba, di mana Senja dan Langit akan menggelar pernikahan mereka pada sebuah aula masjid tidak jauh dari tempat tinggal wanita itu. Suasana pun tidak terlalu ramai dan hanya sebentar saja.Pernikahan digelar secara sederhana. Hanya dihadiri kedua orang tua mereka dan empat orang saksi saja. Meski demikian, semua berjalan dengan lancar. Keluarga Senja yang termasuk golongan orang biasa juga tidak mempermasalahkan hal itu. Melihat putri satu-satunya menikah saja mereka sudah bahagia. Begitupun Mami dan papinya Langit yang tidak kalah bahagianya."Setelah menikah, Senja akan tinggal bersama saya di apartemen." Lelaki yang bernama Langit itu berkata di hadapan kedua orang tua mereka usai acara ijab kabul dan sungkeman selesai. "Terserah Nak Langit saja. Bapak sama Ibu tidak menghalangi." Safroni, Ayah Senja berkata dengan pelan dan sedikit gugup sambil menatap lembut ke arah kedua pembelai.Binar bahagia tidak dapat terlukiskan di balik kedua bola mata pria tua itu.
Senja melalui hari-hari seperti biasa, meski kini ia sudah menjadi istri seorang CEO yang sangat tersohor di antreo negeri. Namun, tetap saja itu hanya di atas kertas dan untuk sementara. Jika bukan karena demi menyelamatkan kedua orang tua, wanita cantik itu tidak akan pernah mau menikah apalagi dengan pria asing yang tidak dikenal sebelumnya. Meskipun terlihat dingin dan acuh. Namun, Langit memenuhi janjinya dengan memberikan kebebasan pada Senja untuk menjalankan hari-hari seperti biasa ia lakukan. Begitupun dengan Senja, ia tidak pernah mau mencampuri urusan Langit. Mau ke mana pun pria tersebut pergi dan melakukan apa saja. Malam ini, Langit pulang larut dalam keadaan mabuk berat. Usai ke bar bersama asisten pribadinya. Lelaki itu tampak berantakan sekali. Rambut dan pakaian sudah tidak tertata dengan rapi, ia pun tidak berhenti merancau. Senja membukakan pintu saat Langit tiba dipapah oleh Zack, asisten pribadinya. Dengan cepat Senja meraih tubuh Langit yang terkulai membantu
Zack menghela napas kasar. Pria berkulit hitam manis itu menatap ke arah Langit yang tampak bingung duduk di sampingnya. "Apa Bos lupa semalam ke mana?" tanya Zack mencoba membuat Langit mengingat peristiwa semalam. "Jangan membuat teka-teki. Saya tidak mengingat apa yang terjadi semalam sama sekali." Langit mulai kesal dengan pertanyaan Zack yang membuat kepalanya kembali berdenyut. "Semalam Bos ke bar dengan saya. Lalu, mabuk berat. Nyonya Senja membawa Bos ke kamar dan mengurus Anda. Setelah itu saya pulang dan tidak tahu apa yang terjadi," jelas Zack dengan wajah serius. "Ke bar? Mabuk?" Langit mencoba mengingat kejadian semalam sambil memegang kepalanya. "Saya ingat. Kita ke bar selepas pulang kerja. Saat itu, saya habis terima telepon dari Violeta. Lalu, saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya hanya merasa tubuh saya panas dan pusing. Kemudian, saya ... ah sial! Pasti karena itu Senja seperti ini sekarang." Langit kembali berkata sambil sedikit menggebrak meja. Membuat Zack t
Langit dan Senja berkata bersamaan. Keduanya terkejut dengan perkataan dokter itu. Terutama Senja yang sama sekali belum bisa menerima kenyataan dan melupakan kejadian satu bulan lalu. "Untuk memastikan, sebaiknya ke rumah sakit. Supaya diperiksa lebih lanjut." Dokter itu kembali berkata dengan wajah serius. "Baik, Dok." Langit mengangguk paham. Kemudian dokter pun pamit undur diri. "Tidak mungkin! Aku tidak mungkin hamil! Tidak mungkin!" Senja menggeleng sambil meremas kepalanya. Ia syok mendengar perkataan dokter tadi. Langit mendekat dan langsung meraih kedua tangan Senja. "Tenanglah. Kita ke dokter sekarang untuk mengetahui hasilnya." Langit berusaha menenangkan Senja, meski ia juga masih syok dengan perkataan sang dokter. Namun, tetap tenang agar tidak terbawa suasana. "Saya tidak mau. Tidak mau. Tidak mau!" Senja histeris dan menangis. Ia belum bisa menerima kenyataan jika ternyata dirinya benar-benar hamil. Bagai petir menyambar di siang bolong. "Senja, tenangkan dirimu
