Wajah Naka masih bersemu merah ketika duduk bersama Anindito dan istrinya di ruang keluarga. Bagaimana tidak malu kalau Naka yang tengah berciuman dengan Orin, justru ketahuan oleh mertuanya.
“Besok kalian akan berangkat ke Bali. Nikmati liburan kalian,” kata Anindito
“Harus ya, pi?” tanya Naka
“Ya, harus!” jawab Sonia, “Supaya pulang lekas bawa cucu untuk kami.”
“Cu-cucu!?” tanya Naka menjadi lebih gugup lagi
“Sebentar, Pi,” kata Orin, “Sepertinya keberangkatan ke Bali harus diundur 2 atau 3 hari lagi. Bukannya Bang Naka besok sidang skripsi?”
“Ya, Tuhan! Iya aku lupa, besok sidang skripsi,” balas Naka sambil menepuk dahinya sendiri.
“Bisa tetap berangkat besok. Sidang skripsi kan pagi, kalian bisa berangkat sore harinya,” kata Anindito, “Ya, sudah sana kamu belajar buar persiapan besok! Orin, jangan ganggu suamimu, biar dia belajar dulu.”
“Aku juga mau keluar, pi,” balas Orin
“Mau kemana kamu?” tanya Sonia
“Nge mall, daripada bosan dirumah,” jawab Orin sambil berlalu pergi.
“Naka, sabar ya kalau sama Orin,” kata Sonia
“Iya, Mam,” balas Naka
Naka akhirnya masuk kekamarnya, dia membuka laptopnya untuk membuat power point juga belajar. Sidang skripsi adalah langkah akhirnya untuk menyelesaikan pendidikan S1 nya yang selama ini dia jalani dengan penuh perjuangan.
Orin tengah berada di mall bersama Ulin dan Rara sahabatnya. Mereka tengah berada disebuah toko lingiere.
“Kamu mau cari yang model apa?” tanya Ulin
“Entahlah, aku juga bingung,” jawab Orin, “Masalahnya Bang Naka ketika lihat aku kemarin pakai lingiere yang merah itu malah seperti takut dan gugup, giliran mulai bisa mengatasi kegugupannya, malah papi tiba-tiba masuk kamar mergokin bang Naka lagi nyium aku. Apa nggak bikin bête seketika.”
“Makanya, kamarnya dikunci mulai sekarang!” kata Rara sambil terkekeh, “Udah tahu sekarang ada suami, masih aja berasa kayak anak gadis.”
“Berarti, kamu…. Kamu belum dijebol gawang sama Naka?” tanya Ulin
“Ya, belom lah!” seru Orin, “Gimana mau jebol gawang? Sekarang aja dia lagi sibuk belajar, besok dia sidang skripsi.”
“Deritamu punya suami berondong, mana masih kuliah,” balas Ulin, “Pasti setelah ini papimu bakalan suruh Naka lanjut S2 sekalian. Ya kali Naka yang bakal dijadikan CEO hanya lulusan S1, beberapa bawahanmu kan juga banyak yang udah S2.”
“Rin, sepertinya yang ini cocok buat kamu,” kata Rara sambil menunjuk sebuah lingiere warna ungu tua dengan model sangat transparan.
“Ya ampun, masa yang kayak gitu?” tanya Orin tidak percaya
“Kemarin dikasih yang merah saja Naka tidak tertarik, kasihlah yang lebih menantang,” jawab Rara
Akhirnya Orin membeli tujuh lingiere untuk dia bawa ke Bali. Meskipun Orin belum mencintai Naka, tetapi dia tetap berusaha untuk menumbuhkan cinta Naka. Bukan soal mudah menakhlukkan hati Naka yang kadang dingin kadang hangat, terlebih mudah gugup jika sudah berhadapan dengan Orin ketika tampil seksi.
Orin baru pulang dari mall sore harinya. Terlihat Naka tertidur diatas meja belajarnya dengan laptop menyala dan beberapa lembar kertas serta buku berserakan diatas meja. Orin tidak berniat membangunkan Naka terlebih dahulu, dia bergegas masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri, lalu keluar dengan jubah handuknya, kemudian duduk disebelah Naka yang masih terlelap.
“Bang, kok malah tidur disini? Kalau capek tidur di kasur,” kata Orin berusaha membangunkan Naka.
Seketika Naka terlonjak kaget, untuk saja dia tidak sampai terjungkal dari kursinya. Naka melihat Orin yang baru saja mandi, dan masih mengenakan jubah handuknya.
“Mandi dulu biar seger,” kata Orin dengan suara berbisik ditelinga Naka, “Jelek banget sih suamiku kalau belum mandi.”
