Senja sudah diperbolehkan pulang ke rumah, setelah satu bulan di rawat di rumah sakit pasca kecelakaan beberapa waktu lalu. Lagi dan lagi, ia harus kembali ke apartemen Langit yang memiliki banyak kenangan-kenangan. Terutama kenangan buruk sejak dirinya memutuskan menikah dengan Langit.Wanita cantik itu duduk di kursi roda sambil menatap jendela kamar. Memandangi bangunan gedung-gedung bertingkat sambil termenung. Langit masuk ke kamar dan menatap ke arah Senja. Pria itu menarik napas dalam."Sayang, kau sedang melamunkan apa? Kenapa di sini?" tanya Langit sambil mendekati Senja dan berjongkok di samping wanita itu. Kemudian menggenggam sebelah tangan Senja.Senja terdiam. Pandangannya tetap fokus pada jendela. Bibirnya enggan mengeluarkan kata-kata. Langit mempererat genggamannya. Bukan hanya itu, Langit juga mengecup mesra punggung tangan Senja."Sayang ....""Saya merindukan Baby La. Kenapa ibu tidak menjemputmu bersamanya? Apa kau yang melarangnya?" ucap Senja sambil memandang La
Senja masih duduk dekat jendela ruang tamu sambil memegang ponselnya. Wanita itu membuka sandi dan mencari kontak. Kemudian, ia memilih nama Langit dan menekan tombol telepon. Senja menghubungi Langit yang tak kunjung pulang, sedangkan hari sudah hampir sore.Langit yang tengah fokus dengan laptopnya sambil menunggu Zack dan Toni kembali dari pengintaian ya sedikit terperanjat saat ponselnya berdering. Pria itu mengambilnya dari nakas dan menatap layar ponsel. Tertera nama 'My Wife' Langit mengerutkan kedua alisnya."Senja, ada apa meneleponku?" tanya Langit dengan curiga.Tanpa menunggu lama, pria itu pun langsung menekan tombol hijau di sudut bawah kanan ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari sang istri."Halo, Sayang. Ada apa menghubungiku? Apa kau merindukanku?""Halo, maaf jika saya mengganggumu. Mas, maaf tadi saat kau menelepon saya tidak mengangkatnya karena tertidur.""Iya, tidak apa. Saya paham. Hanya itu? Apa ada yang lain ingin kau katakan?""Iya, Mas. Tadi, suster
Malam berganti pagi. Matahari pun sudah memancarkan sinarnya. Cukup menyilaukan karena gorden tidak tertutup sempurna. Langit masih tidur sambil memeluk Senja. Wanita cantik itu membuka mata perlahan sambil sedikit menggeliat. Kemudian merasa ada yang menindih perutnya. Senja menoleh ke samping, betapa terkejutnya ia karena melihat Langit yang terlelap.Senja menyingkirkan tangan Langit perlahan dari perutnya. Lalu, ia berusaha bangkit untuk duduk. Langit membuka mata sambil mengerutkannya, merasa silau oleh sinar mentari yang menerpa wajahnya.Langit segera bangkit dan membantu Senja duduk. "Hati-hati. Morning My Dear." Pria itu mengulas senyum sambil memandangi wajah cantik Senja."Ma--Mas Langit. Kapan kau pulang? Maaf, saya ketiduran sampai tidak mengetahui kedatanganmu," ucap Senja dengan sedikit gugup.Langit kembali tersenyum. Pria itu meraih wajah Senja dan menangkupkannya. "Semalam. Kau tak perlu minta maaf. Saya yang seharusnya meminta maaf padamu. Meninggalkanmu terlalu lam
"Kau jangan takut. Ada saya di sini yang akan selalu melindungimu. Saya tidak akan membiarkan siapa pun melukaimu. Saya tidak akan melepaskannya. Saya berjanji akan mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milikmu, Senja." Langit berkata sambil terus memeluk erat tubuh Senja. Air matanya luruh membasahi wajah tampannya.Senja larut dalam pelukan. Wanita itu sedang berusaha menata hatinya yang kembali terluka. Namun, ada rasa lega karena sudah berbagi beban pikiran yang selama ini menggelayutinya. Senja percaya Langit akan melindungi dirinya. Meskipun kini ia sedang menghadapi konflik yang pelik dengan Langit hingga ia kecelakaan dan seperti sekarang."Maaf, karena kemarin saya membohongimu. Saya tidak ingin menambah beban pikiranmu dan berpikir macam-macam. Namun, setelah kau ceritakan semua, saya mau jujur, kalau kemarin saya dan Zack juga anak buah saya yang lain pergi mencari Barman dan istrinya yang bersembunyi di pulau P kota X. Kami melakukan pengintaian untuk bisa meringkus me
