Langit dan Senja berkata bersamaan. Keduanya terkejut dengan perkataan dokter itu. Terutama Senja yang sama sekali belum bisa menerima kenyataan dan melupakan kejadian satu bulan lalu.
"Untuk memastikan, sebaiknya ke rumah sakit. Supaya diperiksa lebih lanjut." Dokter itu kembali berkata dengan wajah serius."Baik, Dok." Langit mengangguk paham. Kemudian dokter pun pamit undur diri."Tidak mungkin! Aku tidak mungkin hamil! Tidak mungkin!"Senja menggeleng sambil meremas kepalanya. Ia syok mendengar perkataan dokter tadi. Langit mendekat dan langsung meraih kedua tangan Senja."Tenanglah. Kita ke dokter sekarang untuk mengetahui hasilnya."Langit berusaha menenangkan Senja, meski ia juga masih syok dengan perkataan sang dokter. Namun, tetap tenang agar tidak terbawa suasana."Saya tidak mau. Tidak mau. Tidak mau!"Senja histeris dan menangis. Ia belum bisa menerima kenyataan jika ternyata dirinya benar-benar hamil. Bagai petir menyambar di siang bolong."Senja, tenangkan dirimu."Langit meraih tubuh Senja dengan paksa dan menjatuhkan dalam pelukannya. Ia mengusap pelan punggung Senja untuk menenangkan wanita itu.Setelah cukup tenang dan susah payah membujuknya. Senja pun bersedia menerima ajakan Langit ke rumah sakit. Setibanya di sana, mereka mulai melakukan pemeriksaan."Bagaimana, Dok? Apa istri saya benar-benar hamil?" tanya Langit dengan tidak sabar, usai dokter memeriksa Senja.Dokter berparas manis itu tersenyum. "Selamat, Tuan. Istri Anda hamil. Usia kandungannya saat ini berjalan satu bulan. Tolong dijaga ya, Tuan. Masih sangat muda dan rentan. Supaya Ibu dan bayinya sehat." Dokter menjelaskan hasil periksaan kepada Langit dan Senja.Hati Senja semakin sakit ketika harus menerima kenyataan bahwa dirinya kini tengah mengandung benih Langit yang sama sekali tidak diinginkan wanita itu. Langit tampak bingung, antara bahagia dan merasa bersalah dengan Senja.Mereka kembali ke apartemen setelah ke rumah sakit. Tidak ada obrolan sepanjang perjalanan. Keduanya saling diam dengan pikiran masing-masing. Sampai di rumah pun sama. Senja langsung masuk kamar dan membersihkan diri. Sementara Langit duduk di ruang tamu."Bagaimana aku menjalankan hari-hariku? Bagaimana sekolahku? Bapak, ibu, maafkan aku sudah membuat kalian kecewa." Senja berkata pelan di bawah guyuran shower. Ia menangis merutuki nasibnya."Sekarang apa yang harus saya lakukan. Senja benar-benar hamil anakku. Senja pasti sangat membenciku." Langit meremas kasar rambutnya sambil tertunduk. Ia kembali menyesali kebodohannya.***Tiga bulan kemudian. Senja berlari sambil memegangi perutnya. Ia melarikan diri dari apartemen Langit ambil menoleh ke sekeliling, takut-takut anak buah Langit atau pria itu mengejar.Senja terus berlari. Kemudian ia menyetop taksi dan hendak menuju bandara. Wanita itu ingin pergi meninggalkan Langit tanpa harus diketahui keberadaannya.Sementara itu, Langit mengepalkan tangan dengan geram. Ia terus berusaha menghubungi Senja. Namun sayang, usahanya tidak berhasil. Ponsel wanita itu tidak dapat dihubungi. Langit juga meminta Zack dan anak buahnya mencari."Senja, beraninya kau melarikan diri dariku!"Langit menggebrak keras meja hingga isinya menjumbul ke atas. Ia tidak sabar menunggu kabar dari anak buahnya dan memutuskan untuk ikut mencari.Cukup lama mencari. Namun, tidak berhasil menemukannya. Ia semakin geram dan marah pada Senja. Lelaki itu menghempaskan apa saja yang ada di meja kerja apartemennya."Ke mana kau Senja? Bahkan dia tidak membawa pakaian sehelai pun."Langit berkata sambil duduk di tepi ranjang Senja. Menatap ke arah lemari pakaian yang tampak penuh dengan baju-baju Senja. Tampak kemarahan di balik wajah tampannya itu.