Naka hanya diam saja dan berjalan kekamar mandi. Didalam kamar mandi Naka justru tidak mandi-mandi, malah duduk kloset sambil melamun. Pikirannya jelas kacau dan bercabang, disatu sisi dia masih harus menghapalkan beberapa materi dari skripsinya, disatu sisi dia memikirkan bagaimana menjalani kehidupan kedepan bersama Orin.
“Membayangkan dia setiap kali berpakaian kantor seksi saja aku sudah bingung, apalagi memikirkan dia setiap kali mau tidur pakai lingiere yang menggoda seperti itu,” gerutu Naka, “Aku bukannya tidak mau, tapi aku terlalu gugup untuk menjamahnya. Ah!!! Begini amat menikahi anak si bos! Coba kalau nikahnya sama gadis biasa saja, pasti nggak bakalan kayak gini. Sudah aku pastikan aku bakal menerkamnya tanpa kenal waktu, masalahnya ini anak bos. Ya Allah, kenapa juga aku dikasih jodoh yang kayak gini!”
Naka akhirnya keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan mandinya. Meja belajar Naka tampak lebih rapi karena sudah dibereskan Orin, dan terlihat ada dua piring steak tergeletak diatas meja.
“Makan dulu, jangan terus-terusan belajar. Otak juga butuh nutrisi untuk mikir,” kata Orin
Naka hanya menganggukkan kepala saja, lalu duduk dikursi dan melahap steak buatan koki dirumah itu. Orin juga ikut duduk dan sama-sama memakan steak miliknya.
“Besok perlu aku temani saat sidang?” tanya Orin
“E, nggak usah,” jawab Naka, “Kamu dirumah saja mempersiapkan untuk kita ke Bali sore.”
“Sudah disiapkan semua, sudah beres,” kata Orin, “Aku temani saja, ya! Biar kamu tambah semangat sidangnya!”
“Ya, terserah kamu,” balas Naka
Selesai makan, Naka membereskan kedua piring itu, lalu membawanya keluar dan meletakkan di wastafel dapur, dan hendak mencucinya.
“Mas Naka, udah nanti biar bibi yang cuci, sana mas Naka balik aja kekamar,” kata Yani, salah satu pembantu dirumah itu.
“Gakpapa, Bi. Biasanya aku juga cuci sendiri,” balas Naka
“Eh, sekarang kan kondisinya udah beda, mas,” kata Yani, “Udah sana! Balik ke kamar! Besok katanya sidang skripsi kan!? Belajar yang bener, biar jadi sarjana, jadi bisa seimbang sama Non Orin.”
Naka akhirnya hanya mengambil air mineral didalam lemari es lalu membawa ke dalam kamarnya. Orin tampak tengah duduk dipinggiran ranjang, dan yang membuat mata Naka melotot sempurna adalah Orin sudah mengenakan lingiere ungu transparan, kali ini bahkan sangat terlihat dalaman model bikini dan celana dalam yang hanya seperti tali saja menutupi sebagian segitiganya.
“Orin…..”
Naka masih berdiri terpaku, antara kaget, gugup juga bingung, sementara yang dibawah sana tentu saja meronta-ronta minta dikeluarkan karena mata sang pemiliknya sudah melihat pemandangan yang indah.
Orin berjalan mendekati Naka, lalu mengalungkan kedua tangannya di leher Naka, sedikit berjinjit kemudian mencium Naka, melumat bibir Naka dengan liar, karena Naka masih saja berdiri kaku, tangan Orin lalu meraih kedua tangan Naka dan meletakkannya dikedua sisi pinggulnya, Naka masih saja kaku memegang pinggul seksi itu.
“Non, eh maksudnya Orin, kenapa pakai baju beginian, nanti masuk angin,” kata Naka kebingungan.
“Bang, buat asupan nutrisi kamu, supaya sidang skripsi besok bisa lebih semangat,” bisik Orin
“Tapi… tapi… aku,”
Naka belum selesai dengan kegugupannya, tiba-tiba kembali disambar bibirnya oleh Orin.
“Apakah aku masih kurang menggoda dimata kamu, sayang?” tanya Orin dengan suara manjanya, “Bahkan milikmu saja sudah meronta-ronta minta dikeluarkan, tapi mata dan mulut kamu kenapa mengingkari.”
“Kam-kamu seksi, aku, aku bingung harus memulai dari mana,” kata Naka masih berusaha mengatasi kegugupannya, “Aku mohon, jangan mala mini, aku janji akan melakukannya besok setelah kita di Bali.”
“Aku maunya malam ini, supaya besok di Bali tinggal menikmati lanjutannya,” bisik Orin sambil menciumi dada Naka.
