Share

bab 02

last update Last Updated: 2025-10-24 14:26:41

Kini, di ruang yang luas itu, Reihan dan Alya duduk bersebelahan. Di hadapan mereka, seorang penghulu yang dipanggil secara mendadak oleh warga sudah bersiap memulai prosesi. Beberapa warga lain berdiri di sekitar mereka, menjadi saksi dari kejadian yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Sebelumnya, penghulu telah meminta Alya dan Reihan menyerahkan kartu identitas sebagai syarat pernikahan.

Alya hanya bisa duduk kaku. Kedua tangannya saling meremas erat, mencoba menahan ketakutan yang terus mengguncang hatinya. Ia baru saja mengalami nasib buruk, nyaris diperkosa oleh begal, dan kini ia malah dituduh berzina oleh dosennya sendiri. Semua terasa begitu tidak adil.

“Apa… harus sampai seperti ini?” tanya Alya lirih pada Reihan yang duduk di sampingnya. Suara nya bergetar, hampir tak terdengar.

Reihan menarik napas panjang sebelum menjawab, “Mau bagaimana lagi? Kita tidak punya pilihan lain. Percuma membela diri mereka tetap tidak akan percaya.”

Penghulu itu kemudian menatap mereka. “Baiklah, kalau begitu, mari kita mulai ijab kabulnya,” ucapnya tenang.

Reihan mengangguk pelan, lalu menjabat tangan penghulu. Ia mengikuti setiap kata yang diucapkan, dan dalam satu tarikan nafas mantap, ia melafalkan ijab qabul tersebut. Seketika para warga yang hadir serempak mengucapkan kata “sah”.

Air mata Alya jatuh tanpa bisa ia tahan. Ia tidak sanggup membayangkan kemungkinan buruk apa lagi yang mungkin menantinya setelah ini.

Setelah menandatangani surat pernyataan bahwa mereka telah resmi menikah secara siri, warga pun mulai meninggalkan rumah Reihan satu per satu hingga suasana perlahan menjadi tenang.

Reihan menatap Alya, lalu berkata dengan hati-hati. “Ini sudah malam, kamu bisa bermalam di sini dulu, mereka tidak akan ribut lagi.”

Alya menggelengkan kepalanya berat. “Tapi, Pak … saya harus pulang. Orang tua saya nanti bisa marah.”

“Hubungi orang tuamu, bilang saja sedang menginap di rumah teman karena ada tugas. Besok pagi, saya antar kamu pulang,” ujar Reihan sambil menyerahkan ponselnya.

Dengan ragu, Alya menerima ponsel itu. Meskipun tidak yakin orang tuanya akan mengizinkannya, setidaknya dia ingin mencoba.

“Kalau orang tuamu tidak percaya, biar saya yang bicara, pura-pura sebagai orang tua temanmu,” tambah Reihan saat melihat keraguan Alya.

Alya hanya mengangguk, lalu segera menekan nomor ayahnya dan menghubunginya.

“Halo, Bapak. Ini Alya,” ucap Alya begitu telepon tersambung, suaranya masih lemah.

“Kemana aja kamu, Alya? Sudah jam segini kenapa belum pulang?” tanya Pak Salim, ayah Alya, dengan suara meninggi. “Mau jadi apa kamu, hah? Apa kamu mau jadi liar seperti ibumu?”

Kata-kata itu menghantam hati Alya hingga rasanya seperti diremas keras. Ia tahu ayahnya masih menyimpan dendam pada ibunya, wanita yang memilih pergi bersama pria lain saat usianya baru menginjak tujuh tahun.

Dan sejak Alya beranjak dewasa, ayahnya semakin sering menuduhnya melakukan hal yang sama seperti yang pernah dilakukan ibunya dulu.

Mendengar nada marah ayahnya, membuat napas Alya tercekat. Tubuhnya menegang sebelum akhirnya ia kembali bersuara.

“Ponsel Alya mati, Pak… dan Alya ingin minta izin untuk bermalam di rumah teman karena ada tugas kampus,” ucap Alya. Suaranya bergetar jelas karena takut.

“Jangan banyak alasan, Alya! Dari dulu kerjamu hanya bisa menyusahkan orang tua saja!” hardik Pak Salim tanpa memberi ruang untuk berkilah.

“Tapi… Pak—” Alya mencoba menjelaskan, namun belum sempat kata-katanya selesai, Reihan lebih dulu mengambil ponsel itu.

“Halo, Pak. Saya orang tua temannya Alya, karena ini sudah malam, sebaiknya Alya diizinkan saja untuk menginap di sini. Bahaya kalau maksa pulang,” ucap Reihan dengan suara tegas.

