Share

Bill Hotel Di Kemeja Suamiku
Bill Hotel Di Kemeja Suamiku
Author: Loyce

Part 1. Nota Hotel

Author: Loyce
last update Last Updated: 2024-08-23 18:06:43

“Aku menemukan cast receipt ini di saku kemeja kerjamu, Mas!” Lana meletakkan sebuah nota bertuliskan nama hotel beserta total nominal uang tercatat di nota tersebut di atas meja. Tepat di depan sang suami. Kamu bisa jelaskan untuk apa kamu menyewa kamar hotel sedangkan kamu pulang setiap hari?”

Yoga yang baru saja menyuapkan nasi ke dalam mulutnya itu segera terbatuk karena terkejut. Susah payah menelan makanannya, tetapi justru terasa tersangkut di tenggorokan. Buru-buru, Yoga mengambil minumannya dan menenggaknya sampai tandas hanya untuk mendorong makanannya agar bisa masuk ke dalam lambung. Tenggorokannya tiba-tiba saja terasa diselubungi balok besar dan buntu seketika.

Yoga menarik nota tersebut lalu membolak-balikkannya. Ekspresi wajahnya tampak suram dan salah tingkah. Lana menatap suaminya itu dengan tenang meskipun di dalam kepalanya dipenuhi dengan gelegak emosi. Dilihat dari gerak-gerik Yoga, lelaki itu sepertinya tengah mencari jawaban aman.

“Itu ….” Lantas Yoga menjawab. “Nota ini aku dapatkan dari acara meeting waktu itu, Sayang. Karena aku kelelahan, jadi aku memutuskan untuk pesan kamar.” Yoga tersenyum kaku berusaha menyembunyikan kebohongannya. Lelaki itu bahkan terus menghindari tatapan Lana yang mengarah lurus kepadanya.

Insting seorang istri tidak akan pernah salah. Meskipun Yoga mencoba untuk menyembunyikannya, pikiran buruk Lana sudah tidak bisa dicegah. Perempuan itu tidak membalas senyuman garing suaminya dan tetap menatap lelaki itu dengan tegas. Perasaannya terlalu peka untuk bisa meraba sebuah kebohongan yang dilemparkan kepadanya.

“Seberapa lelahnya sampai Mas harus pesan kamar di hotel? Dan di jam kerja? Perusahaan juga punya peraturan, kan, Mas?” Lana mencoba sabar ketika bertanya demikian. Dia bukan perempuan bodoh yang akan percaya begitu saja dengan penjelasan sang suami yang dia pikir tak masuk akal.

“Ya, capek banget, Lan. Aku ada meeting di beberapa tempat berbeda. Salah satunya di sebuah hotel. Jadi, aku pikir nggak masalah keluar uang untuk bisa istirahat di sana. Sesekali ‘kan nggak masalah. Itu nggak lama kok, Sayang. Sekitar satu atau dua jam sebelum lanjut meeting lagi.”

Suara Yoga terdengar bergetar karena tuntutan pertanyaan dari sang istri yang harus dia berikan jawabannya. Kali ini Yoga memberanikan diri membalas tatapan Lana meskipun jantungnya terasa ingin melompat keluar. Meletakkan nota tersebut di atas meja kembali, Yoga menarik tangan Lana.

“Lan, aku nggak bohong. Memang itulah kenyataannya. Kamu percaya sama aku, ‘kan?” Ketakutan Yoga terlihat dalam tatapan matanya. Tampaknya, lelaki itu tidak ingin kehilangan sang istri yang sudah memberinya satu orang anak laki-laki yang begitu disayanginya. “Kamu bisa tanya ke Rizki kalau memang nggak percaya. Dia ada sama aku waktu itu.” Yoga mencoba untuk meyakinkan sang istri atas masalah nota tersebut.

“Oh ....” Alih-alih ingin membombardir dengan banyak pertanyaan, Lana dengan mudah menunjukkan kepercayaannya. “Aku pikir, Mas melakukan sesuatu yang tidak-tidak. Maaf, kalau begitu, Mas. Aku udah salah sangka.”

Yoga segera mengulas senyum lega dan kali ini menatap istrinya dengan lembut. “Kamu pantas curiga kok, Sayang. Tapi, kamu harus ingat, aku selalu mengatakan apa pun kepadamu dengan jujur.” Yoga menggenggam tangan Lana semakin erat seolah membuktikan jika dirinya mengatakan sesuatu yang benar.