“Astaga…… aku harus melakukannya malam ini?” tanya Naka dalam hati
Naka sudah tidak dapat lagi membendung hasratnya, sebagai laki-laki normal tentu saja dia langsung memuncak gairahnya disuguhi pemandangan kemolekan tubuh istrinya. Akhirnya malam itu menjadi pergumulan malam pertama entah yang sudah menjadi malam kesekian untuk mereka berdua. Pukul empat pagi, Naka terbangun dengan posisi tengah tidur sambil memeluk istrinya dari belakang. Orin masih tampak terlelap dengan menggunakan lengan Naka sebagai bantalan kepalanya. Perlahan Naka memindahkan kepala Orin ke bantal, dan kemudian dia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menunaikan sholat subuh. Orin masih belum bisa sholat, sehingga Naka harus mengajarinya secara bertahap, pagi itu Naka sholat sendirian di samping ranjang. Orin yang sedari tadi sudah bangun tampak memperhatikan Naka yang tengah sholat. “Pagi-pagi sudah wangi aja?” tanya Orin yang melihat Naka mengenakan sarung dan baju kokonya. “Karena kalau pagi kita harus ibadah,” jawab Naka sambil tersenyum “Aku belum bisa
Suasana sore di sebuah resort mewah yang sudah berkelas internasional menjadi pemandangan indah bagi sepasang pengantin baru Orin dan Naka. Ternyata Anindito memilihkan salah satu resort mahal dikawasan Jimbaran untuk anak dan menantunya berbulan madu. Naka tengah berenang di kolam renang privat yang ada di resort itu, bentuk tubuhnya yang memang atletis dengan dada bidang dan 6 kotak diperutnya menambahkan kadar ketampanannya, sungguh tidak menyangka jika Naka selama ini hanya seorang bodyguard, yang akhirnya menikah dengan Orin, gadis cantik anak dari majikannya sendiri. Orin yang tengah menikmati pemandangan sore hari, matanya hampir tidak lepas dari Naka, Orin sangat terkesima dengan bentuk tubuh indah milik sang suami, beberapa kali mengambil gambar Naka yang baru saja keluar dari kolam renang, membuat Orin senyum-senyum sendiri. Dulu dia sempat menentang sebuah pernikahan, tapi entah kenapa sekarang dia begitu tergila-gila pada Naka. Sekalipun usia Naka dibawahnya empat tahun,
Orin dan Naka sudah kembali ke rumah Anindito setelah berbulan madu selama seminggu di Bali. Jika Orin sudah mulai persiapan untuk kembali bekerja dengan wajah baru dan cerianya, maka berbeda dengan Naka. Pria itu justru bingung, karena sejak kembali dari Bali, tugasnya mengawal Orin sudah digantikan oleh Angel. Anindito mengambil bodyguard baru perempuan untuk putri bungsunya. Pagi itu Orin sudah tampak berdandan cantik dengan setelan blazer warna merah marun dengan dalaman berdada rendah, juga rok pendeknya dengan warna senada, rok itu hanya sekitar 30 centimeter menutupi bagian bawah Orin, sehingga masih terlihat paha mulus nan putih itu. Ditambah sebuah stiletto dengan warna merah marun juga membuat penampilan Orin sungguh sempurna. “Orin, memangnya tidak ada rok yang lebih panjang lagi?” tanya Naka sambil memperhatikan istrinya yang tengah menggunakan lisptik “Memangnya kenapa?” tanya Orin balik, “Biasanya juga seperti ini.” “Aku tidak suka orang lain memandangi tubuhmu,” jawa
Merasa posisi sudah kalah, akhirnya 2 mobil yang membawa 8 orang yang menyerang Naka pergi meninggalkan Naka begitu saja, bersamaan dengan kedatangan Soni juga beberapa anak buahnya. Keringat Naka bercucuran sampai kemejanya basah, sebelum berkelahi tadi, Naka sudah melepaskan jasnya terlebih dahulu. “Kamu tidak apa-apa, Ka?” tanya Anindito sambil memegang bahu menantunya, kemudian memeriksa kedua sisi wajah Naka, takut-takut kena pukul musuh tadi. “Tidak, Pi. Saya tidak apa-apa,” jawab Naka, “Hanya sepertinya saya mana mungkin memakai kemeja ini, sudah basah.” “Tidak apa-apa, didalam mobil ada kaosmu, kamu ganti kaos saja dahulu,” kata Anindito “Pak, sepertinya keluarga Asoka sudah mengetahui keberadaan Mas Naka,” bisik Soni. “Selidiki saja dahulu, jangan sampai Naka tahu dulu soal ini,” balas Anindito Naka akhirnya melepaskan kemeja dan kaos dalamnya, kemudian memakai kaos oblong yang ada didalam mobil dan menutupnya dengan jas, tentu saja masih tetap terlihat tampan meskipun
