Delia merasa bingung, tidak bisa hanya menonton dan menunggu, dia lalu berkata pada Reagan, “Minumanku sudah habis, bisakah aku meminta minumanmu?”
“Oh, sure, ambillah!” ucap Reagan tanpa pinggir panjang.
Delia mengangkat tangannya dan menuangkan susu milik Reagan ke dalam gelasnya. Dan apa yang terjadi? Susu itu terasa menyengat di tenggorokannya, tidak hanya itu, perutnya sudah mulas dan tidak bisa tertahankan.
Ekspresi Delia sangat lucu sekali, dan Reagan tidak bisa menahan senyum liciknya.
“Delia, ada apa denganmu?” Reagan berpura-pura terkejut, padahal dalam hati dia sudah bisa menebak hasilnya.
Sejak tadi perutnya juga ingin meledak, tidak hanya itu, rasa panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Namun Reagan menahannya sejak tadi, hanya agar Delia beranggapan bahwa rencananya telah gagal.
“Reagan, Reagan, apa kamu baik-baik saja?” tanya Delia sambil meringis.
“Kenapa? Aku baik-baik saja, apa yang bisa terjadi padaku?”
“Kamu! Kamu! Pergilah!” Delia langsung berlari meninggalkan Reagan, seolah dia bisa terlambat kapan saja.
Reagan menahan perutnya karena tertawa, “Kamu yang duluan menjebakku, Nona manis!”
Dia kemudian pergi dari tempat itu, namun rasa panas kini menyerang seluruh organ tubuhnya terutama organ bagian bawah yang siap meledak kapan saja.
“Shiiittt! Ternyata gadis itu memberiku obat penambah gairah!” gerutu Reagan di dalam hati.
“Bagaimana ini? Siiaall!” Tidak hentinya dia mengumpat.
Wajah Reagan bak dipenuhi kabut hitam, siapa yang akan menyembuhkan hasratnya? Perasaan mendesak ini terus mendorongnya. Wajahnya semakin mengeras dan pembuluh darahnya bahkan seperti mau keluar.
Bagai pucuk dicinta ulampun tiba, di tempat dia terus berjalan, Reagan bertemu dengan Claire, sosok perempuan yang seakan menghantuinya sejak menginjakkan kaki di kota New York.
“Kamu?”
“Claire?”
Mereka saling memanggil, di atas jembatan yang sangat tinggi, entah apa yang dilakukan Claire di situ, Reagan kemudian bertanya dengan penasaran.
“Nona cantik, apa yang kamu lakukan di sini?”
“Aku tidak punya kewajiban untuk memberitahumu, kan?” kata Claire meski dengan seulas senyuman.
“I−iya, benar juga.”
Semakin waktu bergulir, semakin Reagan tidak bisa menahan hasrat yang terus memuncak, tanpa pikir panjang dia langsung meraup bibir Claire.
Claire yang mendapat serangan mendadak, langsung mendorong tubuh pria itu. Tapi, kekuatan Claire tidak sebanding dengan kekuatan Reagan.
Reagan langsung mendorong Claire masuk ke dalam mobil, lalu melajukan mobilnya dengan terburu-buru.
Keesokan harinya di sebuah kamar hotel, Reagan mengerjapkan matanya. Dia yang masih setengah sadar langsung merasakan sakit kepala saat membuka kedua matanya. Tapi mengingat semalam dia telah dijebak oleh Delia, dia pun juga mengerti.
“Entah apa apa yang dimasukkan oleh gadis nakal itu, huh!” gumam Reagan.
“Jika bukan karena obat sialan itu, aku tidak akan tiba di tempat ini. Ternyata hidup di kota besar tidak seindah tinggal di desa kecil.”
Reagan baru satu hari di New York, tapi masalah terus datang setiap jam bahkan setiap menit. Hingga hari ini, dia merasa pusing.
Tunggu!
Reagan tiba-tiba merasa di sebelahnya seperti masih ada satu orang, dia melihat ke sebelah dengan pelan, dan ternyata ada satu wanita cantik dengan selimut menutupi tubuh polosnya.
Di samping bibirnya yang tersenyum manis itu ada dua lesung pipi, kedua kakinya yang panjang nampak tidak tertutupi selimut dengan sempurna.
Dadanya yang besar berukuran 36D juga sangat besar terlihat dari luar selimut, bahkan saat ini Reagan berharap memiliki mata yang bisa tembus pandang.
Tapi, itu bukan yang paling menusuk matanya. Yang paling menusuk mata adalah darah di atas ranjang.
“Oh my God, apa dia beneran masih perawan?” Reagan mengucek matanya yang tidak gatal, dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Wanita perawan saat ini, apalagi di kota besar seperti New York sungguh sangat langka. Dia bisa mendapatkan keperawanan dari seorang wanita cantik bernama Claire Cecilia Delaney, ini adalah kemenangan dari hasil perjuangannya melewati kesialan dalam 1 hari ini.
Di saat Reagan sedang mengingat kejadian semalam dan pertemuan mereka hingga berakhir di ranjang king size ini, kepalanya semakin sakit.
“Ahhh, benar-benar sial!”