“Ya, Mas, juga harus ingat. Aku ini selalu percaya dengan ucapan, Mas. Jangan sampai Mas mengkhianati kepercayaanku.”

“Nggak bakalan, Lana. Aku ini pasti setia sama kamu.”

Lana memilih mengangguk dan menyembunyikan keresahan di dalam hatinya seorang diri. Perempuan itu mengingat-ingat lagi bagaimana sikap sang suami akhir-akhir ini di rumah. Yoga selalu pulang tepat waktu, paling-paling jika telat pun tidak sampai tengah malam. Sikapnya kepada dirinya dan juga putranya pun tidak ada yang berubah. Entah Yoga yang terlalu pandai menyembunyikan perselingkuhannya, atau memang dia benar-benar tidak melakukannya.

Meskipun begitu, Lana tidak bisa tenang jika dia tak mengungkap masalah ini. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Bukti sudah ada di depan mata dan dia tak bisa hanya berpangku tangan dan membiarkan begitu saja seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Dia merasa kalau memang inilah cara Tuhan memberi tahu dirinya jika kehidupan rumah tangganya sedang tidak baik-baik saja.

Hari-hari selanjutnya, kehidupan Lana dan Yoga tampak baik-baik saja meskipun ganjalan di hati Lana terasa begitu besar untuk sang suami. Dia tetap Lana biasanya, Lana yang akan selalu mengurus Yoga dengan baik selayaknya seorang istri mengurus suami. Urusan rumah pun tidak ada yang terbengkalai. Kaisar – putra pertamanya bersama Yoga yang kini berusia lima tahun pun cukup penurut. Tidak ada hal-hal yang membebani Lana kecuali tentang nota hotel tersebut.

“Bunda, aku mau es krim.” Kaisar mendongakkan kepalanya dari buku mewarnainya untuk sekedar menatap ibunya yang sejak tadi melamun.

Bocah lima tahun itu lantas beranjak dari karpet berbulu yang ada di atas lantai, lalu duduk di samping Lana. “Bunda, aku mau es krim,” ulangnya lagi karena Lana tak kunjung menjawab.

“Di minimarket depan aja, ya. Jangan jauh-jauh.” Lana mencoba bernego dengan sang putra karena cuaca di luar sangat panas. Kaisar tidak membantah dan justru mengangguk patuh sambil tersenyum lebar.

Lana bersyukur memiliki Kaisar di usianya yang masih cukup muda, 25 tahun. Dia menikah dengan Yoga saat baru saja lulus sekolah karena sebuah perjodohan. Dua tahun menjalani bahtera rumah tangga, dia dikarunia seorang putra tampan yang diberi nama Kaisar Rizalda. Bocah penurut yang sekarang sudah sekolah di bangku Paud.

Lana dan Kaisar meninggalkan rumah dengan motor bebek menuju minimarket tujuan mereka. Kaisar segera memilih es krim kesukaannya ketika tanpa sengaja, Lana mendengar suara lelaki yang sangat dikenalnya.

“Rasa apa saja, orang nggak dimakan aja kok.”

Lana mencari sumber suara dan ternyata ada dua sosok lelaki dan perempuan tengah berdiri di depan kasir. Jantung Lana terasa berdegup dengan kencang tahu apa yang sedang mereka pilih.

“Bunda ….” Lana menutup bibir Kaisar dengan telapak tangannya dan memberikan isyarat agar putranya tidak bersuara. Bocah itu mengerti sebelum mengangguk patuh.

Buru-buru, Lana menggendong putranya dan membawa bocah itu bersembunyi di balik rak display makanan ringan. Menatap pria yang sangat dikenalinya itu dari belakang.

“Beli banyak sekalian, ya, Mas buat jaga-jaga. Biar aku aja nanti yang simpan. Takutnya kalau Mas yang bawa ketahuan lagi sama Ibu Negara.” Suara perempuan di samping Yoga itu terdengar lembut syarat akan godaan. Bahkan dia tidak merasa malu berbicara seperti itu di depan kasir.