Kalimat itu membuat Pak Salim tidak bisa berkata-kata. Hanya ada helaan napas sebelum akhirnya sambungan telepon terputus.

Jelas, meski Pak Salim marah pada Alya, tidak mungkin ia marah pada orang asing juga karena anaknya.

“Sudah, kamu bisa istirahat di kamar itu,” ujar Reihan sambil menunjuk satu kamar di dekat ruang tamu.

Alya terdiam, merasa tidak enak pada dosennya ini. Namun, karena tak ingin membuat masalah semakin runyam, Alya akhirnya hanya mengangguk patuh.

“Terima kasih, Pak. Maaf jadi banyak merepotkan,” kata Alya lirih, kepalanya menunduk malu.

“Tidak apa, istirahatlah.” Reihan mengangguk. “Besok saya antar kamu pulang.

Alya mengangguk sekali lagi, lalu melangkah menuju kamar itu dengan langkah gontai, membawa seluruh kegelisahan yang masih membayangi hatinya.

Namun, belum sempat Alya masuk ke kamar, suara Reihan kembali menghentikannya.

“Oh iya, Alya,” panggil Reihan, tatapannya menatap lurus ke arah Alya dengan cukup serius.

“Iya, Pak?”

“Sebaiknya pernikahan ini kita rahasiakan saja dulu. Kalau semua orang di kampus tahu kita menikah karena dituduh berzina… bukankah itu memalukan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bimbingan Malam Dengan Dosenku    Bab 7

    “M-men… menyentuh apa?” bisik Alya, rasa gugup membuat suaranya tercekat. Ia benar-benar tidak paham kenapa Reihan tiba-tiba menghentikannya dengan cara seperti itu.Reihan menatapnya dengan intensitas yang membakar. Matanya menyiratkan perjuangan batin yang dalam. Rahangnya masih mengeras, dan napasnya terdengar semakin berat. Lalu menggenggam kedua tangan Alya dan menariknya untuk menjauh dari area yang sudah Alya sentuh.“Kamu tidak perlu menggosoknya lagi,” kata Reihan, suaranya serak menahan gejolak. “Sudah saya bilang, tidak apa-apa.”Alya menggeleng cepat, rasa bersalah membuatnya keras kepala. “Tapi, nodanya, Pak. Saya tidak mau celana Bapak kotor. Kalau tidak dibersihkan sekarang, nanti… nanti nodanya susah hilang…”Tanpa sadar, ia kembali menunduk, dan tangannya sudah meluncur lagi ke area yang sama. Ia mengusapnya lagi, kali ini lebih fokus, berniat menghilangkan jejak kopi yang baru tumpah.Reihan memejamkan mata, menahan erangan yang hampir lolos dari bibirnya. Gadis ini

  • Bimbingan Malam Dengan Dosenku    bab 06

    Langit sudah mulai gelap ketika mobil yang dikendarai Reihan akhirnya berhenti di pelataran rumah besar itu. Lampu-lampu halaman memantulkan cahaya lembut pada bangunan megah tersebut, menciptakan bayangan tenang yang kontras dengan gejolak di hati Alya.Malam kian larut, namun Alya masih duduk termenung di tepi ranjang kamarnya. Pikirannya melayang jauh, mencoba mencerna apa yang baru saja mengguncang hidupnya. Semuanya terjadi begitu cepat, terlalu cepat, hingga kini ia bahkan masih sulit percaya bahwa statusnya telah berubah menjadi istri dari pria yang dulu hanya ia panggil “Pak Reihan” di ruang kelas.Di tengah lamunannya, suara ketukan terdengar pelan dari balik pintu.“Alya, saya boleh masuk?” suara Rehan terdengar dari luar, tenang namun penuh kehati-hatian.Alya tersentak kecil. Ia menarik napas panjang sebelum menjawab pelan,“Iya… silakan.”Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan Reihan yang sudah berganti memakai pakaian santai. Rambutnya masih sedikit basah, beberapa helai