***"Nyonya, sudah sampai," ucap supir taksi saat tiba di bandara."Oh, sudah sampai, ya Pak."Senja sedikit menggeliat. Ia tadi sempat tertidur karena lelah berlari dengan perut yang mulai membuncit. Wanita itu membuka pintu dan turun perlahan. Ia melihat ke arah sekeliling. Setelah di rasa aman, perempuan tersebut pun mempercepat langkah dan langsung menuju loket untuk membeli tiket.Setelah selesai, Senja masuk ke dalam ruang tunggu. Menunggu pesawat yang akan ia tumpangi tiba. Tidak lama suara operator melalui pengeras suara terdengar, memanggil para penumpang untuk segera naik.Senja melangkah menuju pintu pesawat dan memasukinya. Wanita itu duduk di dekat jendela. Tepat di bagian sayapnya. Ia menatap keluar sambil menyangga sebelah pipi pada tepi kaca kecil itu."Maafkan aku, bapak, ibu. Aku harus pergi karena ingin melupakan semua yang terjadi. Selamat tinggal bapak, ibu, Langit. Semoga kalian bahagia selalu. Aku akan merawat dan membesarkan anak ini meski tanpamu, Langit. Terima kasih untuk semua luka yang telah kau beri untukku."Senja bermonolog sambil sesekali memejamkan mata. Bulir selembut salju sebening kristal menetes perlahan membasahi pipi lembutnya.Pesawat lepas landas. Terbang tinggi melintasi langit. Menembus lapisan awan. Membawa Senja menjauh dari kota yang penuh dengan sejuta kenangan. Bersiap untuk hidup yang baru dengan banyak harapan.Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh lima menit, Senja tiba di tempat yang ia tuju. Sebuah taksi membawanya menuju suatu tempat. Wanita itu mencari sebuah rumah untuk ditempati selama tinggal di kota tersebut.Cukup lama ia berkeliling. Hingga akhirnya, Senja menemukan sebuah rumah mungil, tetapi cukup layak untuk di tempati. Wanita itu masuk ke dalam dan melihat sekeliling. Isi di dalamnya pun lengkap. Ada kursi dan meja tamu. Tempat tidur kecil serta perabotan dapur seperti piring, gelas, panci, kuali, juga kompor.Pemiliknya memang menyewakan tempat itu beserta perabotan rumah tangga, meski biaya sewa yang harus di bayar cukup mahal. Namun, ia tidak perlu repot-repot lagi membeli keperluan rumah karena sudah siap huni.***Langit dan anak buahnya masih sibuk mencari Senja yang belum juga di temukan. Salah seorang anak buahnya datang menghampiri memberikan kabar."Apa kau bawa kabar tentang Senja?" tanya Langit dengan tatapan tajam ke arah lelaki bertubuh kurus di hadapannya."Saya kehilangan jejak Nyonya Senja, Tuan, tapi ada sedikit informasi mungkin berguna.""Apa?""Ada yang melihat Nyonya Senja di bandara. Saya menyusul ke sana, tetapi Nyonya sudah tidak ada.""Kau tidak cari tahu ke mana dia pergi?""Sepertinya Nyonya Senja pergi ke Yogjakarta, Tuan. Tadi, saya bertanya dengan petugas loketnya."Pria bertubuh jangkung itu memberitahukan bahwa dirinya sudah mengetahui keberadaan Senja, meski sempat kehilangan jejak wanita tersebut. Ternyata, ada anak buah Langit yang lain mendapatkan informasi tentang Senja."Bagus. Saya akan datang mencarimu, Senja. Setelah saya