Di dalam ruangan Rektor Alex, aura kebanggaan tercium pekat. Sederet kertas laporan hasil ujian tertata rapi di atas meja.“Aku sudah menduga. Bahwa mengundang kamu untuk menjadi bagian dari Universitas Georgia adalah pilihan yang tepat,” ucap Rektor Alex di kursinya.Tubuh Reagan berdiri menjulang berjarak satu meter dari meja kerja Rektor Alex. Sebuah tas punggung tersampir di pundak. Terlihat santai, namun siapa sangka dengan berbagai alat di dalam tas itu Reagan bisa menghancurkan dunia.“Kamu mendapatkan nilai sempurna di semua mata kuliah. Dan aku berniat untuk mengajakmu mengikuti sebuah kompetisi.”Rektor Alex mengeluarkan selembar kertas dari nakas kemudian me
Taman belakang kampus lebih lengang dibandingkan taman-taman lain yang mengelilingi gedung dua.Di bawah rindangnya pohon Sequoia Reagan duduk beralaskan rumput. Dia membuka ponselnya, dan menemukan pesan dari Claire. [Aku ada kegiatan dengan teman kelasku hingga sore. Kamu makan siang saja lebih dulu. Jangan pikirkan aku.] Tulis Claire di pesan itu. Reagan mengetikkan balasan di layar. Setelahnya, dia membuka laptop. Erik sudah mengirim surel berisi tugas yang harus dia kerjakan hari ini. Termasuk, mengerjakan maha proyek dari Croma Tech. Baru Reagan ketahui kalau Erik telah menyepakati kerja sama dengan perusahaan itu. Dan pemiliknya, ingin bertemu dengan Reagan tempo hari tetapi Reagan menolak. Dia tidak ingin terlalu banyak orang mengetahui siapa dirinya. Hidup seperti ini jauh lebih membuatnya tenang. Saat ini Reagan meluruskan kedua kakinya ke depan. Memandangi layar laptop dengan tatapan awas. Deretan kode berjajar tidak beraturan. Banyak tab yang dibuka di panel bar menu
Insting Reagan mencerna situasi dengan cepat ketika dua wanita di kanan dan kirinya mulai memanas. “Tunggu, Ladies,” ucap Reagan. Dia berdiri di antara Nayla dan Delia. “Bisakah kita bicara dengan tenang?” Nayla lebih dulu menjawab. Dia sangat berapi-api saat ini. “Aku harus bicara dengannya, Reagan,” katanya. Dia mencoba meraih Delia yang berlindung di balik tubuh kekar Reagan. “Dia terlalu malu untuk mengakui kalau dia menyukaimu. Sedangkan, dia juga tahu kalau aku menginginkanmu.” “Apa salahnya jika Delia menyukai aku?” Reagan membalas. Kini matanya menyorot tajam. Kian lama sikap Nayla semakin berlebihan. “Kamu juga menyukaiku, tapi tidak ada yang menghalangimu.” Ucapan Reagan mampu membuat Nayla bungkam seribu bahasa. Niatnya hanya membuat keadaan lebih tenang, tetapi Nayla justru bersikap di luar kendali. “Berhenti mengatur apapun yang tidak bisa kamu kendalikan, Nayla.” Reagan berkata lagi. Dia menatap Delia yang pundaknya bergetar ketakutan. “Lebih baik kalian bereskan
Reagan tersenyum getir dan itu membuat Claire semakin yakin kalau Reagan menyembunyikan sesuatu darinya. Dia melepas sabuk pengaman, kemudian berkata, “Kalau kamu tidak mau berjanji, aku juga tidak bisa memberitahumu apapun tentangku. Biar saja pernikahan ini hanya sebuah nama. Kita akan menjalaninya seperti orang asing.” Setelah mengatakan itu Claire turun dari mobil. Dia meninggalkan Reagan yang melongo di tempatnya. “Bukan begitu maksudku, Claire! Tunggu aku.” Reagan turun dari mobilnya secepat kilat. Memberikan kunci mobilnya pada petugas valet apartemen. Dia melewati kerumunan orang-orang yang ada di lobi. Dan menghentikan langkahnya ketika melihat Claire menunggu private lift menuju unit penthouse mereka. Reagan meraih tangan Claire, namun dengan cepat Claire menepisnya. “Claire dengarkan aku dulu,” kata Reagan setengah memohon. Dia tidak peduli pandangan orang-orang di sekitarnya. Di dalam lift perang dingin antara pasangan suami istri terjadi. Reagan berusaha menyentuh Cl
