Share

Bab 2

Penulis: Mohini
Pramugari itu tampak bingung sesaat, tetapi karena Samuel adalah anggota dengan kartu platinum, dia tidak berani mengatakan apa-apa.

Namun, orang lain jelas merasa tidak senang. Ada yang melemparkan botol air ke arah Samuel sambil memarahi.

"Apa ini pesawat milikmu sendiri? Kenapa sikapmu begitu nggak masuk akal? Apa orang seperti ini pantas menjadi Ayah?"

Samuel yang dimarahi hingga seperti itu tidak berani membalas, hanya menoleh untuk memberi isyarat pada pramugari, tetap tidak bersedia melepaskan tangannya.

Aku berkata dengan tenang.

"Kalau begitu, aku nggak memerlukan ruang ibu dan anak."

Pada saat itu, seorang wanita yang duduk di sebelahku tiba-tiba berbicara padaku.

"Biar aku membantu menutupimu, kamu bisa menyusuinya saja. Sebentar lagi aku akan mengadukan pramugari yang menyalahgunakan kekuasaan ini!"

Aku tersenyum sambil mengangguk, lalu kembali ke tempat duduk. Wanita itu pun membantu menutupi diriku dengan jaketnya.

Setelah bersusah payah, aku akhirnya selesai menyusui. Fandy pun akhirnya berhenti menangis, tertidur sampai pesawat mendarat.

Setelah keluar dari bandara, wajah Samuel langsung berubah muram ketika melihatku tidak berniat naik ke mobil. Dia mengira aku sedang marah padanya.

"Laura, kamu bisa naik taksi, tapi anakku nggak. Apakah kamu mencoba menggunakan anak ini untuk mendapatkan simpati dariku?" ujar Samuel.

Aku menatap lurus ke arah Samuel yang bersikap tidak masuk akal.

"Fandy bukan anakmu," balasku.

Namun, pria itu seolah telah mendengar lelucon yang sangat menggelikan. Dia mendongak sambil tersenyum pahit cukup lama.

"Aku benar-benar nggak menyangka kalau omonganmu akan makin nggak terkendali. Kata-kata nggak masuk akal seperti ini pun bisa kamu ucapkan."

Samuel masih ingin melanjutkan kata-katanya, tetapi Shinta tiba-tiba menggigil secara berlebihan sambil mendengus.

Pria itu langsung maju dengan penuh perhatian.

"Apa kamu kedinginan?"

Tanpa banyak bicara, Samuel langsung melepaskan jaketnya, memakaikannya di bahu Shinta, lalu membuka pintu kursi penumpang depan untuknya.

Ketika menoleh melihatku lagi, kesabarannya padaku tampak sudah habis. Dia mengerutkan kening sambil berkata.

"Kalau kamu ingin kedinginan, silakan kedinginan sepuasnya di sini!"

Setelah berkata begitu, Samuel tidak memandangku lagi.

Mobil itu melaju pergi dengan kencang.

Tak lama kemudian, kepala pelayan Bianto menghentikan mobil di depanku, lalu dia melangkah turun utnuk membantu membawakan koperku.

"Bu Laura, Pak Bianto sudah lama ingin bertemu dengan cucu sulungnya."

"Ayo, cepat naiklah ke mobil."

Aku mengingat ke waktu setahun yang lalu. Henry Dirja menyelamatkanku dari biara, lalu kami berdua pun memutuskan untuk menghabiskan hidup bersama.

Awalnya Bianto tidak menyetujuinya. Namun, Henry sebagai anak sulungnya mengancam akan mati, sehingga pria tua itu pun mengalah.

Terlebih lagi, sekarang Fandy sudah lahir. Pria tua itu pasti tidak akan banyak bicara lagi.

Sesampainya di kediaman Keluarga Dirja, lampu menyala di sepanjang jalan.

Pria tua itu menatap Fandy dengan tatapan penuh kasih sayang, lalu melihat ke belakangku.

"Kenapa Henry nggak pulang? Aku ingin semuanya berkumpul untuk membicarakan acara pernikahan selanjutnya," ujar Bianto.

Aku menjelaskan, "Masih ada beberapa hal yang harus diurus Henry di kantor pusat di luar negeri. Dia sengaja menyuruhku pulang lebih dulu untuk menemuimu, juga menangani urusan cabang dalam negeri."

Pria itu menundukkan kepalanya, tampak berpikir.

Saat masuk ke rumah, ternyata semua anggota Keluarga Dirja ada di sana. Mereka sedang berkumpul untuk membicarakan tentang pesta pernikahan yang mewah.