Dari kejauhan tampak Randi melangkah mendekat ke ruang pemeriksaan. Lelaki berparas manis itu berpapasan dengan Langit yang tengah panik menunggu di luar tempat tersebut."Langit," ucap Randi lembut dengan terkejut."Randi." Langit pun tak kalah terkejutnya dengan Randi."Kamu ... Apa yang lakukan di sini? Apa terjadi sesuatu pada Senja? Pasien di dalam apakah itu Senja?" Rentetan pertanyaan di lontarkan Randi dengan rasa penasaran."Iya, di dalam itu adalah Senja." Langit berkata sambil mengangguk pelan."Apa yang terjadi? Kenapa Senja sampai di bawa ke IGD. Apa dia ....""Ceritanya panjang. Singkat cerita, Senja syok dan tak sadarkan diri." Langit kembali berkata, ia tak ingin banyak bicara karena masih mengkhawatirkan kondisi Senja."Baik, aku akan memeriksa Senja dahulu. Kamu berhutang penjelasan padaku," ucap Randi sambil melangkah dan membuka pintu ruangan pemeriksaan. Tak lupa ia berpesan pada pemuda yang berdiri di hadapannya sebelum pergi. Langit mematung, ia juga syok dengan
Senja masih memeluk Langit. Wanita itu begitu ketakutan sekali. Ingatan akan masa lalunya kembali datang dan terus menghantui pikirannya. Langit meski panik tetap berusaha tenang, ia tidak ingin Senja semakin gelisah jika melihatnya."Kau jangan takut. Saya berjanji akan selalu menjaga dan melindungimu. Maafkan saya, tidak seharusnya saya membawamu ke tempat itu dan menemuinya. Saya menyesal telah melakukan itu padamu. Maafkan saya, Senja." Langit berkata lembut di tengah-tengah aktivitasnya. Pria itu semakin merasa bersalah dengan melihat kondisi Senja sekarang."Mas tidak salah. Memang sudah seharusnya saya menemuinya. Cepat atau lambat, semua pasti akan terungkap. Maafkan saya telah membuatmu khawatir. Maaf, jika saya rahasiakan semua darimu. Seharusnya, sejak awal sebelum kita menikah saya bercerita. Mungkin hati saya akan jauh lebih baik saat melihatnya." Senja melepaskan pelukannya. Menatap dalam sang suami dan menggenggam kedua tangannya. Wanita itu merasa bersalah karena menut
Langit tampak kesal sekali. Pasalnya, Barman dan Niken berhasil meloloskan diri dari penjara. Kini, mereka bersembunyi entah di mana. Anak buah Langit sedang berusaha mencari bersama polisi. Namun, belum bisa melacak keberadaan kedua orang itu.Zack yang khawatir dengan kondisi Langit pun datang ke kantor menemui. Benar saja, sampai di sana Zack melihat ruangan tersebut begitu berantakan. Semua isi meja berhambur di lantai. Tak hanya itu, ia juga mendapati Langit tengah tertunduk sambil meremas kepalanya.Lelaki hitam manis itu mendekatinya, ia menghela napas sambil menatap ke arah Langit. Ada segenggam penyesalan karena saat kejadian tersebut Zack tak ada. Kala itu, Zack sedang ditugaskan mencari keberadaan Violeta yang juga menghilang. Kini, para tawanan mereka berhasil meloloskan diri. "Bos, kau jangan khawatir. Aku janji akan membawa mereka ke hadapanmu secepatnya. Jangan buat dirimu seperti ini. Apa kau tidak kasihan dengan Nyonya Senja? Dia membutuhkanmu untuk bisa lekas sembuh,
Barman tampak gelisah, meski ia berhasil melarikan diri. Namun, ia adalah seorang buronan polisi. Tak bisa bebas keluar rumah. Harus melakukan penyamaran agar tidak dikenali, terutama dengan anak buah Langit yang tidak tinggal diam dengan kasus tersebut.Niken tampak menekuk wajahnya. Wanita itu kesal karena harus menjalani hidup seperti ini. Harusnya ia bisa hidup mewah bergelimang harta. Namun sayang, impian hanyalah tinggal impian. Kini justru ia terlibat kasus berat bersama sang suami."Mas, sampai kapan kita seperti ini? Aku tidak betah jika harus di rumah terus," ucap Niken dengan wajah merajuk."Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan bisa bebas ke mana pun. Aku sudah punya rencana untuk membuat Langit menyerah. Kau tunggu saja rencana itu berhasil. Kita pasti bisa menghirup udara segar kembali." Barman meyakinkan istrinya untuk tetap tenang.Tak lama ponselnya berdering. Pria tua itu menerima panggilan telepon dari nomor yang tak di kenal. Awalnya, Barman ragu menjawab. Takut itu