Share

Bab 6 Menemukanmu

Pagi hari, Langit sudah tiba di Yogjakarta menggunakan mobil. Setelah istirahat sebentar di hotel, ia dan Zack pergi mencari Senja. Mengelilingi sepanjang jalan Malioboro, kemudian ke Sleman, Gunung kidul, Kulon Progo, sampai ke Bantul. Namun, belum berhasil menemukan Senja, meski belum semua di kelilingi. Namun, setidaknya setengah dari kota itu telah di lewati hingga larut malam.

"Sial! Ke mana perempuan itu? Saya sudah berkeliling mencarinya tapi tidak ketemu. Apa informasi yang diberikan Roni salah? Ahh, tapi tidak mungkin. Dia selalu berhasil menyelesaikan kasus seperti ini. Senja! Kau buat saya geram!" Langit meremas rambutnya dengan kasar. Ia kesal karena tidak juga menemukan Senja.

"Tenanglah, Bos. Nyonya Senja pasti ketemu." Zack yang mulai mencemaskan keadaan Langit pun berusaha menenangkan pria itu.

"Bagaimana saya bisa tenang? Kau tahu Zack, Senja tidak punya cukup uang untuk bertahan. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya? Dia pergi membawa calon anakku. Saya tidak ingin terjadi hal buruk pada anak saya." Langit berkata dengan kesal.

Pria itu mulai mengkhawatirkan keadaan calon bayinya. Ia takut terjadi hal buruk pada Senja. Apalagi, wanita itu tidak membawa apa-apa. Hanya tas kecil berisi kartu ATM dan beberapa uang tunai. Mungkin hanya cukup untuk satu minggu saja.

"Kenapa tidak mengecek ke bank terdekat, Bos? Siapa tahu Nyonya Senja telah mencairkan uang dari bank atau ATM." Zack mencoba mencari solusi.

"Kau benar, Zack. Besok pagi kita ke bank terdekat. Kita tanyakan hal itu pada pihak bank." Langit langsung setuju dengan saran Zack.

***

Keesokan harinya, mereka langsung menuju bank terdekat dan menanyakan tentang Senja. Pihak bank langsung memberikan informasi karena mereka tahu siapa Langit. Tidak ada alasan membantah atau mencoba berbohong. Sudah di pastikan Langit akan sangat murka.

"Akhirnya, Saya tahu di mana kau, Senja. Kali ini, kau tidak akan lolos dari saya lagi." Langit berkata senang.

Senyum licik terpancar dari sudut bibir seksi milik Langit. Zack langsung meluncur ke tempat yang sudah diberitahu pihak bank sebelumnya bersama pemuda tampan bermata elang itu.

Kali ini mereka berhasil menemukan Senja. Wanita itu tengah berjalan keluar dari minimarket. Langit tidak langsung menemuinya, melainkan mengikuti ke mana Senja melangkah. Perempuan tersebut tampak lelah. Apalagi dengan perutnya yang semakin membuncit. Sesekali menyeka dahi dengan lengan baju. Senja memasuki sebuah gang sempit. Langit turun dari mobil dan terus mengikuti Senja dari kejauhan.

Senja tiba di sebuah rumah kontrakan yang sederhana, tempat dirinya tinggal. Langit terkejut melihat keadaan tempat tinggal wanita itu. Terlihat kecil dan kurang nyaman.

"Jadi kau tinggal di tempat ini, Senja. Kenapa melarikan diri dariku dan memilih tinggal di tempat seperti ini? Bagaimana dengan kesehatan dirimu dan calon bayi kita? Saya tidak akan membiarkan kau tinggal di tempat seperti ini." Pria itu berkata kesal.

Langit berjalan mendekati rumah Senja dan mengetuk pintu perlahan. Rasanya, sudah tidak sabar ingin berbicara dengan perempuan itu.

Senja berjalan cukup tergesa ke arah pintu. Tanpa melihat siapa yang datang, ia langsung membukanya. Kedua bola mata wanita itu membulat sempurna kala melihat Langit berdiri tegak dan menatap tajam ke arah perempuan tersebut.

"Tu--Tuan." Senja berkata lirih sambil berusaha menutup pintu. Namun, dengan cepat Langit menahan dan memaksa masuk ke dalam.

"Akhirnya saya menemukanmu, Senja. Kenapa melarikan diri dariku?" Langit mendekat dan mencekal sebelah tangan Senja. Ia berkata dengan tatapan tajam.

"Ahh. Sakit, Tuan." Wanita itu meringis menahan sakit dipergelangan tangannya yang dicekal kuat oleh Langit.

