Share

Bos Kampret Ku
Bos Kampret Ku
Автор: Viena Edelweiss

1. Bos Baru

Aвтор: Viena Edelweiss
last update Последнее обновление: 2024-02-28 18:39:58

Yogyakarta

Lila turun dari ojol dengan buru-buru. Dia berlarian membelah halaman kantornya yang luas dan berderap masuk ke dalam gedung berdesain cukup unik--nggak mirip kantor pada umumnya sebenernya, sih.

Gedung ini tidak berbentuk kotak tinggi menjulang. Meskipun masih tinggi menjulang, tetapi atap dan sebagian badan gedung bagian atas berbentuk bundar mirip koloseum di Italia tempat gladiator adu nyawa pada zaman dulu.

Okay, kembali pada Lila yang pagi itu lupa menghidupkan alarm untuk membangunkan dirinya sendiri. Alhasil, gadis manis berambut panjang kuncir kuda itu pun terlambat setengah jam. Wajahnya sudah pucat pasi saat berhadapan dengan sang kepala corporate sekretaris---Bu Ana.

Tetapi tunggu dulu. Mundur beberapa menit sebelumnya saat masuk ke dalam gedung, Lila harus mengalami drama tabrakan dengan seorang pemuda berkemeja merah marun saat keluar dari lift yang membuatnya ngomel-ngomel.

Ya, bayangkan saja, Lila sedang panik karena membayangkan dirinya akan kena semprot Bu Ana, kenapa harus ditambah adegan tabrakan pula dengan entah siapa pun dia.

Dia belum pernah melihat pemuda itu sebelumnya. Mungkin saja karyawan baru yang sedang dibimbing oleh Pak Arka, staff ahli yang berdiri di samping pemuda itu.

Dan entah kenapa Pak Arka malah memelototinya, seakan-akan ingin memperingatkan sesuatu padanya. Tetapi, Lila yang sudah sangat emosi tidak terlalu menghiraukan pria itu.

"Kalau jalan liat kanan kiri, depan, belakang, dong, Mbak." Ucapan si pemuda diselingi dengan smirk di bibirnya membuat Lila emosi. Apalagi mata elang pemuda itu memindai tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung roknya yang, astaga kependekan.

"Situ juga kalau jalan liat-liat!" sembur Lila sambil menurun-nurunkan rok span hitam yang menggantung beberapa centi di atas lututnya. Risih sekali dengan tatapan nakal pemuda itu. Breng sek bener.

"Wah, karyawan di sini galak-galak, ya, Pak Arka?" Si pemuda terkekeh, disambut cibiran Lila. "Tapi, kalau yang galak manis begini, jatuhnya gemesin. Seksi pula." Dia menaik-naikkan alis sambil matanya masih tetap nakal memindai badan Lila.

"Eh, mulut situ, ya?" Lila melotot geram. Siapa sih ini karyawan baru, songong bener tidak punya sopan santun.

Dan lagi-lagi Pak Arka mendelik pada Lila sambil menggeleng. Tetapi gadis itu tidak peduli. Waktu keterlambatannya sudah memanjang menjadi empat puluh lima menit. Ini lebih celaka dari pada peringatan tersirat dari Pak Arka.

Tidak mau memperpanjang perdebatan lagi, tanpa ba-bi-bu Lila segera menghambur ke ruangan Bu Ana---yang juga ruangannya dan satu asisten sekretaris lain, Yolanda.

"Ini sudah dua kali dalam minggu ini, loh, kamu telat, Lil." Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu berkacak pinggang di depan Lila yang menunduk menyembunyikan wajah pucatnya.

"Sudah tahu hari ini ada Dirut baru. Harusnya kamu jangan bikin kesan pertama buruk begini, dong. Pak Ezekiel tadi ke ruangan ini dan nanyain kenapa asistenku ilang satu!"

"Iya, Bu ... maaf," cicit Lila sambil pelan-pelan menggeser langkah hingga mendekat ke mejanya. Yolanda di meja sebelah senyum-senyun nyebelin.

"Dirut baru lagi keliling kantor sama Pak Arka. Nanti beliau ke sini lagi mau memastikan penghuni ruangan ini lengkap." Bu Ana mengibaskan tangan menyuruh Lila duduk di kursinya.