“Tapi bagaimana kalau kita buat kesialan selanjutnya, Nona Claire!”
Reagan mendekatkan wajahnya pada wajah Claire yang sedang terpejam, lalu melihat darah yang menusuk mata. Reagan benar-benar tidak tega melukai gadis cantik di sampingnya ini.
Tidak tahu kenapa, muncul rasa kasihan di hatinya. Reagan menggelengkan kepalanya, dia langsung meminum air yang tidak tahu kapan dituangnya, lalu dia mengelus pipi Claire yang lembut, bahkan gadis itu masih terlihat cantik saat tidur lelap.
“Menggoda wanita juga tidak salah, kan?” bisiknya di dalam hati.
Dia kemudian bangkit dan berjalan ke kamar mandi, mengguyur tubuhnya dengan air hangat.
Reagan berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang kini sudah bersih, dia baru menyadari bahwa dirinya sangat tampan, tidak kucel dan bau seperti kemarin. Pantas saja para wanita itu memandang jijik padanya.
Aktivitas apapun yang Reagan lakukan di ruangan yang besar itu, Claire masih terus memejamkan matanya, seolah dia tidak akan terbangun walau dunia runtuh sekalipun.
Saat yang sama, mata Reagan tertuju pada pakaian yang robek di lantai, dia merasa sedikit malu mengingat betapa hebat performanya semalam.
Reagan melihat jam yang tergantung di dinding, baru pukul 08.00 pagi, mata kuliah pertama dimulai pukul 10.00 jadi dia masih memiliki waktu 2 jam untuk bersantai.
Reagan melihat kertas dan bolpoin di atas meja, kemudian punya ide untuk menuliskan sesuatu di sana, barangkali dia bisa meninggalkan pesan untuk Claire.
Waktu terus berjalan, Reagan tidak mungkin menunggu sang putri tidur bangun, dia memesan pakaian ganti dan sarapan dari pihak hotel. Reagan tidak tahu sarapan apa yang biasa di makan oleh Claire, dia hanya asal memesan.
Di dalam kertas putih itu, Reagan menulis, “Hai, Nona Claire. Terima kasih untuk malam indahmu, sentuhanmu benar-benar memuaskan. Sekedar pemberitahuan bahwa aku juga perjaka, jadi sebenarnya kita impas. Namun, jika kamu ingin pertanggungjawaban, hubungi aku di nomor (347) 555-1234.”
Berpikir untuk menciumnya sekali lagi, Reagan baru meninggalkan gadis itu. Sangat jarang bisa bertemu dengan wanita yang menggoda seperti ini, apalagi dia adalah gadis yang sangat cantik.
Reagan baru saja pergi, Claire baru membuka matanya. Dia melihat punggung Reagan yang menjauh, hatinya langsung dipenuhi dengan kekesalan dan penyesalan. Claire menggerakkan badannya dan merasakan tubuh bagian bawahnya sangat sakit, dia menggigit bibirnya menahan rasa perih.
Saat mendongakkan kepala, Claire melihat kertas dan sarapan di atas meja, ada juga baju ganti di atas sofa. Jika dipikir-pikir pria ini sungguh teliti.
Claire mengambil kertas di atas meja, membaca tulisannya dengan seksama, lalu mengumpat dengan sangat marah, “Dasar, pria sialan! Akan kubunuh kau!”
Rumput hijau bersinar diterpa cahaya matahari yang mulai naik. Sepasang langkah kecil melandas bergantian di jalan setapak yang dipagari hamparan rumput itu di kedua sisinya. Seorang anak kecil berusia lima tahun tergopoh menghampiri ayahnya di ujung taman belakang. Tubuhnya ditutupi celemek hijau lumut gambar karakter pahlawan Avengers kesukaannya. Suara nyaring bocah itu saat memanggil nama Reagan, mengundang perhatian banyak orang di sana. Bocah tampan itu bernama Kaivan Arsenio Maverick, tersenyum lebar dengan kedua tangan direntangkan sebelum memeluk ayahnya.“Daddy! Aku mau masak!” kelakarnya. Dia jatuh ke dalam pelukan Reagan dalam sekali tangkapan. Tergelak memamerkan giginya yang putih saat tertawa. Claire, berdiri di balik pemanggang barbeque merengut. “Apakah kau tidak merindukan mommy mu, Kai?” katanya cemburu pada suami sendiri. Kaivan mengerutkan dahinya, untuk menjawab pertanyaan itu terlihat sulit baginya. “Aku merindukan Mommy, sedikit.” Semua orang di pesta barb
Tujuh bulan kemudian.. Dekorasi ruang ballroom hotel yang dipijak Reagan dan Claire saat ini, tidak henti-hentinya membuat Claire berseru kagum. Di tengah langkah kakinya yang mulai sulit bergerak bebas karena perut buncitnya, mata Claire berbinar terang. Sebelah tangan dikaitkan ke bisep Reagan yang dibalut setelan jas warna biru tua, senada dengan midi dress yang Claire pakai. Kedatangan mereka membuat seluruh mata tertuju padanya. Tak terkecuali sepasang pengantin yang berdiri di pelaminan. “Pestanya mewah sekali, ya.” Claire berseru. Setiap gerak-geriknya menjadi bahan pantauan Reagan yang sesekali meringis ngilu. Meski tengah berbadan dua dan dalam hitungan hari Claire akan melahirkan, wanita cantik itu masih bisa bergerak aktif. “Delia dan suaminya memiliki selera yang bagus, bukan?” “Benar, mereka juga tampak serasi di sana.” Claire menunjuk pasangan pengantin itu dengan tatapan matanya. “Kalau begitu, ayo kita beri ucapan selamat pada mereka.” Saat ini Reagan membimbi
Sejujurnya Reagan hampir tenggelam semakin dalam karena rasa penasarannya saat ini. Di balik meja bar unit penthouse mewah itu, pandangannya tidak pernah lepas dari dua sosok yang sedang berpacu dengan hening.“Adegan konyol macam apa ini? Kenapa mereka hanya saling menatap?”Ya, Reagan terheran-heran dengan kekompakan Claire dan Elenio yang saat ini sedang duduk berhadapan. Mereka kompak memilih sunyi sebagai penengah di saat kepala satu sama lain tak bisa saling memahami.“Ayolah, setidaknya tunjukkan sedikit perdebatan,” ucap Reagan gemas. Dia mencekik penyangga gelas wine di tangannya karena jika mencekik leher Elenio, dia akan dijerat hukum karena menganiaya anak emas pemilik Jordan Consisto.