"Sudah saya bilang, bukan? Kalau kau melarikan diri dariku, maka akan kupatahkan tangan dan kakimu!" Langit menggertak Senja tanpa melepaskan cekalan dan tatapan garangnya.

"Maafkan saya, Tuan. Saya memang harus pergi dari Anda. Tolong, Tuan. Pergilah, biarkan saya menjalani hidup dengan tenang." Senja berkata sambil berusaha melepaskan cekalan Langit.

"Kau pikir bisa hidup tenang setelah lari dariku?" Langit semakin kesal dengan ucapan Senja. Ia semakin kuat mencekal wanita itu.

"Ahh, sakit, Tuan. Saya mohon pergilah. Tuan bisa hidup bahagia dengan wanita lain. Bukan dengan saya." Senja kembali menahan sakit bukan hanya pergelangan tangan. Akan tetapi, hatinya ikut terluka.

"Saya tidak akan kembali tanpa membawamu. Ikut dengan saya!" Langit menarik paksa tangan Senja dan membawanya keluar rumah. Kemudian berjalan sambil sedikit menyeret Senja.

"Tuan, saya mohon. Lepaskan saya. Biarkan saya tetap di sini." Senja berusaha menahan langkah kakinya agar Langit berhenti. Namun, lelaki yang sudah sangat marah itu terus membawanya paksa.

"Berhenti memohon apalagi berteriak. Atau saya akan menciummu di depan banyak orang. Tetap bersikap biasa dan turuti perkataan saya." Langit berkata pelan agar tidak terdengar orang-orang.

Pagi hari memang terlihat sepi karena mereka rata-rata pergi bekerja dan anak-anak bersekolah sehingga, Langit dengan leluasa membawa Senja. Orang berlalu-lalang pun sedikit, bahkan jarang bertemu.

"Masuk!" titah Langit saat tiba di depan mobil.

"Saya tidak mau. Lepaskan saya, Tuan." Senja memberontak sambil bersuara agak keras. Berharap ada orang yang menolongnya.

"Masuk! Atau saya akan benar-benar mematahkan kedua kakimu!" ancam Langit sambil memaksa wanita itu masuk ke dalam mobil.

Senja menelan ludah. Ia takut Langit akan benar-benar melakukannya. Wanita itu pun masuk ke dalam diikuti Langit tanpa melepaskan cekalannya sedikitpun.

"Jalan Zack. Kita kembali ke Jakarta sekarang." Langit berkata dengan tegas sambil menatap ke arah Senja yang masih meronta.

"Jangan menangis Senja. Kamu pasti kuat. Percuma kamu melawan lelaki di sampingmu itu. Tenaganya terlalu kuat untuk menjadi tandinganmu."

Senja bermonolog dalam hati sambil menatap Langit tajam. Ia berhenti meronta karena lelah. Langit tersenyum licik karena berhasil menaklukan Senja.

Langit meraih paksa kepala Senja dan menyandarkan ke dada bidangnya. Mengusap lembut kepala wanita itu. Senja hanya pasrah. Ia sudah terlalu lelah meladeni lelaki itu dan memilih memejamkan mata untuk membuatnya tenang.

Malam hari mereka tiba di Jakarta. Ketika hendak turun dari mobil, Senja merasakan sakit di bagian perutnya. Semula, ia anggap biasa saja. Namun, lama-kelamaan bertambah parah hingga tidak sanggup lagi menahannya.

"Ahh!" rintih Senja sambil memegang perutnya.

Langit mengernyitkan alisnya. "Ada apa? Mau berpura-pura supaya bisa lolos dariku?" ucap pria itu dengan kesal.

"Sa--saya tidak ber--pura-pura. Pe--perut sa--saya benar-benar sakit, Tuan. Ahh, sa--sakit sekali." Senja berkata dengan terbata sambil terus memegangi perutnya yang semakin sakit. Wajah cantiknya tampak pucat. Keringat sebesar biji jagung tampak membasahi kening Senja.

"Tuan, sepertinya Nyonya Senja tidak berbohong. Ia benar-benar kesakitan. Lihatlah, wajahnya pucat sekali." Zack meyakinkan Langit akan keadaan Senja sambil menatap wajah wanita itu yang tampak sayu sekali.

"Apa? Cepat kita bawa ke rumah sakit!" Langit langsung merengkuh tubuh Senja dan menyandarkan pada dadanya.

"Bertahanlah, Saya akan membawamu ke rumah sakit." Langit membelai lembut wajah Senja dan mengecup keningnya mesra. Ia mulai panik dengan kondisi wanita itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status