Aduh mampus. Jangan-jangan yang tadi ditabrak adalah Dirut baru. Fix ini, sih, mirip cerita di novel-novel. Awal ketemu di kantor terlibat konflik, tidak tahunya dia bos baru.

"Bakalan betah kita di kantor, Lil ... secara Dirut baru gantinya Pak Septa gantengnya kebangetan," bisik Yolanda.

"Orangnya pake kemeja warna marun, nggak, Yol?"

"He-eh. Kamu udah ketemu?"

Lila menggaruk kepalanya. "Sempat papasan tadi." Badannya mendadak panas dingin. Ini sih apes bener.

"Ganteng banget, kan? Udah kaya cerita di novel-novel, nggak, sih? Dirutnya kece badai."

Boro-boro mikir gantengnya Dirut baru. Yang ada Lila mendadak demam mengingat ucapan ketus dan sikap galaknya tadi saat tidak sengaja bertabrakan dengan pemuda berkemeja marun.

"Kamu pucet banget, sih, Lil?" Yolanda mengamati wajah Lila. Punggung tangannya dia tempelkan di kening gadis itu. "Kamu sakit?"

"Kayaknya aku bakal dipecat, deh, Yol."

"Hah? Piye? Dipecat piye?"

"Parah ini, sih."

"Kamu ngomong apa, sih, Lil?"

"Anu__," Kata-kata Lila menggantung begitu saja saat sosok pemuda berkemeja marun muncul dari balik pintu bersama Pak Arka, memaksa netranya tertuju. Tenggorokannya seketika tercekat. Pelan dia mengikuti gerakan Yolanda berdiri untuk memberi hormat pada pemuda yang sudah pasti adalah direktur utama baru perusahaan ini.

"Eh, Pak Ezekiel, sudah kelilingnya?" Suara Bu Ana membuat Lila terpelanting ke dunia nyata.

"Sudah, Bu. Mmm ... ini asisten Bu Ana yang telat tadi, ya?" Ezekiel menunjuk ke arah Lila yang masih terperangah. Gadis itu melirik ke arah Pak Arka, dan samar Lila mendengar kata hati pria itu, syukurin.

Tentu smirk di bibir Ezekiel bertambah jelas sekarang. Apalagi melihat tampang Lila yang seperti sedang bertemu hantu. Pucat pasi. Ini momen yang sangat membuatnya puas atas sikap asisten sekretaris bermulut pedas itu sebelumnya.

"Saya sudah menegur, Pak. Maaf, ya, Pak." Bu Ana sepertinya masih memperlajari karakter bos baru ini.

"Sebenarnya tidak terlalu masalah, sih, Bu Ana, asal jangan jadi kebiasaan. Kalau keseringan telat nanti harus bayar denda."

"Oh ya, saya sarankan, ini untuk semua karyawan di sini, harus murah senyum dan jaga sikap. Ucapan yang keluar dari mulut harap dikondisikan apalagi berbicara pada atasan." Jelas saja Ezekiel sedang menyindir Lila yang saat ini sedang bergulat dengan rasa malu yang luar biasa.

"Baik, Pak," ucap Bu Ana dan Yolanda bersamaan. Sementara Lila masih menyembunyikan wajah pucatnya.

"Dan satu lagi," ucap Ezekiel sambil memutar badan dan menatap ke arah Lila. "Kamu, siapa namamu?"

"L-lila, Pak," jawab Lila terbata.

"Roknya kependekan, tuh. Bagian dada juga dikit kelihatan. Kamu niat ngantor apa godain cowok, sih?"

Lila terbelalak. Reflek dia menaikkan singlet dalam outternya yang sedikit menurun. Kampret emang. Dia tidak menyadarinya sedari tadi. Kesan pertama di depan bos barunya itu benar-benar buruk.

"Oh ya, sekedar info, saya suka minum hot caramel machiato siang-siang." Ezekiel mengedipkan sebelah mata sambil membuat decakan di mulut.

"Lila, dengar, ya, yang Pak Ezekiel bilang tadi?" Bu Ana memastikan pada Lila sesaat setelah Ezekiel berlalu dari ruangan itu.

