Ketegangan terjadi beberapa saat. Padangan mata Louise seakan membunuh. Ia menangkup kedua tangan Virgi keatas. Satu tangannya lagi mengusap tipis bibir Virgi lembut.
''Bagaimana?'' Tanya Louise sekali lagi, keheningan terpecah.
''A-aku. Ga! Ga mau!'' Teriak Virgi gugup.
''Tidak. Tidak ada yang bisa menolak kemauan ku. Jika aku ingin, pasti aku akan mendapatkannya.'' Bantah Louise dengan suara tenang.
''Bermimpilah! Aku bukan wanita murahan,'' Celetuk Virgi
Louise menciutkan alisnya. Keningnya pun ikut berkerut. Pandangan mata nya lebih tajam lagi. Kesabaran dalam dirinya sudah habis.
''Rayen! Kembali ke rumah!'' Titah Louise, suaranya begitu menggelegar. Membuat Virgi amat ketakutan.
Louise tak menghiraukan decitan sakit yang keluar dari mulut Virgi, sepanjang jalan Ia hanya mencengkeram kedua tangan Virgi erat. Hasrat nya tak tertahan lagi, Ia ingin menghabiskan wanita ini. Atau... Mencabik-cabik kulitnya.
***
Setibanya di rumah, ia menghentak kan kaki di ubin berlapis karpet abu-abu itu. Tangannya masih erat mencengkeram Virgi. Bergegas ia mengunci pintu kamar dan menutup seluruh gorden pada kamar yang luas itu.
''Hentikan!''
''Sayangnya tidak bisa.''
Badan Virgi terpental di ranjang empuk tersebut. Disusul oleh Louise yang perlahan membuka kancing kemejanya. Tubuhnya menunduk melingkupi seluruh tubuh Virgi. Sementara, bahu Virgi keram menahan rasa geli dan merinding saat Louise mulai bermain diatasnya.
Sekejap, Louise berhenti. Ia memandang mata Biru dingin milik Virgi. ''Milikku!''
Tok Tok Tok
Suara ketukan pintu terdengar nyaring di telinga keduanya. Louise pun langsung menghentikan aktivitas itu.
''Tuan! Ada kericuhan di depan gedung perusahaan HR!'' Suara Rayen terdengar panik dari sebalik pintu.
Mata Virgi kembali berbinar, berharap panggilan itu akan melepaskan dirinya dari orang jahat ini.
''Dasar b*doh. tidak mengerti situasi nya sedang gimana.'' Gumam Louise kesal. Ia berdecak kesal.
Tubuh Louise melompat dari atas kasur, bak seekor kupu-kupu yang terlepas. Begitu indah! Ia kembali mengenakan kemeja nya perlahan, kemeja putih itu berkobar sebelum menyatu dengan badannya.
''Sebentar!'' Teriak Louise kesal
Tampilannya agak berantakan, dengan kemeja bagian bawah yang menjuntai keluar. Rambutnya sedikit acak-acakan. Sementara Virgi masih senggugukan diatas ranjang.
''Ini belum berakhir.'' Ucap Louise sambil menangkup dagu Virgi yang terlihat berbinar. Ia memiringkan bibir nya dengan tatapan sinis.
Louise melangkah keluar, menatap Rayen yang kelihatan panik. Ia mengernyit meminta penjelasan singkat dari Rayen.
''Tuan, kericuhan ini terjadi karna harga pemasaran produk yang terlalu tinggi. Mereka minta untuk menurunkan harga.'' Jelas Rayen dengan suara tenang, walau wajah nya kelihatan gelisah.
''Aku akan pergi kesana. dasar manusia b*doh. Ingin mendapatkan kualitas tinggi, dengan harga murah? Lelucon macam apa itu.''
Sementara Virgi sangat ketakutan. Apakah perkataan Louise adalah ancaman?