Wanita itu terus menggoda Reagan. Tidak peduli kini para tamu yang baru masuk ke dalam Madison Bar menatap aneh pada mereka. “Bisakah kamu menjauhkan tubuhmu?” kata reagan. Dia cukup kesulitan melepas pelukan di tubuhnya. Wanita itu cemberut. Wajahnya hanya berjarak lima senti dari wajah Reagan. Siap mencumbunya dengan pagutan paling memabukkan. Namun sebelum itu terjadi, Reagan akan mengasingkan diri lebih dulu. “Maafkan aku,” katanya. “Ada urusan penting yang harus aku selesaikan. Jika kamu membutuhkan sesuatu, kamu bisa menghubungi nomor ini.” Reagan mengeluarkan sebuah kartu nama dari saku celananya. Kartu nama Erik yang baru jadi kemarin sore. Reagan tidak menunggu reaksi wanita penggoda ini. Dia lantas menjauhi dirinya, memberi jarak hingga bayangan tubuhnya tenggelam di balik riuh para tamu yang berjoget di lantai dansa. Sepeninggalan Reagan, wanita bertubuh molek itu tidak melepaskan pandangan dari titik terakhir kali Reagan terlihat. Hingga sebuah suara menginterupsi. “S
Madison Bar mendadak berubah menjadi ring tinju dimana semua orang yang sebelumnya sibuk menghibur diri kini saling berteriak memberikan dukungan. Dibandingkan dengan pendukung pria pongah, beberapa orang yang mendukung niat baik Reagan tentu kalah jumlah. Di saat ini, pria pongah itu masih mencengkram batang leher wanita tadi hingga jejak jemarinya membekas di kulit mulus itu. Reagan melihat itu dengan sorot benci yang begitu dalam. “Pria miskin memang selalu besar kepala. Kamulah salah satunya,” ujar pria pongah mengejek. Kini dia menarik tubuh wanita itu dengan sekali hentakan. “Kalau kamu cukup percaya diri, lepaskan dia. Lawan aku satu lawan satu.” Reagan mengikis jarak dengan pria pongah dan wanita tadi. Aura mencekam dalam dirinya menguar bebas di udara. “Heh, kamu pikir siapa dirimu beraninya mengaturku?”“Kenapa? Kamu takut?” Reagan bertanya balik, itu berhasil membuat si pongah menelan ludah berat. “Kalau kamu menghindar dari tantangan yang aku berikan, harga dirimu se
Di saat ini Reagan memasuki sebuah ruangan VIP yang berada tak jauh dari area lantai dansa. Dua orang penjaga yang sebelumnya mencegat Reagan di depan pintu ada di sana. Tambahan seorang pria mengenakan setelan jas rapi sedang menunduk malu di hadapan Erik. Dia juga memohon maaf pada wanita tadi. Berkali-kali seolah tahu jika tidak melakukan itu, dia akan kehilangan jabatan bahkan pekerjaannya.Ketika Reagan datang, semua orang menoleh padanya. Saat melewati dua pria bertubuh kekar, dia melengos tidak peduli. Kini Reagan menghampiri wanita itu, yang tertunduk lesu dengan pundak gemetar karena ketakutan.“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya.Wanita itu mengangkat kepala. “Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah menolongku.”