“Iya, suka-suka kamu aja. Aku mah, ikut aja.” Yoga dengan alami memeluk pinggang perempuan itu dengan lembut seolah tidak ada kecanggungan sama sekali.

Lana mengeratkan rahangnya kuat mendapati dua orang tersebut keluar dari minimarket tersebut. Lana semakin bersembunyi ketika melihat Yoga dan perempuan itu masuk ke dalam mobil. Mobil hitam milik Yoga pergi dari tempat itu diikuti oleh tatapan penuh luka istrinya.

“Berani sekali kamu, Mas,” ucap Lana dengan gigi bergemeletuk, “lihat saja apa yang bisa aku lakukan kepadamu!”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 41. Berkunjung

    “Dia tidur.” Tirta mengantarkan Kaisar ke kediaman orang tua Lana sambil menggendong bocah itu. Sengaja tidak membangunkannya.“Kan, jadi ngrepotin kamu kalau gini.” Lana membimbing Tirta ke kamar Kaisar agar bisa membaringkannya di kasur. “Dia udah mandi?”Lana baru menyadari kalau pakaian Kaisar sudah berganti. Tadi hanya mengenakan seragam sekolah, tetapi sekarang sudah pakai kaos biasa.Tirta tidak segera menjawab dan memilih untuk keluar kamar Kaisar lebih dulu. Mereka turun ke lantai satu, lalu duduk di ruang keluarga. “Kok sepi? Ibu sama Bapak ke mana?” tanya Tirta.“Mereka ada pengajian di komplek sebelah. Sebentar lagi mungkin pulang.” Lana beranjak. “Aku ambilkan minum.”“Nggak usah.” Tirta menarik tangan Lana. “Di sini aja. Aku nggak haus.”“Tapi, aku tadi buat bakso lho. Serius nggak mau?” Tirta berkedip pelan sebelum tersenyum kecil.“Mau dong. Yang pedes, ya.” Lana terkekeh melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Tirta. Begitu menggelikan.Alih-alih menunggu di ruang kelu

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 40. Memberi Kesempatan

    “Apa kabar, Lan.”Setelah ibunya yang datang, kini Tirta pun muncul setelah tidak pernah lagi menemui Lana. Lelaki itu terlihat masih sama dan tidak ada yang berubah dari penampilannya. Hanya sedikit lebih dewasa dibandingkan terakhir kali Lana melihat Tirta.“Tirta.” Lana sedikit terkejut melihat lelaki itu yang kini berdiri di depannya. Dia baru saja datang ke sebuah kafe ketika Tirta muncul. “Lama nggak ketemu. Kabarku baik, kamu gimana?”“Aku juga baik.” Lelaki itu mengulas senyum kecil. Tatapan mereka beradu dan getaran di dada itu tak bisa dipungkiri, jika rasa cinta yang dimiliki oleh Tirta memang begitu besar.Lana mengajak Tirta untuk masuk ke dalam kafe agar mereka bisa mengobrol di sana. Lana memesan dua cangkir kopi dan dua cake coklat untuk dirinya dan Tirta. Untuk beberapa saat, tidak ada yang mereka bicarakan. Tirta bahkan sama sekali tidak mengalihkan tatapannya pada perempuan yang ada di depannya seolah dia tengah menumpahkan segala rasa rindunya yang sudah lama dipen

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 39. Tentang Perasaa

    “Maaf kalau membuat kamu terkejut, Lana. Saya datang tiba-tiba,” lanjut perempuan paruh baya dengan senyum lembutnya tersebut.Lana dan perempuan paruh baya tersebut sudah duduk berhadapan di salah satu meja meninggalkan Yoga di meja yang berbeda. Lana sebenarnya juga penasaran dengan apa yang ingin dikatakan oleh perempuan paruh baya tersebut. Ini adalah untuk pertama kalinya Lana bertemu denganya, tetapi seperti ada hal yang sangat serius yang ingin disampaikan.“Tidak masalah, Tante. Kalau boleh tahu, apa yang ingin Tante bicarakan?”Perempuan paruh baya itu menyodorkan tangannya dan diterima oleh Lana. “Saya Tari. Ibu Tirta,” katanya.Sedikit terkejut, Lana mengangguk kecil. “Saya Lana.”Ibu Tirta itu tersenyum menatap sosok cantik yang ada di depannya. Perempuan paruh baya itu menatap Lana seolah tengah memuji ibu Kaisar itu dengan tatapannya.“Pantas saja kalau Tirta sangat mencintai kamu. Kamu ternyata sangat cantik, Lana.”Lana semakin terkejut dengan ucapan terus terang Tari.