Tubuhnya mulai lemas, pandangan nya sayu. Virgi juga tak banyak bicara sebelumnya. Ia merasakan panas yang luar biasa dalam dirinya. Perlahan, pandangannya mulai redup. matanya pun terpejam.
Beberapa jam berlalu, Louise datang dengan hasrat yang memuncak. Bagaikan singa yang sudah bersiap menyantap mangsanya. Betapa terkejutnya dia, saat mendapati Virgi yang terbaring lemah. Badannya panas seperti termos yang baru mendidih.
''Dia demam..''
Sepersekian detik, Louise kembali dengan sebuah kunci mobil. Ia mengangkat tubuh Virgi perlahan, meletakkannya erat di dekapan dada bidang miliknya.
''Enggmm...'' Virgi mengerang kesakitan, matanya enggan terbuka.
Rayen yang melihatnya pun berinisiatif membantu Louise. Ia melajukan mobil menuju Rumkit utama kota S.
Rayen memang selalu bisa diandalkan, Ia adalah tangan kanan Louise.
''Ini akan membutuhkan waktu lama. Gunakan jalan pintas saja.'' Ucap Louise dengan tenang. Namun hatinya sangat panik melihat Virgi yang sudah tak sadarkan diri.
''Tentu.'' Jawab Rayen dengan sigap
Virgi dilarikan ke UGD Rumkit kota S. Tepat dimana Victor bekerja.
1 Jam berlalu, Virgi mulai membuka matanya perlahan. Remang-remang cahaya lampu begitu menusuk bola matanya. Sementara disisi nya terlihat Louise dengan wajah penuh penantian.
''Virgi..'' Gumam Louise
''Dasar br*ngsek!'' Celetuk Virgi. Louise pikir, Virgi akan mengucapkan terima kasih atau tindakan kasih sayang karna sudah menolongnya. Namun, nyata nya tidak.
Virgi yang kesal kembali menutup matanya paksa dan mulai terlelap.
***
Aktivitas pagi hari di rumah sakit kembali dimulai, tampak Louise yang setia menjaga disisinya. Semalaman ia tak tidur demi menjaga Virgi. Namun Virgi tak terlihat luluh oleh aksinya.
''Apa ini ruang ekslusif VIP?'' Virgi menaruh tapapan ke sekitar, ruangan ini sangat luas. Sebelumnya, ia juga sering dirawat di rumah sakit. Tapi dengan ruangan kelas bawah. Dulu, kedua orangtuanya bukan lah orang mampu.
''Ada apa?'' Tanya Louise penasaran. karna sejak Virgi terbangun, Ia hanya menatap kagum ruangan itu. Padahal, Louise hanya berharap ucapan terima kasih keluar dari mulut Virgi.
Sementara, di bagian ruang administrasi tampak beberapa dokter sedang berbincang sebelum melaksanakan tugasnya masing-masing. Diantaranya, ada Victor.
''Hei, Vic. Kemarin sore, seorang wanita dilarikan ke ruang UGD dan masih dirawat disini. Kalau tidak salah, namanya adalah Virgi. Aku pikir, dia adalah gadis manis yang sering kau ceritakan.'' Seorang dokter Anastesi menyenggol sikut Victor yang tengah melamun disudut dinding.
Mendengar itu, lamunan Victor langsung buyar. Ia langsung khawatir dengan kondisi Virgi. Karna memang, Virgi menghilang tanpa jejak dan meninggalkan rumahnya sejak 2 hari yang lalu.
''Sekarang, dia dimana?'' Tanya Victor panik
''Kalau tidak salah, ada di ruang Ekslusif VIP.'' Jawab temannya singkat.
Victor seakan tak percaya dengan jawaban itu. Bagaimana mungkin, Virgi gadis biasa bisa dirawat di ruang Ekslusif seperti itu? Mungkin yang dimaksud bukan Virgi gadisnya.
Victor menaikkan alisnya satu, dan mengusap dagunya berulang kali.
''Em, aku ingin melihatnya.''
