Share

Bab 5 Melarikan Diri

Langit dan Senja berkata bersamaan. Keduanya terkejut dengan perkataan dokter itu. Terutama Senja yang sama sekali belum bisa menerima kenyataan dan melupakan kejadian satu bulan lalu.

"Untuk memastikan, sebaiknya ke rumah sakit. Supaya diperiksa lebih lanjut." Dokter itu kembali berkata dengan wajah serius.

"Baik, Dok." Langit mengangguk paham. Kemudian dokter pun pamit undur diri.

"Tidak mungkin! Aku tidak mungkin hamil! Tidak mungkin!"

Senja menggeleng sambil meremas kepalanya. Ia syok mendengar perkataan dokter tadi. Langit mendekat dan langsung meraih kedua tangan Senja.

"Tenanglah. Kita ke dokter sekarang untuk mengetahui hasilnya."

Langit berusaha menenangkan Senja, meski ia juga masih syok dengan perkataan sang dokter. Namun, tetap tenang agar tidak terbawa suasana.

"Saya tidak mau. Tidak mau. Tidak mau!"

Senja histeris dan menangis. Ia belum bisa menerima kenyataan jika ternyata dirinya benar-benar hamil. Bagai petir menyambar di siang bolong.

"Senja, tenangkan dirimu."

Langit meraih tubuh Senja dengan paksa dan menjatuhkan dalam pelukannya. Ia mengusap pelan punggung Senja untuk menenangkan wanita itu.

Setelah cukup tenang dan susah payah membujuknya. Senja pun bersedia menerima ajakan Langit ke rumah sakit. Setibanya di sana, mereka mulai melakukan pemeriksaan.

"Bagaimana, Dok? Apa istri saya benar-benar hamil?" tanya Langit dengan tidak sabar, usai dokter memeriksa Senja.

Dokter berparas manis itu tersenyum. "Selamat, Tuan. Istri Anda hamil. Usia kandungannya saat ini berjalan satu bulan. Tolong dijaga ya, Tuan. Masih sangat muda dan rentan. Supaya Ibu dan bayinya sehat." Dokter menjelaskan hasil periksaan kepada Langit dan Senja.

Hati Senja semakin sakit ketika harus menerima kenyataan bahwa dirinya kini tengah mengandung benih Langit yang sama sekali tidak diinginkan wanita itu. Langit tampak bingung, antara bahagia dan merasa bersalah dengan Senja.

Mereka kembali ke apartemen setelah ke rumah sakit. Tidak ada obrolan sepanjang perjalanan. Keduanya saling diam dengan pikiran masing-masing. Sampai di rumah pun sama. Senja langsung masuk kamar dan membersihkan diri. Sementara Langit duduk di ruang tamu.

"Bagaimana aku menjalankan hari-hariku? Bagaimana sekolahku? Bapak, ibu, maafkan aku sudah membuat kalian kecewa." Senja berkata pelan di bawah guyuran shower. Ia menangis merutuki nasibnya.

"Sekarang apa yang harus saya lakukan. Senja benar-benar hamil anakku. Senja pasti sangat membenciku." Langit meremas kasar rambutnya sambil tertunduk. Ia kembali menyesali kebodohannya.

***

Tiga bulan kemudian. Senja berlari sambil memegangi perutnya. Ia melarikan diri dari apartemen Langit ambil menoleh ke sekeliling, takut-takut anak buah Langit atau pria itu mengejar.

Senja terus berlari. Kemudian ia menyetop taksi dan hendak menuju bandara. Wanita itu ingin pergi meninggalkan Langit tanpa harus diketahui keberadaannya.

Sementara itu, Langit mengepalkan tangan dengan geram. Ia terus berusaha menghubungi Senja. Namun sayang, usahanya tidak berhasil. Ponsel wanita itu tidak dapat dihubungi. Langit juga meminta Zack dan anak buahnya mencari.

"Senja, beraninya kau melarikan diri dariku!"

Langit menggebrak keras meja hingga isinya menjumbul ke atas. Ia tidak sabar menunggu kabar dari anak buahnya dan memutuskan untuk ikut mencari.

Cukup lama mencari. Namun, tidak berhasil menemukannya. Ia semakin geram dan marah pada Senja. Lelaki itu menghempaskan apa saja yang ada di meja kerja apartemennya.

"Ke mana kau Senja? Bahkan dia tidak membawa pakaian sehelai pun."

Langit berkata sambil duduk di tepi ranjang Senja. Menatap ke arah lemari pakaian yang tampak penuh dengan baju-baju Senja. Tampak kemarahan di balik wajah tampannya itu.