Sementara itu, identitas Samuel cukup istimewa di sini. Dia hanya seorang anak haram. Bianto hanya bisa menjamin kemewahan hidupnya, tetapi Samuel tidak akan memiliki status apa pun.

Setelah selesai berdiskusi, Bibi yang merupakan pemimpin stasiun radio langsung menyebarkan berita malam itu juga.

Saat itu juga, Samuel meneleponku dengan nada menuduh serta mengejek.

"Laura, beraninya kamu berunding dengan Ayah dan yang lainnya tentang masalah pernikahan secara diam-diam. Aku belum mengatakan kalau aku setuju!"

Aku hanya menjawab dengan nada dingin.

"Apakah kamu benar-benar merasa pendapatmu penting?"

Setelah berkata begitu, aku langsung menutup telepon, tidak memedulikannya lagi. Aku berbalik, menggendong Fandy masuk ke kamar tidur Henry di kediaman Keluarga Dirja.

Keesokan paginya, begitu aku melangkah keluar dari kamar, aku langsung berpapasan dengan Samuel yang lewat.

Seluruh tubuhnya diselimuti oleh hawa dingin. Wajahnya tampak pucat, sementara matanya muram.

"Kenapa kamu tidur di kamar kakakku?" tanya Samuel.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bisa Tidak Mencintaimu Saja   Bab 9

    Namun, Shinta masih terus menangis tersedu-sedu. Samuel pun memanggil satpam untuk menyeretnya keluar.Suasana di tempat itu menjadi sangat dingin, tetapi Samuel seakan tidak peduli lagi.Samuel perlahan melangkah ke hadapan Henry, menatapnya dengan pandangan penuh tantangan, lalu mengerutkan kening dengan kejam."Aku benar-benar nggak menyangka, Kakak yang selalu tenang dan terkendali, ternyata akan merebut seorang wanita dariku.""Kalau begitu, aku lebih baik nggak memiliki Kakak sepertimu."Alis Henry sedikit bergerak, tanpa sadar menoleh melirikku, lalu dia pun tersenyum."Lakukan saja apa maumu.""Aku hanya ingin bersama dengan Laura, aku nggak peduli dengan yang lainnya."Henry diam-diam mundur beberapa langkah, berjalan ke hadapanku, menggenggam tanganku, lalu mengecupnya di bibirnya.Kemudian, dia berbalik untuk melihat sekilas pada Samuel yang tampak sangat terpuruk, lalu mengangkat tangan ke arah pengawal.Para pengawal yang menerima sinyal ini langsung berlari mengelilingi S

  • Bisa Tidak Mencintaimu Saja   Bab 8

    "Aku selalu tulus padamu, tapi ternyata kamu memperlakukanku seperti ini!" kata Samuel.Aku langsung mengerutkan kening, meremehkan perkataannya, lalu menjawab dengan nada dingin."Kamu terlalu menganggap tinggi diriku. Ini adalah urusan yang dibicarakan oleh ayahmu dan Henry. Karena kamu memang nggak punya kemampuan menjadi CEO yang baik, juga nggak bisa membawa Grup Dirja berkembang!"Samuel langsung menjadi sangat terpuruk. Dia mundur beberapa langkah, menatap wajahku dengan penuh dendam."Laura, sebenarnya selama kamu bersedia, aku bisa menyerahkan perusahaan. Sekarang juga, kamu bisa bercerai dengannya, lalu aku akan menikahimu. Aku akan memberikan semua yang aku miliki padamu, bagaimana?" ujar Samuel.Aku langsung merasa pusing. Aku berdiri di samping Henry sambil menatap ke arah Samuel."Mulai sekarang jangan memanggil namaku lagi. Ada banyak orang luar di sini, lebih baik panggil aku dengan sebutan Kakak Ipar. Kalau nggak, ini akan merusak martabat Keluarga Dirja."Samuel mengg

  • Bisa Tidak Mencintaimu Saja   Bab 7

    Henry sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan, langsung mendorong Shinta hingga terjatuh ke tanah, lalu menjawab dengan nada dingin."Dia menanggung akibat perbuatannya sendiri. Kalau nggak, aku juga nggak mungkin akan berkelahi di hari bahagiaku."Mata Shinta berkilat senang, tampak sangat bersemangat:"Jadi, Laura benar-benar sudah menikah denganmu? Berarti Kak Samuel bisa menikah denganku, 'kan?" tanya wanita itu.Henry hanya tertawa dingin tanpa daya, lalu menyuruh orang untuk menutup pintu.Pada saat itu, ponselku berdering. Ada telepon dari pimpinan senior di anak perusahaan.Dia mengatakan bahwa mereka sudah melihat laporan beritanya. Perilaku Samuel yang ingin merebut pengantin kakaknya sudah memengaruhi saham anak perusahaan."Nona Laura, dengan memanfaatkan momentum ini, urusan yang kamu katakan akan jadi lebih mudah diselesaikan."Aku berdiri di tepi jendela sambil melihat ambulans yang perlahan menjauh, merasakan perasaan lega di hatiku.Aku menjawab, "Kalau begitu, aku