Pagi hari, Langit sudah tiba di Yogjakarta menggunakan mobil. Setelah istirahat sebentar di hotel, ia dan Zack pergi mencari Senja. Mengelilingi sepanjang jalan Malioboro, kemudian ke Sleman, Gunung kidul, Kulon Progo, sampai ke Bantul. Namun, belum berhasil menemukan Senja, meski belum semua di kelilingi. Namun, setidaknya setengah dari kota itu telah di lewati hingga larut malam."Sial! Ke mana perempuan itu? Saya sudah berkeliling mencarinya tapi tidak ketemu. Apa informasi yang diberikan Roni salah? Ahh, tapi tidak mungkin. Dia selalu berhasil menyelesaikan kasus seperti ini. Senja! Kau buat saya geram!" Langit meremas rambutnya dengan kasar. Ia kesal karena tidak juga menemukan Senja."Tenanglah, Bos. Nyonya Senja pasti ketemu." Zack yang mulai mencemaskan keadaan Langit pun berusaha menenangkan pria itu."Bagaimana saya bisa tenang? Kau tahu Zack, Senja tidak punya cukup uang untuk bertahan. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya? Dia pergi membawa calon anakku. Saya tidak ingin
Setibanya di rumah sakit, Langit langsung membopong tubuh Senja dan membawanya ke IGD. Dengan tidak sabar ia mendobrak pintu ruangan itu dan berteriak memanggil petugas yang ada."Siapa pun, tolong istri saya!" teriak pemuda itu sambil mendekati perawat yang tengah terkejut dengan kedatangan Langit yang tergesa dan mendobrak pintu dengan cukup keras."Kenapa diam saja? Cepat tolong dia!" Langit yang panik sedikit membentak para perawat itu. Membuat mereka tersentak dan kembali ke alam sadar.Seorang perawat langsung mengambil brankar yang berada di dekat pintu masuk ruangan itu dan petugas lain membantu Langit merebahkan tubuh Senja. Wanita itu langsung di dorong menuju pintu masuk ruang pemeriksaan."Maaf, Tuan tidak bisa ikut masuk. Silakan tunggu di sini." Seorang perawat mencegah Langit yang ingin ikut masuk ke dalam."Tolong selamatkan istri dan calon anak saya." Pria itu meminta dengan penuh harap."Kami akan melakukan semaksimal mungkin untuk menyelamatkan istri dan calon anak T
Hari ke dua Senja di rawat di rumah sakit pasca kejadian malam itu. Kondisinya sudah mulai membaik. Suasana ruang sakit tampak sepi. Langit harus ke kantor pagi-pagi hingga tidak bisa menemani wanita itu.Senja bangkit dari ranjang dan duduk. Kemudian menghela napas sedikit kasar. Ia kembali berpikir untuk melarikan diri dari Langit."Langit tidak ada di sini. Sepertinya Zack pun tidak mengawasi. Situasi rumah sakit juga sepi. Sebaiknya, aku pergi dari sini sekarang. Aku tidak ingin kembali pada laki-laki itu." Senja mencabut paksa selang infus di tangannya. Ia sedikit meringis menahan sakit. Darah menetes dari punggung tangan, tetapi ia tidak peduli. Dengan cepat Senja turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu. Mengintip dari sela jendela. Memastikan situasi aman hingga ia bisa lari. Wanita itu berjalan cepat menyusuri lorong rumah sakit sambil sesekali memegang perutnya yang masih sedikit nyeri.Namun, langkahnya terhenti saat di rasa ada yang memeluknya dari belakang. Ia berus
Satu Minggu berlalu, Senja sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Langit memapah Senja dengan hati-hati dan membantu wanita itu merebahkan diri di kamar. Namun, bukan di tempat Senja biasa tidur. Melainkan di kamar Langit."Kenapa membawa saya ke kamarmu, Mas?" tanya Senja yang terkejut karena tidak di bawa ke kamarnya oleh Langit.Langit menghela napas kasar. "Mulai sekarang, kamu tidur di kamar ini bersama saya karena tidak baik suami istri tapi tidur terpisah." Pemuda itu berkata sambil mengusap kepala Senja yang terbaring."Saya ingin tidur di kamar saya saja. Saya ....""Tidak! Kau harus tidur di sini! Jangan membantah!" Langit berkata dengan penuh penegasan sambil menatap tajam ke arah Senja seolah mengintimidasi. Senja mendengkus kesal sambil menelan ludah. Lagi-lagi tidak bisa membantah perintah Langit."Istirahatlah, saya mau mandi. Jangan macam-macam. Atau saya akan menghukummu!" Lagi-lagi kalimat ancaman yang keluar dari mulut tajam Langit. Membuat Senja tidak bisa berkutik da