Zeira berhenti tepat di depan pintu ruangan CEO. Ia ragu mengangkat tangan untuk mengetuk pintu, jantungnya serasa dak dik duk di dalam sana. Ia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya dengan lembut melalui mulut, untuk menetralkan perasaannya.
Setelah lima menit, akhirnya Zeira memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
"Masuk." Terdengar suara bariton dari dalam sana.
Zeira membuka pintu. "Permisi Pak, saya ingin mengantar makanan," ucap Zeira dengan lembut, sambil menundukkan kepala.
"Hm...." jawab singkat Anjas, tanpa melihat lawan bicaranya. Matanya fokus ke layar monitor laptop, dan jari tangannya berselancar di keyboard.
"Saya taruh di atas meja ya Pak?" ucap Zeira.
"Hm...." Lagi-lagi Anjas menjawab dengan singkat.
Zeira melangkah menuju sofa, ia menaruh nampan di atas meja lalu memutar tubuh dan kembali melangkah menuju pintu. "Saya permisi dulu Pak," pamit Zeira.
"Hm...." Anjas membalas dengan jawaban yang sama.
"Ya Tuhan, apa tidak ada jawaban lain selain Hm.." gerutu Zeira setelah ke luar dari ruangan Anjas. "Ternyata orang tampan dan kaya, malas bicara," lanjutnya.
Bruk...."ao......" Zeira menabrak seorang wanita.
"Kalau jalan pakai mata dong." Sentak wanita itu sambil menatap Zeira dengan tatapan tajam.
"Ma...ma...maaf, Mbak."
"Maaf, maaf. Enak saja kamu bilang maaf," gerutu wanita itu.
Mendengar suara keributan, sontak mengundang Anjas ke luar dari ruangannya. Begitu juga dengan Saddam sang manager kepercayaan Anjas.
"Bella," ucap Anjas.
Bella berlari kecil menghampiri Anjas yang berdiri di pintu.
"Honey, karyawan kamu itu sudah bersikap tidak sopan padaku," ucapnya dengan wajah cemberut.
Padahal sebenarnya dialah yang menabrak lengan Zeira, karena sibuk main ponsel sampai tidak memperhatikan jalannya.
"Maafkan Zeira Bu Bella. Dia pasti tidak sengaja menabrak Ibu," mohon Saddam. Sementara Zeira hanya diam sambil menundukkan kepala dan meremas jari tangan karena gugup.
"Lanjutkan pekerjaan masing-masing," ucap Anjas, lalu masuk ke dalam ruangan dan di ikuti Bella.
"Honey, apa kamu sudah tahu kalau papa dan om Gunawan sudah menentukan bulan pernikahan kita?"
Jari lentik Anjas langsung berhenti dari keyboard laptopnya, ia terkejut mendengar ucapan Bella.
"Kapan papa bertemu dengan paman?" ucapnya sambil bertanya.
"Tadi pagi. Kata papa pernikahan kita di majukan bulan depan," jawab Bella.
Anjas meremas jari tangannya, ia sangat kesal dan marah karena ayahnya sudah menentukan pernikahannya dengan Bella. Padahal ayahnya sudah tahu, kalau ia tidak cinta dan tidak mau menikah dengan Bella.
Tetapi karena ayah Anjas dan Bella sudah bersahabat sejak kecil! Jadi keduanya membuat kesepakatan untuk menjodohkan anak mereka, agar silahturahmi tidak putus untuk selamanya.
"Honey, kamu kenapa diam saja?" tanya Bella karena tidak ada balasan dari Anjas.
Anjas menghela napas dengan kasar, ia menatap Bella beberapa menit lalu membuka mulut. "Aku tidak setuju dengan pernikahan ini."
"Kenapa? Kamu tidak boleh menolak pernikahan ini. Keluarga Wijaya dan Barata sudah membuat keputusan dan masyarakat sudah mengetahui tentang perjodohan kita." bantah Bella.
"Tapi aku tidak mencintaimu Bella. Sejak awal saya sudah katakan itu!"
"Tapi aku mencintaimu Anjas! Aku menolak semua pria hanya demi kamu."
Bella adalah wanita cantik, tinggi, putih. Tentu banyak pria yang mendekatinya selama ini, tetapi wanita cantik itu menolak karena sudah jatuh hati saat pertama kali melihat Anjas.
"Itu masalah kamu Bella, bukan kesalahanku. Bagaimanapun pernikahan ini tidak boleh terjadi, aku tidak ingin membuat kamu kecewa. Karena sesungguhnya aku tidak pernah berniat untuk menikah."