***

"Nyonya, sudah sampai," ucap supir taksi saat tiba di bandara.

"Oh, sudah sampai, ya Pak."

Senja sedikit menggeliat. Ia tadi sempat tertidur karena lelah berlari dengan perut yang mulai membuncit. Wanita itu membuka pintu dan turun perlahan. Ia melihat ke arah sekeliling. Setelah di rasa aman, perempuan tersebut pun mempercepat langkah dan langsung menuju loket untuk membeli tiket.

Setelah selesai, Senja masuk ke dalam ruang tunggu. Menunggu pesawat yang akan ia tumpangi tiba. Tidak lama suara operator melalui pengeras suara terdengar, memanggil para penumpang untuk segera naik.

Senja melangkah menuju pintu pesawat dan memasukinya. Wanita itu duduk di dekat jendela. Tepat di bagian sayapnya. Ia menatap keluar sambil menyangga sebelah pipi pada tepi kaca kecil itu.

"Maafkan aku, bapak, ibu. Aku harus pergi karena ingin melupakan semua yang terjadi. Selamat tinggal bapak, ibu, Langit. Semoga kalian bahagia selalu. Aku akan merawat dan membesarkan anak ini meski tanpamu, Langit. Terima kasih untuk semua luka yang telah kau beri untukku."

Senja bermonolog sambil sesekali memejamkan mata. Bulir selembut salju sebening kristal menetes perlahan membasahi pipi lembutnya.

Pesawat lepas landas. Terbang tinggi melintasi langit. Menembus lapisan awan. Membawa Senja menjauh dari kota yang penuh dengan sejuta kenangan. Bersiap untuk hidup yang baru dengan banyak harapan.

Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh lima menit, Senja tiba di tempat yang ia tuju. Sebuah taksi membawanya menuju suatu tempat. Wanita itu mencari sebuah rumah untuk ditempati selama tinggal di kota tersebut.

Cukup lama ia berkeliling. Hingga akhirnya, Senja menemukan sebuah rumah mungil, tetapi cukup layak untuk di tempati. Wanita itu masuk ke dalam dan melihat sekeliling. Isi di dalamnya pun lengkap. Ada kursi dan meja tamu. Tempat tidur kecil serta perabotan dapur seperti piring, gelas, panci, kuali, juga kompor.

Pemiliknya memang menyewakan tempat itu beserta perabotan rumah tangga, meski biaya sewa yang harus di bayar cukup mahal. Namun, ia tidak perlu repot-repot lagi membeli keperluan rumah karena sudah siap huni.

***

Langit dan anak buahnya masih sibuk mencari Senja yang belum juga di temukan. Salah seorang anak buahnya datang menghampiri memberikan kabar.

"Apa kau bawa kabar tentang Senja?" tanya Langit dengan tatapan tajam ke arah lelaki bertubuh kurus di hadapannya.

"Saya kehilangan jejak Nyonya Senja, Tuan, tapi ada sedikit informasi mungkin berguna."

"Apa?"

"Ada yang melihat Nyonya Senja di bandara. Saya menyusul ke sana, tetapi Nyonya sudah tidak ada."

"Kau tidak cari tahu ke mana dia pergi?"

"Sepertinya Nyonya Senja pergi ke Yogjakarta, Tuan. Tadi, saya bertanya dengan petugas loketnya."

Pria bertubuh jangkung itu memberitahukan bahwa dirinya sudah mengetahui keberadaan Senja, meski sempat kehilangan jejak wanita tersebut. Ternyata, ada anak buah Langit yang lain mendapatkan informasi tentang Senja.

"Bagus. Saya akan datang mencarimu, Senja. Setelah saya menemukanmu. Tunggulah, apa yang akan saya lakukan padamu."

Langit tersenyum licik. Ia senang karena berhasil mengetahui keberadaan Senja setelah seharian mencari, meski belum pasti di mana wanita itu tinggal. Namun, setidaknya sudah ada petunjuk yang pasti.

"Siapkan mobil. Saya akan ke Yogjakarta sekarang. Zack, kau ikut denganku." Langit pun tidak ingin membuang waktu lama. Ia tidak mau kehilangan Senja lagi.

"Baik, Tuan." Anak buah Langit dan Zack berkata dengan kompak.

"Tunggu saya, Senja. Saya pastikan kau tidak akan bisa lolos dariku." Langit menatap ke arah dinding dengan tatapan tajam. Kedua tangannya mengepal sambil kembali mengulas senyum licik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status