menemukanmu. Tunggulah, apa yang akan saya lakukan padamu."Langit tersenyum licik. Ia senang karena berhasil mengetahui keberadaan Senja setelah seharian mencari, meski belum pasti di mana wanita itu tinggal. Namun, setidaknya sudah ada petunjuk yang pasti."Siapkan mobil. Saya akan ke Yogjakarta sekarang. Zack, kau ikut denganku." Langit pun tidak ingin membuang waktu lama. Ia tidak mau kehilangan Senja lagi."Baik, Tuan." Anak buah Langit dan Zack berkata dengan kompak."Tunggu saya, Senja. Saya pastikan kau tidak akan bisa lolos dariku." Langit menatap ke arah dinding dengan tatapan tajam. Kedua tangannya mengepal sambil kembali mengulas senyum licik.Senja dan Langit bisa sedikit lega karena Violeta dan kekasihnya itu sudah tertangkap. Meskipun perempuan itu tengah mengandung. Namun, tak menggentarkan hati Langit untuk tetap memenjarakannya. Kini, mereka masih harus menghadapi Barman dan Niken yang sampai saat ini masih di sekap.Langit mengajak Senja menemui dua orang itu, meski awalnya ia keberatan. Namun, Senja kukuh ingin ikut. Gadis cantik tersebut ingin melihat bagaimana kondisi Paman dan bibinya tersebut. "Akhirnya kamu datang juga, Senja. Tolong bebaskan kami. Suamimu telah menangkap dan menyekap kami di sini," ucap Niken dengan tidak tahu malunya saat ia tiba di gedung tua tempat Barman dan Niken di sekap.Senja menatap tajam ke arah Paman dan bibinya. Kemudian, ia tersenyum miring. "Apa kalian pikir aku datang ke sini untuk membebaskan kalian? Aku hanya ingin memastikan apakah benar kalian sudah tertangkap atau belum. Ternyata benar, kalian sudah tertangkap. Kau hebat suamiku," ucapnya sambil memuji Langit. Tidak ada s
Hari berganti pagi. Matahari sudah mulai menampakkan diri. Langit terbangun karena kulit pipinya tersentuh pancaran sinar mentari yang menyusup masuk lewat celah gorden. Pria itu menyipitkan kedua matanya karena silau dan bergerak perlahan agar tak membangunkan Senja.Senja menggeliat saat suaminya melakukan pergerakan. Langit mengusap-usap lembut punggung Senja agar tetap terlelap. Perlahan, Langit membenarkan posisi tidur Senja agar nyaman. Kemudian, sedikit menggerakkan tangan yang terasa pegal karena semalaman menyangga tubuh Senja. Setelah itu, ia memiringkan sedikit tubuhnya sambil mengamati wajah sang istri. Tampak menggemaskan ketika sedang tidur seperti itu. Langit merapikan rambut Senja yang menutupi wajah. Lalu, mendekatkan wajahnya dan mencium kening serta bibir mungil milik Senja.Senja yang diperlakukan seperti itu membuka matanya perlahan. Saat dirasa ada sentuhan di wajah cantiknya. Langit tersenyum saat menatap Senja yang baru saja terbangun dari tidurnya."Morning,
Mereka menyekap Niken dan Barman di sebuah gedung tua, di mana keduanya pernah di sekap sebelumnya. Mengikat Barman dan Niken pada kursi kayu yang berbeda dengan mulut di tutup lakban. Penjagaan pun di lakukan dengan ketat.Sementara Langit, pria itu pulang ke apartemen menemui anak dan istri tercintanya. Langit belum membahas tentang Barman dan Niken. Menunggu suasana hati Senja benar-benar tenang. Pasalnya, sang istri tampak lelah mengurus Baby La yang sudah semakin aktif dan tidak bisa diam. Meskipun ada pengasuh yang menjaga. Namun, Senja tetap menyempatkan diri ikut mengurusnya.Langit melangkahkan kaki mendekati anak dan istrinya yang tengah sibuk bermain. Berkejaran saling bercanda. Senyum indah terukir di kedua sudut bibirnya, melihat Senja yang tampak kewalahan mengikuti langkah Baby La yang menggemaskan."Ups, ketangkap. Anak Dady sudah besar. Sudah pandai menggoda Mommy, ya." Langit menangkap Baby La saat berlari ke arahnya. Kemudian menggendong dan mencium lembut buah hati