Niat Victor diurung, saat tangan besar itu mencegatnya.
''Pagi ini ada jadwal operasi. Bersiaplah, urusan teman mu bisa nanti siang.''
Suara itu membuat Victor menundukkan kepalanya, wajahnya tertahan. Kekhawatiran dalam dirinya sangat membludak.
***
''Makan siang untuk mu.'' Kata Louise dengan suara berat. Ia meletakkan bekal makanan khusus untuk Virgi.
Virgi kelihatan acuh, membuang mukanya dari hadapan Louise. Sebisa mungkin ia menghindar.
''Letakkan saja disitu. akan ku makan nanti sore.''
''Ini makan siang! Bukan sore! Cepat habiskan.'' Nada suara menggelegar itu kembali terdengar. Virgi hanya menunduk dalam dan mengangguk menjawabnya.
Louise mengambil sendok makan yang berbahan plastik itu. Perlahan menangkup sebuah bubur, dan melahap di mulutnya. Namun ia tahan.
''Aneh, katanya tadi ingin memberikannya padaku. Tapi sekarang, dia malah memakannya.'' Gerutu Virgi dalam hatinya.
Louise mencengkeram dagu Virgi hingga wajahnya terangkat, keduanya saling bertatapan. Tampak, mulut Louise yang penuh. Ia memindahkan bubur dari mulutnya ke satu mulut Virgi dengan sebuah ciuman. Virgi yang terkejut melihat tindakan Louise hanya bisa terpaku.
''Buburnya enak 'kan?'' Louise berbisik sembari menghela nafas hangat tepat ditelinga Virgi.
Virgi belum menelan bubur nya. Ia hanya terdiam dengan pandangan kosong. namun jantungnya berdebar kencang. Di sela itu juga terdengar seseorang yang mengetuk pintu ruangannya.
''Permisi...'' Terdengar suara Victor lirih.
Tentu saja, Virgi amat sangat terkejut mendengar suara itu. Ia baru ingat, kalau Victor juga bekerja disini.
''Aku harus bagaimana?! jangan sampai Victor tahu lelaki ini'' Batin Virgi panik.
''Masuk!''
Knop pintu hampir terputar. Disaat bersamaan, Virgi loncat ke badan bidang Louise yang tengah berdiri tegap. Kakinya melingkar di pinggang Louise. Tangannya menjuntai di leher Pria itu.
Segera Virgi menelan bubur yang di berikan Louise. Melihat kejadian itu, Victor sangat terkejut.
''Virgi!'' Sentak Victor saat mendapati Virgi yang tengah bermesraan dengan seorang Pria. Walau tangannya masih tertancap infus.
''Kakak?''
Melihat kejadian itu, lantas Louise bingung. Namun sepertinya kedua orang ini saling mengenali, pikir Louise.
''Gadis ini benar-benar menarik. Aku akan mengikuti alur permainannya.'' Louise membatin.
''Siapa pria itu?''
''Oh, pria ini... Dia, dia... Dia adalah suamiku!'' Tanpa berfikir panjang, kebohongan itu keluar dari mulut Virgi.
''Kau menghilang dua hari. Dan sekarang, telah menikah?'' Hati Victor benar-benar hancur.
Rasanya ada perasaan bersalah dalam benak Virgi. Namun Virgi juga ingin Victor merasakan, apa yang dirasakan Virgi sebelumnya.
''Selamat memulai hidup baru.'' Ucapnya singkat, ia membalikkan badannya. Menggigit bibirnya erat, mengepal telapak tangannya hingga memerah. Belum sempat ia melihat sosok suami Virgi, karna tertutup oleh dada Virgi sendiri.
Ia kembali dengan segala luka dalam hatinya.
--
''Lepaskan.'' Celetuk Louise kesal, ia sama sekali tak berniat untuk menopang tubuh gadis itu.
''Maafkan aku...'' Ucap Virgi dengan nada suara yang gemulai.