"Kamu memang pria yang tidak punya hati Anjas." Bella bangkit dari sofa, lalu pergi dengan berurai air mata. Ini keseksian kalinya Anjas menolaknya secara langsung.
Saat Bella ke luar dari ruangan Anjas, Zeira dan Saddam sedang duduk di sofa ruang tamu. Zeira terkejut melihat Bella, sementara Saddam terlihat biasa saja. Sebab pemandangan seperti ini sudah biasa dilihat Saddam, bahkan Saddam sudah tahu kalau Anjas menolak menikah dengan Bella.
"Kenapa dia menagis?" tanya Zeira kepada Saddam.
"Itu sudah biasa," jawab Saddam dengan santai.
"Sudah biasa? Berarti Pak Anjas sering bertengkar ya dengan istrinya?" Zeira berpikir kalau Bella itu adalah istri Anjas.
Saddam tersenyum. "Sudah, jangan bahas orang lain," ucapnya.
Saddam tidak mungkin menceritakan tentang pribadi Anjas kepada Zeira ataupun orang lain. Saat keduanya sedang asik berbincang-bincang, tiba-tiba terdengar suara keributan dari ruangan Anjas.
Zeira dan Saddam refleks saling menatap. "Suara apa itu?" tanya keduanya secara bersamaan.
Saddam langsung bangkit dan berlari menuju ruangan Anjas. Matanya membulat melihat pecahan piring dan gelas serta kue brownies berceceran di atas lantai.
Tentu hal itu membuat jantung Saddam berdegup kencang karena takut, selama ini ia belum pernah melihat Anjas menghancurkan barang-barang. Pria tampan itu selalu menjaga sikap, dan berusaha tetap tenang setiap ada masalah.
"Apa ada masalah, Pak?" Saddam memberanikan diri untuk bertanya.
Anjas memutar tubuh untuk melihat Saddam, tadinya pria tampan itu sedang berdiri di depan jendela menghadap sebelah keramaian kota. "Tidak ada. Minta OB itu untuk membersihkan ruangan ini."
"Baik pak." Saddam ke luar untuk memanggil Zeira.
Ia meminta wanita cantik itu untuk membersihkan ruangan Anjas. Saddam juga mengatakan agar Zeira tidak bicara atau bertanya sebelum Anjas yang bicara terlebih dahulu.
*Ya Tuhan, dia yang bertengkar dengan istrinya tapi kue buatanku yang jadi korban. Padahal aku sudah bersusah payah untuk membuatnya* gerutu dalam hati Zeira sambil membersihkan serpihan kaca dan kue dari atas lantai.
Sementara Anjas duduk di kursi kerajaannya, pria tampan itu menyandarkan kepala sambil memejamkan mata. "Semua wanita sudah gila," ucapnya.
"Tidak semua Pak," sahut Zeira.
Anjas refleks membuka mata mendengar ucapan Zeira. "Aku tidak bicara denganmu. Jadi kamu tidak perlu membuka mulut," tegas Anjas sambil menatap Zeira tajam.
"Aku sebenarnya tidak ingin membuka mulut Pak. Tapi kata-kata Bapak itu salah, jadi aku hanya bermaksud untuk meluruskannya saja." Lagi-lagi Zeira membuka mulut yang membuat Anjas semakin kesal. Bahkan wajahnya sudah berubah menjadi merah karena marah.
"Ke luar," sentak Anjas.
Zeira memutar kepala ke arah Anjas, tatapan matanya langsung beradu dengan tatapan Anjas. Sontak membuat Zeira gugup, bahkan sampai sulit untuk bernapas. "A.....a....aku," ucapnya dengan gugup sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, siapa lagi? Apa ada orang lain di sini selain kamu?"
"Um.....u.....baik pak." Zeira langsung bergegas menuju pintu untuk meninggalkan ruangan, bahkan ia tidak membawa serpihan kaca yang sudah ia kumpulkan tadi. Melihat wajah dan tatapan Anjas yang begitu tajam, membuat Zeira merasa seperti di kandang harimau.
"Ya Tuhan, wajahnya memang tampan tapi menakutkan. Benar apa yang dikatakan para karyawan," ucap Zeira dengan lembut, sambil melangkah menuju wastafel untuk membersihkan tangannya.
"Kamu bicara apa?" Tiba-tiba terdengar suara Anjas dari arah punggungnya.