Reagan sangat menyukai bagaimana reaksi yang ditunjukkan oleh semua orang di sana, kecuali Erik. Tuan Delanney dengan wajah piasnya, Nyonya Delanney yang kehilangan kata-kata bersama tubuhnya yang menegang, serta Claire, sang istri, matanya melotot, mulutnya terbuka lebar tetapi sebelah tangannya dengan cepat menutupi keterkejutan itu. “Kamu jangan bercanda, Reagan!” ucap Claire, menepuk bisep kekar suaminya cukup kencang. Otaknya berusaha mencerna situasi, tetapi rasanya sangat buntu. Semua hal yang ada di perusahaan ini seakan dengan jelas menunjukkan bahwa Reagan memang bagian darinya. “Untuk apa aku bercanda? Aku mengajak kalian ke mari tak lain untuk memenuhi janjiku,” jawab Reagan. Dia mengangkat dagunya sedikit sambil menatap Erik. Sigap Erik memahami gestur itu. Dia lantas memberikan sebuah map tebal pada Reagan. Saat dokumen itu diserahkan, semua mata tertuju pada Reagan. Ruangan itu mendadak hening. Bunyi robekan map yang dibuka memenuhi telinga. Reagan mengeluarkan setu
“Lepaskan aku, brengsek! Ini bukan tempatku!” “Berhenti memberontak, Tuan. Jika kamu memang tidak bersalah, kamu bisa menjelaskannya di pengadilan nanti.”Theodore mengedar pandang ke seluruh penjuru kantor kepolisian pusat. Semenjak diringkus dari mansion mewahnya Theodore terus melakukan pemberontakan. Dia tak segan memaki para polisi dengan kata-kata kasar. Di saat yang bersamaan, dia digiring masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Ketika memasuki ruangan itu, raut wajahnya menegang. Seorang wanita, duduk di kursi dengan kepala tertunduk dalam. Wajahnya hampir tidak bisa dikenali tapi, mata Theodore cukup jeli untuk mengetahui siapa sosok itu. “Pricilla? Mengapa kau ada di sini?” tanya Theodore. Wanita itu mengangkat kepalanya, lalu menatap Theodore dengan sorot mata tajam. Theodore melihat kedua tangan wanita itu dikurung borgol. “Puas kau, Theodore?” ucap Pricilla sinis. Tatapannya penuh kebencian pada Theodore. Mungkin jika tangan mulus itu bebas, wajah Theodore tak akan selama
Reagan duduk diantara dua orang wanita dengan ekspresi kontras satu sama lain. Aura tegang menyelimuti mereka. Reagan duduk dengan kedua tangan terlipat di dada berdehem pelan. Tetapi belum sempat Reagan bersuara, Claire berucap lebih dulu. “Untuk apa kamu membawa dia kemari, Reagan?” tanyanya dengan nada sedikit sinis. Pandangannya tidak berubah, tajam, dan sarat makna. Reagan menelan ludah. Membawa Nayla ke hadapan Claire adalah keputusan yang berat. Di depan mereka Nayla menunduk dalam, tidak berani membalas tatapan Claire. Tanpa Claire melakukan apapun, atau mengatakan apapun, aura intimidasi yang keluar dari dirinya menguar begitu pekat. Nayla hampir kehabisan napas dibuatnya. “Dia akan menjelaskan semuanya padamu, Claire.” Claire kembali memaku tatapannya pada Nayla, sedang Reagan menuntut wanita itu untuk bicara. “Katakan semuanya. Akui apa yang sudah kamu lakukan padaku.” Tidak hanya tiga orang itu di dalam penthouse. Ada Erik yang memantau pembicaraan dari meja bar di