“Permintaanmu tentang rekam jejak para pejabat? Tenang, aku sudah merangkumnya. Akan aku kirimkan padamu malam ini.”Erik terlihat bangga dengan usahanya. Semalaman suntuk dia habiskan untuk mengulik setiap profil pejabat dari berbagai situs media. Tetapi, pria di sampingnya malah menggeleng.“Bukan hanya itu,” kata Reagan sambil menggelengkan kepala. “Permintaanku tentang Claire.”Saat ini Erik menjelajah setiap sudut kepalanya. “Oh, permintaan itu.” Dia mengingat sesuatu. “Sudah aku siapkan. Kamu hanya perlu membuatnya merasa spesial di malam Valentine nanti.”Reagan mengangguk puas. Senyumnya mulai terbit membayangkan bagaimana ekspresi
Paruh baya di depan Reagan kini berusaha terlihat sesantai mungkin, namun di mata Reagan hal itu seperti terlalu dipaksakan.“Ini sebuah kesempatan berharga untukku bisa bertemu dengan peretas handal sepertimu, Reagan,” ucap Theodore sebagai sambutan hangat. Dua orang lain di samping Reagan, satu menatap bangga pada interaksi mereka, satu orang lain, yakni Erik, memandang Reagan dan Theodore bergantian dengan sorot khawatir. Pria ini, terlihat memiliki kharisma yang sangat besar meliputi dirinya yang dibalut dengan pakaian mahal. Lihat itu, setelan jas coklat tua yang dipakai Theodore, Reagan sangat tahu itu adalah merek ternama hasil karya salah satu desainer ternama di Italia. Jangan lupakan dasi putih bercorak garis diagonal yang samar, adalah dasi keluaran terbatas yang hanya bisa dibeli oleh orang-orang dari kalangan atas. “Senang juga bisa bertemu dengan Anda, Tuan Theo,” ucap Reagan disertai senyumannya yang memikat. Di kursi lain, diam-diam Pricilla mengulum bibir saat mema
Di ruang kelas Nayla duduk di kursi paling sudut dekat jendela. Kepalanya tertunduk lemas, belakangan, kondisi kesehatannya pun menurun. Kelas baru akan dimulai sepuluh menit lagi. Seorang wanita cantik tinggi semampai, tubuhnya sedikit berisi namun seksi, mendekati Nayla. “Aku akui kali ini kamu menang, Nayla,” ucap wanita itu. Nayla lantas mengangkat pandangannya ke arah sumber suara. Belva sudah berdiri di depan mejanya, dengan raut wajah ditekuk ratusan lipat. Menyadari apa yang sedang dibicarakan Belva, dia menyeringai. “Kamu sudah kalah telak. Aku berhasil membuat mereka berpisah!” Nayla membalas dengan sangat semangat. “Sudah aku katakan, Reagan akan berpihak padaku. Aku bisa tidur bersamanya sedangkan kamu.” Nayla sengaja menghentikan kalimatnya. Matanya naik turun dari atas ke bawah memindai penampilan Belva. “Hanya bisa mendapatkan asistennya!” Lemas di tubuh Nayla mendadak lenyap, berganti menjadi sebuah dorongan energi untuk menertawakan nasib lawan mainnya ini. Waja
“Paman, jangan terlalu sibuk memikirkan siapa aku sebenarnya. Aku hanya suami Claire, suami yang masih sah secara hukum. Sebagai menantu, aku ingin membantu menyelesaikan masalah ini karena aku tidak akan membiarkan istriku hidup menderita. Jadi, putuskanlah, apakah kamu akan mengambil tawaranku atau tidak?” Di tempatnya berdiri, Tuan Delanney menunjukkan ekspresi rumit. Nyonya Delanney dan Claire juga sama bingungnya. Semua hal yang ada dalam diri Reagan terlalu gelap, hingga mereka tidak bisa meraba ataupun menerka latar belakang sosok asing di hadapan mereka kini. “Siapa yang bilang aku akan ikut denganmu?” tanya Claire sinis. “Aku akan di sini bersama orang tuaku dan menyelesaikan urusan keluarga kami sendiri. Lebih baik kamu pergi saja.” Reagan terkekeh, dia seperti sedang melihat seseorang berusaha membohongi diri sendiri. Dan itu yang sedang Claire lakukan. “Oh, Claire, aku tidak memberimu pilihan. Aku menjalankan tugasku sebagai suami untuk bertanggung jawab atas apa yang h