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 38. Mulai Dari Awal

    Ruko dua tingkat dihadiahkan sang ayah untuk Lana. Mereka bilang agar Lana punya tempat untuk bekerja. Jika ada klien, mereka hanya perlu datang ke kantornya dan tidak perlu ke sana-kemari.“Ibu dan Ayah itu lihat kamu capek banget. Jadi, meskipun kecil, kamu harus memiliki kantor sendiri.”Begitu ibu Lana mengatakan kepada putrinya ketika mengajak mengurus sertifikat bangunan tersebut atas namanya. Lana sudah ditawari oleh kedua orang tuanya untuk membuat kantor sendiri, tetapi Lana terus saja menolak. Maka tanpa sepengetahuan Lana, ayahnya bertindak.Membelikan ruko di tengah kota yang ramai, mereka berharap Lana bisa mudah mendapatkan klien. Bagaimanapun, Lana adalah perempuan berbakat dengan hasil kerja yang selalu memuaskan.“Sebenarnya Ayah dan Ibu nggak perlu melakukan semua ini. Aku lagi ngumpulin uang untuk buat kantor sendiri.”“Kenapa harus kumpulin uang kalau ayahmu ini punya banyak duit?” Itu sebenarnya keseriuasan yang dibalut dengan candaan. Mau tak mau, itu membuat Lan

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 37. Sosok Teman yang Baik

    “Hai.”Lana menoleh dan mendapati Tirta ada di belakangnya. Lana tersenyum kecil membalas senyuman Tirta.“Dari mana?” tanya Lana sambil menerima minuman yang disodorkan oleh penjual.Lana sekarang benar-benar menikmati waktunya seperti dia adalah perempuan lajang yang tidak memiliki tanggungan anak. Dia hanya ingin mencoba untuk menggantikan waktu masa mudanya yang telah hilang.“Dari kantor. Nggak sengaja lihat kamu.”Tirta duduk di samping Lana. Mencomot satu risoles lalu memasukkan ke dalam mulutnya sebelum mengunyahnya.“Mau aku pesankan minum?” tanya Lana.“Boleh. Tapi nggak usah pakai boba. Geli lihat hitam-hitam bulat begitu.”Lana hanya terkekeh mendengar ucapan Tirta sebelum kembali berdiri dan memesankan minum untuk lelaki itu. “Rasa moca ya?” Lana menoleh menatap Tirta.“Iya.”Akhir-akhir ini, Tirta intens mendekati Lana. Tidak henti-hentinya dia mengambil kesempatan agar Lana benar-benar merasakan ketulusan hatinya. Tentu dia tak mendesak karena tahu Lana belum siap mener

  • Bill Hotel Di Kemeja Suamiku   Part 36. Tirta

    “Kamu nggak perlu menghindariku, Lan.”Langkah Lana terhenti ketika mendengar suara Tirta dari arah belakang. Perempuan itu menyadari keberadaan Tirta ketika dia mengambil langkah cepat. Berusaha agar tidak perlu beramah tamah dengan lelaki itu. Sayangnya, dia tetap ketahuan.“Aku sudah pernah bilang sama kamu kalau kamu nggak perlu memikirkan tentang ucapanku tempo hari.”Tirta kini berdiri di depan Lana untuk melihat perempuan cantik itu dengan jelas. Mereka sama-sama baru saja meeting bersama dengan klien mereka masing-masing yang kebetulan berada di restoran yang sama.Lana menatap Tirta dalam sebelum dia menjawab, “Tir, kenapa kamu kemarin ke rumah nggak bilang-bilang dulu sama aku?”Tirta tersenyum kecil. “Mau mengobrol sebentar? Kebetulan aku sudah selesai meeting. Jangan bicara sambil berdiri begini, takutnya kamu capek.”Jika Lana tidak mengenal Tirta sebelumnya, dia pasti akan menganggap lelaki itu hanya mencari perhatian saja kepadanya. Nyatanya, Lana masih ingat betul baga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status