"Iya, Bu." Lila terduduk lesu. Apalagi setelah Bu Ana menaruh dua box berisi amplop-amplop surat yang harus dia sortir hari ini. Mood bekerjanya ambyar sudah.

"Ganteng dan bermulut pedas. Ih! Gemesin, deh," kikik Yolanda pelan sambil menutupi mulut dengan telapak tangan dan mencondongkan badan ke arah Lila. Namun, gadis itu segera kembali ke posisi duduknya saat mendengar suara deheman Bu Ana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bos Kampret Ku   18. Ancaman Miranda

    Ezekiel memasuki rumahnya dengan wajah kusut. Suasana hatinya sedang tidak bagus. Bahkan Rebecca yang beberapa kali menelepon pun dia acuhkan. Ngomong-ngomong tentang Rebecca, jujur saja dalam hati Ezekiel merasa senang dengan kemunculan mantan kekasihnya itu setelah menghilang selama bertahun-tahun. Masih ada sedikit rasa yang tersisa di dalam hatinya untuk Rebecca. Namun, dia tidak tahu kenapa justru perempuan yang membuat suasana hatinya kacau adalah Lila. Ezekiel merasa begitu marah saat melihat Lila pulang dengan Ezra. Ezekiel tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan kesalnya pada Lila, sehingga dia justru malah melontarkan kata-kata pedas pada gadis itu. "El, baru pulang? Sini, mama mau ngomong!" panggil Miranda yang sedang duduk di ruang tengah. "Apa, Ma?" Ezekiel mendekati wanita itu dan duduk di seberang meja. "Mama mau tanya, kamu sama Lila sudah jalan berapa tahun?" Ezekiel terkesiap mendengar pertanyaan sang ibu. Inilah yang dia takutkan. Ibunya benar-benar mengang

  • Bos Kampret Ku   17. Ngapain Kamu Di Sini?

    Lila benar-benar bingung saat mendapat telepon dari Miranda kalau dirinya harus datang hari ini ke rumahnya. Apa yang akan dikatakan Ezekiel kalau dia bertemu dengan bosnya itu di sana. Pasti Ezekiel akan berpikir kalau dia mengejar-ngejar pria itu. Tapi, jika tak datang, Miranda pasti akan kecewa. Pasalnya wanita itu tadi sepertinya sangat ingin dirinya datang. Setelah bergelut dengan perasaannya sendiri, Lila pun akhirnya memutuskan untuk datang ke alamat yang sudah diberikan oleh Miranda. Dia mengenakan pakaian sesopan mungkin agar kesan Miranda tidak buruk padanya. Tapi, kenapa juga dia memikirkan kesan Miranda padanya. Taksi yang membawanya ke rumah Miranda berhenti di depan gerbang tinggi menjulang bercat putih. Setelah membayar ongkos taksi, Lila menghambur keluar dan pelan mendorong pintu gerbang yang tak terkunci. Dengan hati berdebar-debar Lila melangkah memasuki halaman luas dengan taman yang indah. Apes. Dia melihat mobil Ezekiel terparkir di depan garasi. Artinya pria

  • Bos Kampret Ku   16. Seratus Lima Puluh Persen Setuju

    "Nyonya, ada tamu nyari Den Ezekiel. Tadi saya sudah ketuk-ketuk pintu kamarnya tapi ndak dijawab." Miranda yang sedang bersantai di kursi goyang sambil menikmati secangkir teh sore hari di teras belakang rumah menoleh ke arah asisten rumah tangga yang berdiri tak jauh darinya. "Siapa, Mbok?" tanyanya pada wanita paruh baya dengan rambut digelung yang hampir semuanya telah memutih itu. "Ndak tahu, Nyonya. Cewek." Miranda menarik sudut bibirnya. Pasti Lila si calon mantu. Hatinya girang dan beranjak dari duduknya. "Biar saya saja yang temui. Nanti saya panggil Ezekiel," ujarnya seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Dia berjalan menuju ruang tamu dan sosok cantik yang dilihatnya sedang duduk di sofa membuat alisnya mengerut."Rebecca?" "Hallo, Tante Miranda," sahut Rebecca sambil berdiri dan menghampiri Miranda. "Apa kabar, Tante, lama ya kita nggak ketemu." Perempuan itu meraih tangan Miranda dan menciumnya. Masih keheranan kenapa perempuan yang pernah dekat dengan putranya itu