Mata merah Claire yang menyala-nyala menunjukkan kebencian yang begitu dalam. Begitu juga dengan kedua orang tua Claire. Mereka bahkan tidak bisa menutup mulutnya yang terbuka lebar ketika melihat keberanian Reagan. Reagan kali ini berpenampilan berbeda. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, pakaiannya adalah keluaran merek ternama. Sepatu pantofel hitam pekat mengkilat, setelan jas fit body dari bahan premium, dan aroma parfum Bacarat Rouge membelai penciuman mereka dengan halus. Dari ini saja, seharusnya sudah cukup memberi tahu keluarga Delanney siapa sosok yang mereka hadapi saat ini. Tetapi, sekali lagi, Reagan tidak ingin segala rahasianya terbuka dengan mudah. Dia tersenyum, memandangi wajah Claire yang sangat dia rindukan. “Tidakkah kamu memintaku untuk sekadar duduk dulu?” katanya. Claire mendengus. “Untuk apa? Kamu bukan tamu di sini.”“Tapi, aku suamimu.” “Itu dulu, tidak lagi sekarang!” Tuan Delanney, seharusnya dia senang melihat perselisihan putri dan menantu yang
Setelah mendapat telepon dari ayahnya, Reagan langsung memberikan beberapa tugas pada Erik. Di dalam penthouse yang sepi ini, mereka duduk di ruang tengah. Dengan laptop masing-masing yang menyala menampilkan sederet kode di sistem perangkat lunak. Tambang lithium yang selama ini tertidur pulas, mulai menunjukkan eksistensinya. Saat ini Reagan tengah membuka sistem pengendalian tambang jarak jauh. Sistem itu yang menghubungkan tambang dengan pusat kontrol di Australia. Dimana saat ini Anthony memegang penuh kuasa area itu.Tambang lithium yang Reagan temukan dilengkapi dengan jaringan komunikasi satelit dan jaringan fiber optik yang menghubungkan para petinggi dengan sistem operasi yang berjalan di tambang itu. Reagan membuka sistem cloud, yang sudah dienkripsi dan diamankan oleh sistem VPN korporat buatannya dua tahun lalu. Kemudian membaca semua data operasi tambang yang diperbarui dalam skala pembaruan waktu nyata. Tidak hanya membaca data di cloud. Reagan juga beralih pada i
Berita tentang pernikahan Claire dengan Reagan, serta tentang skandal panas itu masih menjadi tren topik pembicaraan warganet. Hal itu juga berpengaruh terhadap menurunnya harga saham Croma Tech belakangan ini. Berita beredar bahwa kini, perusahaan tambang itu sudah berada diambang kebangkrutan. Para investor menarik semua dana investasi mereka dari sana, hingga salah satu perusahaan yang dinobatkan sebagai perusahaan tambang batu bara terbesar itu, mulai goyah. Erik membaca setiap berita bisnis di ponselnya dengan seksama, sedangkan di sebelahnya, Reagan diam mematung. Dia menatap wanita yang berlalu lalang, sesekali mereka menggoda dan memuja tampang Regan kemudian menjadi semakin gila. “Kamu tampan, tapi kenapa kamu hanya datang berdua dengan pria ini?” ucap salah satu wanita yang kini berdiri di samping Reagan. Dia menunjuk Erik dengan ekspresi yang sulit diartikan.Dia memakai dres ketat dari bahan beludru warna marun. Polos tanpa hiasan apapun. Alih-alih menambah kesan seksi,