Louise langsung membulatkan kedua bola matanya. Bola mata coklatnya berbinar mendengar ucapan Virgi barusan. Ia melepaskan Virgi perlahan dari pelukannya. Dan meletakkannya di ranjang.
''Kau menggoda ku?''
Virgi menggeleng kuat.
''Untuk apa kamu menempelkan dada tepos itu kewajah ku?'' Louise mengernyit. Tatapannya mematikan, namun seluruh wajahnya tampak memerah. Ia menyentuh dada kecil itu perlahan.
''Bukan! bukan itu maksud ku!'' Virgi memberontak
.
Bersambung
Louise menghembuskan nafas nya kasar, saat tahu Adik nya sendiri yang berkunjung ke sini. Ia bahkan tidak menginginkan keberadaan Anika disini.Sepersekian detik, para suster juga memasuki ruang inap VViP itu, untuk menangani beberapa masalah Virgi. Disaat itu juga Anika memanfaatkan kesempatan untuk mengajak Louise keluar dari sana.Tanpa sepatah kata, Anika menarik tangan Louise untuk beranjak dari sana. Namun Louise mengernyit melihat tingkah adik nya itu. “Aku tidak bisa meninggalkan Virgi disini,” Ucap Louise kukuh.“Sebentar saja, ganti kemeja mu yang di penuhi noda itu. Lagipula Virgi masih dalam penanganan,”Louise akhirnya yakin untuk mengikuti adik nya, mereka terlebih dahulu mengganti kemeja Louise.“Aku tidak tahu kau peduli dengan ku,” Seringai Louise seusai mengganti kemeja nya.Anika hanya tersenyum tipis sebelum menjawab perkataan Louise, “Tadi aku tidak sengaja bertemu dengan Rayen, ia menitipkan itu padaku. Jangan salah paham kak,” Jelas Anika. Louise juga tidak hera
“Kau fikir, kau punya hak menanya kan hal itu?” Louise membalas tajam pertanyaan Victor. Iris mata nya masih terlihat tenang seakan tidak merasa bersalah atas kejadian ini.“You mf!” Victor mengumpat dengan kesal nya mendengar jawaban Louise. Ia melepas paksa kerah kemeja Louise.Victor mengatur nafas nya yang berburu sejenak, mencoba tidak membuat keributan di lantai lorong rumah sakit ini. Tangan nya tetap mengepal rapi di samping jas sneli putih rapi miliknya, pandangan nya tetap profesional.Sementara Louise dengan angkuh melipat kedua tangan nya di depan dada bidang miliknya, mengklaim bahwa ia adalah penguasa di kota ini. Siapapun tidak akan berani merampas apa yang dimiliki nya.“Bukan berarti karna anda penguasa di kota ini, anda seenaknya memperlakukan gadis malang seperti Virgi. Jika anda belum mengetahui masa lalu nya yang buruk, sebaiknya anda menjauhi gadis itu.” Jelas Victor dengan formal nya.Louise tertawa tipis setelah mendengar lontaran perkataan itu, apa yang dimaks
“Sakit..” Rilih Virgi pelan, nada bicara nya membuktikan bahwa dia sedang menahan rasa sakit. Tangan tangan mungil Virgi mulai mencengkram perut nya erat, perut dan punggung bawah nya terasa kram yang parah. aliran dar*h mengucur perlahan dari paha hingga betis nya. Virgi tetap menduduk, tidak ingin membuat suara kebisingan disini. Sementara di sisi kamar Louise, terlihat Louise sedang meringkuk di atas ranjang nya. Mencoba merenungi apa yang telah di lakukan nya. Wajah penyesalan nya mulai terlihat, kedua alis nya tampak mengkerut. Ia mulai menggigit bibir nya sendiri. “Apa aku terlalu kasar dengan nya?” Pertanyaan itu muncul dalam benak Louise. “Aghh, Aku menyesal? Heuh?” dengus Louise, seraya menarik garis bibir nya. “Gadis yang tidak bisa diatur patut menerima konsekuensi nya,” Ucap Louise dengan ego nya sendiri. Louise beranjak dari ranjang, telapak kaki nya tidak sengaja menginjak sesuatu. Benar saja, ia menginjak bungkus pil kontrasepsi yang masih terkemas rapi. Benda yan