  • Bimbingan Malam Dengan Dosenku    bab 05

    Salim terdiam sejenak mempertimbangkan ucapan istrinya, lalu mengangguk mantap. “Benar,” ucapnya tegas.Alya membeku, matanya membesar.“Ayah… tidak! Kami nggak ngapa-ngapain! Itu semua cuma salah paham warga! Kenapa malah minta uang ke Pak Reihan yang udah nolong Alya…?” Suaranya bergetar, terdengar lebih terluka daripada marah.“Maling mana ada yang ngaku, Alya…” gumam Sari pelan tapi menusuk, membuat Alya menunduk semakin dalam.Reihan menepuk bahu Alya lembut, mencoba menenangkannya. “Sudah… tidak apa-apa,” ucapnya pelan. Lalu ia menoleh ke Salim dan Sari. “Berapa yang kalian minta?”Sari langsung menjawab, cepat dan tanpa ragu. “Lima puluh juta.”Reihan terdiam. Ia menatap Alya sebentar, memperhatikan wajah gadis itu yang pucat, matanya memohon agar ia tidak menuruti permintaan itu.Alya menggeleng kecil, nyaris tidak bersuara. “Pak… jangan… ini nggak bener…”Namun Salim memotong, suaranya dingin, “Apa yang nggak bener? Kamu pikir bapak membesarkanmu supaya kamu bisa bikin malu

  • Bimbingan Malam Dengan Dosenku    bab 04

    Mendengar ucapan itu, Alya cukup terkejut. Status kepala prodi mungkin sudah tidak asing di telinga Alya. Tapi menyebut Reihan sebagai suaminya, jelas ini masih menjadi sesuatu yang aneh baginya.Namun, akhirnya Alya hanya bisa mengangguk pasrah. “Baik, Pak.”“Kamu tunggu di gang samping kampus ya, nanti saya lewat sana,” ujar Reihan lagi.Alya paham dengan arah ucapan itu. Kalau ia langsung naik ke mobil Reihan di parkiran, pasti akan banyak orang yang melihat. Itu jelas akan menimbulkan gosip.Alya mengangguk lagi dan langsung meninggalkan ruangan Reihan. Ia berjalan ke arah gang samping kampus untuk menunggu Reihan.Sambil menunggu Reihan, Alya meremas tali tasnya erat-erat. Angin siang itu memang terasa panas, tapi kedua telapak tangannya justru dingin.Perasaan Alya campur aduk antara takut dan khawatir. Ia takut saat ayahnya bertemu dengan Reihan dan tahu fakta soal pernikahan mereka, amarah ayahnya akan lebih besar dari pagi tadi. Selain itu, ia juga tidak siap menyeret Reihan

  • Bimbingan Malam Dengan Dosenku    bab 03

    Alya sempat terdiam, matanya sedikit melebar karena terkejut mendengar ucapan Reihan barusan. Ia tidak menyangka pria itu akan mengusulkan hal seperti itu.Namun selang beberapa detik, keterkejutannya perlahan mereda. Ia mulai memikirkan ucapannya dan memang, apa yang Reihan katakan ada benarnya. Jika pernikahan itu tersebar di kampus, apalagi dengan alasan yang memalukan, hidup mereka akan semakin sulit.Alya menghela napas pelan, lalu mengangguk.“Baik… saya mengerti,” jawabnya lirih.Akhirnya, Alya kembali melangkah masuk ke kamar. Malam itu, rasanya pikirannya sangat campur aduk. Shock perkara dibegal dan hampir dilecehkan belum sepenuhnya pulih, tapi sudah harus menerima masalah baru.Alya merebahkan tubuhnya yang masih lemah di ranjang sederhana itu. Sekarang, statusnya sudah berubah menjadi istri dosennya sendiri. Apa jadinya kalau orang-orang tahu ini.Tak mau semakin pusing, Alya mulai memejamkan matanya. Berharap esok hari semua bisa lebih normal untuknya.***Pagi itu, Alya

  • Bimbingan Malam Dengan Dosenku    bab 02

    Kini, di ruang yang luas itu, Reihan dan Alya duduk bersebelahan. Di hadapan mereka, seorang penghulu yang dipanggil secara mendadak oleh warga sudah bersiap memulai prosesi. Beberapa warga lain berdiri di sekitar mereka, menjadi saksi dari kejadian yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.Sebelumnya, penghulu telah meminta Alya dan Reihan menyerahkan kartu identitas sebagai syarat pernikahan.Alya hanya bisa duduk kaku. Kedua tangannya saling meremas erat, mencoba menahan ketakutan yang terus mengguncang hatinya. Ia baru saja mengalami nasib buruk, nyaris diperkosa oleh begal, dan kini ia malah dituduh berzina oleh dosennya sendiri. Semua terasa begitu tidak adil.“Apa… harus sampai seperti ini?” tanya Alya lirih pada Reihan yang duduk di sampingnya. Suara nya bergetar, hampir tak terdengar.Reihan menarik napas panjang sebelum menjawab, “Mau bagaimana lagi? Kita tidak punya pilihan lain. Percuma membela diri mereka tetap tidak akan percaya.”Penghulu itu kemudian menatap mereka.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status