Keputusan yang baru saja Reagan dengar bagaikan sebuah petir yang menghantamnya di siang bolong. Hal yang paling Reagan hindari kini mengancamnya di depan mata. Dia melihat Claire yang mengeluarkan pakaiannya dari lemari beserta sebuah koper besar. “Claire, kita bisa bicarakan ini baik-baik. Aku bisa menjelaskannya. Tapi, tolong dengarkan aku dan jangan pergi.” Reagan berusaha menahan langkah sang istri, tetapi, Claire cukup keras kepala. Dia enyahkan seluruh sentuhan Reagan dengan kasar. Perlakuan itu nyaris membuat mental Reagan jatuh. “Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, semuanya sudah jelas aku lihat. Minggir!” Setelah memastikan semua barangnya masuk ke dalm koper, Claire melangkah menuju pintu utama. “Claire, kumohon. Kita baru saja membangun rumah tangga ini bersama, tolong jangan pergi.” Claire mendengus kesal. Kesabarannya bena-benar diuji oleh sikap Reagan. Dia berbalik, menghadap Reagan untuk terakhir kalinya. Suaminya kinni terlihat begitu menyedihkan. Matanya merah
“Ternyata kamu di sini? Apa yang sedang kamu lakukan?” Reagan menoleh ketika mendengar suara Erik mengisi lorong kosong tempatnya berdiri sejak tadi. Ekspresi Reagan benar-benar tegang. Dia seperti menyimpan api bara yang siap berkobar di kepalanya. Ketika menatap Erik, pandangannya meneduh. “Aku baru selesai mengenyahkan sampah. Ayo, kita pulang.” Reagan melangkah mendekati Erik, membiarkan sahabatnya itu tenggelam dalam berbagai pertanyaan di benaknya. Ketika sampai di parkiran, Reagan tidak menemukan mobil mewah yang ditumpangi Theodore di sana. Dia pun kembali berkata pada Erik, “Apa mereka sudah pulang?” Erik mengangguk. “Ya, semuanya berakhir sesuai dengan dugaan kita.” Mereka berdua masuk ke dalam mobil dengan Erik yang bertugas untuk mengendara. Sedangkan Reagan, dia mengambil sebuah obat merah dari dalam dashboard. Erik melirik sekilas apa yang Reagan lakukan kemudian ternganga. “Kamu terluka?! Apa yang sebenarnya terjadi selama aku tidak ada?” “Hanya hal kecil. Sampah
“Reagan! Kamu mau kemana? Hei!”Setelah Reagan menghilang dari pandangan, hanya ada Erik yang diam mematung di tempatnya sekarang. .Disaat yang sama, pintu ruang VIP terbuka. Theodore dan Pricilla keluar dari sana, dengan gestur yang berbeda. Erik kembali ke mejanya, saat ini posisi duduknya membelakangi dua orang itu. Dari pantulan layar laptop yang gelap, Erik memantau setiap pergerakan Theodore dan Pricilla. “Terima kasih sudah mengundangku, Tuan Theo. Sebuah kehormatan bagiku bisa makan siang denganmu.” Suara Pricilla terdengar. Disusul tawa berwibawa dari Theodore. “Nona Pricilla, jangan sungkan seperti itu. Bagaimanapun kita adalah relasi bisnis. Sudah sepantasnya aku menjamu dengan baik.” Pricilla menyunggingkan senyum tipis. Dari sorot matanya jelas Erik bisa melihat ada ketertarikan yang begitu besar di sana terhadap Theodore. “Selain pembelot, mereka juga pandai berakting,” gerutu Erik di depan layar laptopnya. Dia masih ingat jelas, adegan panas mereka yang desahann