  • Bisa Tidak Mencintaimu Saja   Bab 6

    Samuel memancarkan aura penuh amarah dari seluruh tubuhnya. Lidahnya menjilat pipi bagian dalam, meremehkan perkataan Bianto."Kakak Ipar?""Laura adalah tunanganku. Mengapa aku harus memanggilnya Kakak Ipar? Kalian bercanda!"Henry yang tadinya tidak ingin ambil pusing dengan Samuel, tiba-tiba berubah muram, seperti akan ada badai yang datang.Henry berujar, "Samuel, aku dan Laura menikah karena saling mencintai. Itu adalah faktanya. Sekarang kamu membuat keributan di hadapan semua orang, sikap macam apa ini?""Aku nggak peduli apakah kamu bisa menerima hal ini atau nggak, tapi mulai sekarang, kamu harus memanggil Laura Kakak Ipar dengan hormat kalau bertemu dengannya."Pada saat ini, sudah tidak bisa dibedakan lagi apakah ekspresi wajah Samuel itu sedang menangis atau tertawa. Namun, seluruh tubuhnya memancarkan hawa dingin.Henry khawatir aku akan berada dalam bahaya, jadi dia menghalangiku dengan rapat di belakangnya. Namun, aku menepuk bahunya, tetap berdiri di depan."Samuel, oh

  • Bisa Tidak Mencintaimu Saja   Bab 5

    Suasana yang baru saja mereda tiba-tiba menjadi lebih tegang dari sebelumnya. Tekanan udara begitu rendah, hingga terasa menyesakkan.Melihat Samuel yang begitu emosional, Henry langsung menempatkan tubuhnya di hadapanku, lalu memberi peringatan dengan nada tegas."Aku sarankan padamu untuk segera turun. Jangan memaksaku."Namun, Samuel sepertinya sudah tidak peduli pada siapa pun. Dia mengabaikan perkataan Henry, lalu menatapku dengan tatapan tajam."Laura, aku akan memberimu kesempatan terakhir. Cepat ikutlah denganku!" ujar Samuel.Suasana hatiku yang tadinya baik langsung hancur. Aku mengerutkan kening, menatapnya dengan tidak sabaran."Kalau otakmu sakit, pergilah berobat. Aku dan Henry sedang melangsungkan pernikahan!" teriakku.Samuel seperti sedang mendengar sebuah lelucon. Dia langsung tertawa dengan kencang. Kemudian, dia hendak mengumumkan sesuatu dengan mikrofon.Tindakan ini langsung memicu kemarahan besar Bianto. Seluruh tubuhnya bahkan gemetaran karena amarah."Samuel!"

  • Bisa Tidak Mencintaimu Saja   Bab 4

    Mata Samuel tiba-tiba menyipit. Dia mengangkat kepala dengan cepat, menatapku dengan mata yang terbelalak kaget, lalu bertanya."Ini …. Apa artinya? Laura, jelaskan padaku ….""Apa maksudnya mempelai prianya bukan aku, tapi kakakku?"Aku merapikan riasan di depan cermin rias, lalu menjawabnya dengan nada datar."Sejak pulang ke tanah air, aku nggak pernah sekali pun mengatakan ingin menikah denganmu. Selama ini, kamu saja yang berangan-angan sendiri."Aku menarik napas dalam, bangkit berdiri untuk memeriksa penampilanku, lalu menoleh sekilas melihat Samuel yang tampak terpukul dan terkejut."Kamu tadi mengatakan nggak akan hadir, tentu saja boleh. Aku dan Henry sama sekali nggak pernah mengirimkan undangan untukmu.""Kalau kamu nggak bisa memberkati kami, kamu boleh pergi sekarang juga."Aku mengangkat gaun pengantinku sedikit, hendak melangkah. Namun, Samuel menarik lenganku dengan keras, yang langsung meninggalkan bekas merah dalam sekejap.Dia menatap penampilanku yang dingin dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status