Hubungan Langit dan Senja semakin hari semakin membaik. Mereka sudah tidak lagi bertengkar. Bahkan, kini Senja sudah bisa berjalan seperti sedia kala. Laskar sang putra pun sudah kembali bersama. Bayi kecil itu kini sudah tumbuh besar. Usianya sudah menginjak satu tahun enam bulan.Baby La semakin aktif dan mulai pandai bicara. Banyak kata-kata lucu terlontar dari mulut mungilnya. Senja dan Langit begitu memanjakan buah hati terkasih mereka. Kebahagiaan kembali terpancar dalam biduk rumah tangga keduanya. Zack pun merasa senang melihat Langit dan Senja sudah tidak lagi berseteru. Pria hitam manis itu berharap ini akan selamanya. Sudah cukup kesedihan yang ada dalam mahligai rumah tangga mereka. Saatnya bahagia digapai. Meskipun masih harus waspada. Sebab, Barman, Niken, dan Violeta belum tertangkap dan masih dalam pencarian."Zack, bagaimana? Apa kau sudah berhasil menemukan mereka?" tanya Langit saat Zack baru saja tiba di kantor. Kebiasaan Langit yang selalu begitu tanpa memberi wa
Langit melepaskan ciumannya dan menangkupkan wajah Senja. Menatap lekat-lekat wajah sang istri. Napas Senja masih bergemuruh. Tampak amarah terpendam di sana. Langit terus menatap Senja, meski wanita itu berusaha menghindar."Saya lakukan semua untukmu bukan karena mengasihanimu. Akan tetapi, karena saya tulus mencintaimu. Walau awalnya, semua itu hanya sandiwara demi menuruti ego dan ambisiku. Namun, setelah saya bersamamu, semua berubah. Saya semakin jatuh hati dan tidak ingin kehilanganmu, Senja." Langit berkata sambil terus menatap wajah Senja. Pria itu ingin membuktikan jika dirinya benar-benar tulus mencintai sang istri. "Senja, tolong percaya saya. Tatap dan lihat kedua mata saya, apakah ada kebohongan di sana?" ucap Langit kembali dengan wajah serius tanpa melepaskan tatapannya.Senja yang masih tersulut emosi hanya diam. Lidahnya enggan mengeluarkan kata-kata. Senja berusaha memalingkan wajahnya dari Langit. Namun, pemuda itu terus memegangi wajah Senja agar tetap menatapnya.
Barman tampak gelisah, meski ia berhasil melarikan diri. Namun, ia adalah seorang buronan polisi. Tak bisa bebas keluar rumah. Harus melakukan penyamaran agar tidak dikenali, terutama dengan anak buah Langit yang tidak tinggal diam dengan kasus tersebut.Niken tampak menekuk wajahnya. Wanita itu kesal karena harus menjalani hidup seperti ini. Harusnya ia bisa hidup mewah bergelimang harta. Namun sayang, impian hanyalah tinggal impian. Kini justru ia terlibat kasus berat bersama sang suami."Mas, sampai kapan kita seperti ini? Aku tidak betah jika harus di rumah terus," ucap Niken dengan wajah merajuk."Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan bisa bebas ke mana pun. Aku sudah punya rencana untuk membuat Langit menyerah. Kau tunggu saja rencana itu berhasil. Kita pasti bisa menghirup udara segar kembali." Barman meyakinkan istrinya untuk tetap tenang.Tak lama ponselnya berdering. Pria tua itu menerima panggilan telepon dari nomor yang tak di kenal. Awalnya, Barman ragu menjawab. Takut itu