Tidak ada derap langkah atau tanda tanda Louise sebelum nya, kedua bodyguard yang di sediakan khusus untuk Orlando juga gelagapan saat melihat kehadiran Louise disini. Semua nya membisu hingga keheningan mulai tercipta.Orlando memiringkan garis bibir nya, tergurat senyum licik di bibir tipis nya itu. "Gadis mu juga tidak menolak ku,"Virgi tercengang mendengar jawaban Louise yang seolah melempar serangan balik pada Virgi sendiri.Apa - Apaan Pria ini, dia sengaja menjatuh kan ku dalam lubang hitam? Begitu?Louise menarik tangan Virgi paksa hingga keduanya keluar dari tempat itu. Louise sama sekali tidak peduli decitan yang keluar dari mulut Virgi karna Louise mencengkeram nya dengan kuku - kuku nya."Siapa yang mengizinkan mu keluar dari kamar ku? Dan berani melangkah keluar dari kediaman Louise Hartley?" Louise menatap sengit Virgi dengan nada bicara setiap kata nya terdengar sombong."Apa hak mu mengurung ku di kastil besar milik mu, layak nya penjara. Apa ini kutukan tuhan atas do
Pagi hari tiba, matahari sudah menerbit kan dirinya, barulah Virgi bangkit dari ranjang Louise. Sementara Louise sudah berada di kantor sejak pagi sekali."Gila, dia benar benar membuang semua pil konstrasepsi nya. Apa dia akan tanggung jawab dengan keadaan ku?" Celetuk Virgi kesal dengan bibir yang berkedut ketakutan. Virgi hampir tidak bisa bangkit karna seluruh punggung nya merasakan sakit yang luar biasa.Akhirnya di siang terik itu, Virgi pergi dengan setelan pakaian nya layaknya buronan yang kabur dari penjara, penjara cinta Louise maksudnya."Nona, anda ingin pergi kemana?" Tanya salah seorang pembantu mendapati Virgi yang tengah linglung mencari masker."Tuan Muda Louise memanggil ku," Virgi menjawab dengan nada gelagap. Jangan sampai mereka mengadukan Virgi.Virgi mengikat rambut nya yang terurai, ia sembunyikan dalam topi Hoodie hitam. Memberanikan dirinya melangkah sendiri tanpa Rayen yang biasanya berada di samping nya.Kaki kaki mungil nya berlari menuju halte kota, sudah
"Tapi aku masih belum menemukan apapun disini, hanya beberapa orang dengan sikap layaknya orang Purba.""Benar yang dikatakan Tuan Orlando, Tuan Orlando adalah pemimpin badan intelijen pemerintah," Jelas Rayen sekali lagi.Louise sama sekali tidak tertarik untuk ikut campur dengan urusan Orlando. Sedangkan Virgi hanya menghela nafas lega, karna Xafier yang di kenalnya bukan lah orang Jahat.***"Ingin minum teh dulu?" Ucap Orlando saat tiba di halaman luas kediaman keluarga Zeyn. Halaman belakang nya begitu luas, sampai sampai Helikopter bisa terparkir disana.Virgi terperangah melihat kediaman keluarga Zeyn. Layak nya kastil bangsawan yang terletak di sudut kota, tidak kalah jauh dengan luas nya kediaman Louise. Meskipun kasta keluarga Zeyn dibawah keluarga Hartley.Louise hanya menggelengkan kepala nya kuat, menolak undangan Orlando mentah mentah. Sementara Virgi menggaruk kepala nya yang tidak gatal, dia hanya mengikuti perintah Louise.Helikopter itu kembali meluncur ke udara. Sej