Naka bukan tidak tahu maksud dari Intan, tentu saja Naka hanya tersenyum kecil melihat betapa inginnnya Intan mengalahkan Orin istrinya, bahkan untuk urusan laki-laki pun Intan tidak mau kalah. “Kalau anda mau, pria dibelakang anda masih jomblo,” kata Naka sambil menunjuk Fajar, tentu saja Fajar mendelik jengkel pada sahabat yang sekarang menjadi bosnya itu. “Aku maunya sama kamu,” balas Intan yang tiba-tiba duduk dipangkuan Naka, tentu saja Naka tidak dapat berkutik “Tolong anda turun dari pangkuan saya! Ini namanya tidak sopan!” hardik Naka mulai jengkel sendiri. “Baiklah, kali ini mungkin kamu akan diam saja, lain waktu kamu pasti akan jatuh dalam pelukanku,” balas Intan sambil berdiri, kemudian meninggalkan ruangan Naka. Naka menghembuskan napas kasar setelah kepergian Intan, sementara Fajar terkekeh geli melihat sahabatnya seperrti baru saja melihat hantu. “Ya, ampun! Emangnya cewek pada kayak gitu ya kalau saingan,” kata Naka, “Dipikir aku ini piala bergilir buat rebutan sa
Naka sejak menjadi CEO, kesibukannya kian bertambah, begitu juga Orin, keduanya seperti layaknya suami istri yang sudah disetel waktu untuk pergi dan bertemu bahkan tidur bersama, monoton sekali hari-hari mereka. Sebenarnya cita-cita Naka adalah memiliki istri yang tidak bekerja, berada dirumah dan menyambut dia pulang setiap dia pulang kerja, nyatanya sungguh berbeda. Naka harus menerima memiliki istri seorang CEO, yang tentu sangat sibuk, jangan harap istrinya akan menyambutnya setiap pulang kerja dan sudah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua, bahkan Orin saja tidak bisa masak. Naka justru seperti supir pribadi Orin, mengantar dan menjemput Orin setiap pulang kerja, atau bahkan pulang dengan kondisi Orin belum bisa pulang terlebih dahulu karena ada rapat mendadak. Sore itu, Naka terpaksa pulang sendiri tanpa menjemput Orin, karena Orin mengatakan ada pertemuan mendadak dengan klien dari Jepang, sehingga Naka memilih pulang lebih dahulu ke rumah. “Naka, kamu tidak pulang den
Suami mana tidak emosi jika dihadapkan pada kelakuan istri yang sudah diluar batas, diingatkan malah membangkang, dan merasa bahwa dia merasa punya kuasa penuh atas apapun. Naka tengah duduk sendirian di ruang kerjanya, semua pekerjaannya telah beres, tetapi dia enggan untuk kembali ke rumah, toh Orin juga tidak ada dirumah. “Kamu kenapa?” tanya Fajar yang melihat sahabat sekaligus bosnya tampak berwajah masam. “Tidak ada apa-apa,” jawab Naka “Kamu nggak bisa bohong sama aku,” kata Fajar Naka memang telah lama bersahabat dengan Fajar, jadi Fajar tahu betul ketika Naka sedang dalam masalah atau tidak. Raut muka Naka sudah bisa mewakili, apakah dia tengha bahagia atau tengah dalam masalah. Jika didepan orang lain hal tersebut tidak terlihat, tetapi tidak bagi Fajar. Fajar tahu betul siapa Naka. “Orin mabuk dan dugem lagi,” kata Naka sambil menghembuskan napas kasar. “Lalu apa masalahnya? Bukankah dulu dia juga seperti itu?” tanya Fajar “Dulu aku hanya bodyguardnya, tugasku hanya m
Naka masih bingung dengan apa yang baru saja dialami, tiba-tiba dipanggil tuan muda oleh orang yang tidak dia kenal sama sekali, lalu dia akhirnya bisa keluar dari kamar tempat dia seperti disekap, dan ternyata dia berada di sebuah rumah yang lebih mirip istana, bahkan lebih besar dan lebih mewah dari rumah mertuanya. “Katakan, sebenarnya aku ini dimana? Dan kalian ini siapa?” tanya Naka “Tuan Muda makan saja dulu, nanti akan saya jelaskan. Perkenalkan nama saya Baldi, tapi anak-anak biasa memanggil saya Paman Botak,” jawab pria itu, memang kepalanya plontos licin pria itu, dari usia sepertinya sudah memasuki usia 35 tahun sampai 40 tahunan. Naka hanya menurut, karena dia melihat disekeliling dia juga banyak orang berlalu lalang, disetiap pintu ada penjaga, dan semuanya berpakaian serba hitam. Naka mencoba mengingat-ingat, seperti pernah bertemu dengan mereka tetapi lupa dimana. Naka menikmati sarapan paginya, semua makanan yang disajikan berciri khas masakan Jepang. Naka melahap O