  • Bos Kampret Ku   15. Perasaan Tak Enak

    Entah kenapa seharian ini Lila merasa begitu gelisah. Pikirannya tak bisa lepas dari pertanyaan siapa perempuan bernama Rebecca yang mengaku sebagai teman lama Ezekiel. Yang begitu mengganggu pikirannya adalah Rebecca saat ini masih berada di ruangan Ezekiel. Apa yang sedang mereka lakukan di dalam ruangan itu selama berjam-jam. "Lil, makan yuk, laper nih." Suara Yolanda membuat Lila terkesiap. Dia baru sadar kalau perutnya sudah keroncongan dari tadi minta diisi. Lila pun mengiyakan ajakan Yolanda dan keduanya pergi ke cafetaria khusus petinggi perusahaan yang masih berada satu lantai dengan ruangan mereka. "Pak Ezekiel tuh," celetuk Yolanda. Lila otomatis menoleh ke arah mata Yolanda menatap. Ezekiel memasuki cafetaria dengan perempuan itu. Keduanya tampak akrab dan Lila seketika terpaku meliat gerak-gerik Rebecca yang tampak manja pada Ezekiel. Sesekali perempuan itu menyentuh lengan Ezekiel dan mengelusnya. Lila buru-buru memalingkan wajahnya. Apa-apaan itu. Hatinya dipenuhi pe

  • Bos Kampret Ku   14. Perasaan Apa Ini

    "Pak Ezekiel," desah Lila seraya menahan dada Ezekiel, berusaha menjauhkan pagutan bibir bosnya itu pada bibirnya. Mendadak sepertinya pengaruh alkohol menghilang dari dalam tubuhnya. Wajah Lila memerah menahan gugup, malu dan entah perasaan macam apa yang tengah melandanya kini. "Lila ....""Antar saya pulang, Pak," ucap Lila seraya memalingkan wajahnya ke luar jendela. Tanpa membantah, Ezekiel melajukan mobilnya pelan menuju kos Lila. Sepanjang perjalanan Lila terdiam, begitupun Ezekiel. Hingga mobil berhenti di depan gerbang kos Lila."Makasih, Pak," ucap Lila seraya membuka pintu dan melangkah keluar. Mobil Ezekiel berlalu begitu saja dari hadapan Lila. "Huh!" gerutu Lila. "Udah cium-cium nggak ngomong apa-apa lagi," gerutunya seraya memutar badan dan masuk ke halaman rumah. Naik ke tangga menuju kamarnya, Lila pun merebahkan badan di atas kasur. Pikirannya melayang ke adegan ciuman panas dengan Ezekiel. "Tadi aku sadar nggak sih abis ngapain sama si bos kampret?" gumamnya pada

  • Bos Kampret Ku   13. Kena Semprot

    "Nih lihat baik-baik. Kamu nelpon Pak Ezekiel. E-ze-ki-el!" seru Yolanda sambil menunjuk layar ponsel Lila."Astaga, mampus aku!" Lila menepuk jidatnya. "Ih, mataku kok bisa siwer gini sih, Yol. Mana katanya aku disuruh jangan ke mana-mana. Dia mau nyusul." Mata Yolanda membulat. Mulutnya menganga. "Serius? Waaah ... asyik, dong. Ada yang bayarin nih minuman kita."Wajah Lila sudah pucat-pasi. "Tapi dia kaya marah-marah gitu, Yol." "Eh, Pak Ezekiel, tuh!" pekik Yolanda kegirangan. "Pak Bos! Pak! Sini!" Yolanda melompat-lompat sambil melambai ke arah pria tampan yang baru saja melangkah masuk ke club. "Aduhhh!" Lila menutup wajahnya berharap Ezekiel tidak melihatnya. Namun, tentu saja itu adalah usaha yang sia-sia. Karena saat ini, Ezekiel sedang berjalan menuju ke arahnya. "Kalian cuma berdua?" tanya Ezekiel dengan tatapan dingin. Lebih ke tatapan kesal saat memandang ke arah Lila. "Iya, Pak. Tapi sekarang bapak udah gabung ya jadi bertiga, dong," sahut Yolanda sambil tersenyum l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status