============Zeira refleks memutar tubuh, matanya membulat sambil menelan saliva dengan kasar melihat Anjas berdiri di bibir pintu. "Ti...ti....tidak bicara apa-apa Pak?" Ucapnya dengan gugup. *Mati lah aku* lanjutnya di dalam hati. "Jangan biasakan bicara sendiri, hanya orang tidak waras yang melakukan itu." Anjas meletakkan sekop sampah berisi serpihan kaca yang Zeira tinggalkan tadi. Setelah itu Anjas langsung pergi meninggalkan Zeira dan kembali ke ruangannya. Zeira menghela napas lega. "Syukur dia tidak mendengarnya. Kalau tidak! Habis lah aku," ucapnya sambil mengelus dada.....................Waktu telah menunjukkan pukul 5, Zeira kini sedang bersiap-siap untuk pulang. Ia melangkah ke luar dari ruangan sambil tangannya sibuk mengetik layar ponsel untuk membalas pesan dari sahabatnya Susan. Wanita cantik itu benar-benar tidak memperhatikan jalannya, sehingga ia salah pintu. Seharusnya Zeira memasuki lift khusus karyawan yang terletak di sebelah kanan. Tetapi saat ini ia memasuki lift se
"Jika kamu tidak mau menikah dengan Bella ataupun wanita lain! Itu artinya kamu tidak memiliki kesempatan untuk mendapat warisan Wijaya. Aku hanya memberikan warisan kepadamu jika kamu sudah memiliki keturunan. Jadi, pikirkan baik-baik." Gunawan meninggalkan pintu ruang kerja Anjas. "Menikah, menikah, dan menikah. Itu dan itu yang selalu dibahas." Geram Anjas. Entah apa yang membuat pria tampan itu tidak mau menikah dan memiliki rumah tangga. Padahal dia lelaki perkasa, bahkan hampir setiap malam ia membayar wanita untuk menemaninya tidur. Anjas meraih ponsel dari atas meja, lalu menghubungi seseorang. "Iya bro." Suara dari balik ponselnya. "Lu di mana? on the way ke tempat biasa ya, aku lagi pusing nih," ucap Anjas. "Ok bro." Setelah memutuskan sambungan telepon, Anjas bergegas meninggalkan kediaman Wijaya menuju tempat hiburan malam. Di sana ia bersenang-senang bersama sahabatnya Marsel dan beberapa wanita penghibur. Anjas selalu ke tempat ini setiap kali ia berdebat dengan
Waktu menunjukkan pukul 5 sore, semua karyawan sudah meninggalkan kantor. Hanya beberapa orang yang tinggal di sana, salahsatunya Zeira, Anjas, Saddam dan beberapa karyawan lainnya. "Zeira." Seseorang memanggil dari pintu. Zeira memutar tubuh menghadap pintu. "Iya Pak," ucapnya setelah melihat Saddam berdiri di sana. "Malam ini ada klien yang akan datang ke kantor ini, dan orang itu adalah klien spesial Pak Anjas. Jadi tolong siapkan makanan dan minuman untuk mereka." "Baik Pak." Sahut Zeira dengan sopan. Zeira berkutat di dapur kesayangannya, ia menyiapkan beberapa menu makan malam untuk para tamu dan bosnya. Selama 2 jam berada di dekat kompor, akhirnya Zeira menyiapkan 3 menu makanan dan 1 macam kue. Zeira baru saja menjatuhkan bokong di atas kursi untuk menghilangkan lelah, tetapi tiba-tiba seorang karyawan datang ke sana dan memintanya untuk mengantar makanan ke ruangan Anjas. "Baik mbak, aku akan mengantarnya," ucap Zeira sambil bergegas menyusun makanan ke atas nampan.
Maria menundukkan kepala, ia membulatkan niat untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Zeira. "Tadi ada tetangga yang datang kemari. Mereka bertanya tentang tes kehamilan yang kamu beli waktu itu di Apotek," ucapnya. Mata Zeira membulat, otaknya berpikir mengigat dengan siapa ia bertemu waktu itu. "Perasaan tidak ada yang melihatku waktu itu, tapi kenapa mereka bisa tahu Bu?" "Ibu tidak tahu dari mana mereka mengetahuinya." Jawab Maria. "Terus apa lagi yang mereka katakan, Bu?" "Jika memang kamu terbukti hamil di luar nikah, kita disuruh pergi dari sini." Jawab jujur Maria. Zeira menggenggam kedua tangan Maria. "Maafkan aku Ibu," ucapnya sambil berurai air mata. "Tidak apa-apa sayang. Ini bukan kesalahanmu, tetapi ini adalah takdir dari yang kuas." Maria mengelus ujung rambut Zeira dengan penuh kasih sayang. "Sekarang istirahatlah, ini sudah larut malam," lanjut Maria meminta putri kesayangannya untuk masuk kamar.....................Cuaca mendung menyambut Zeira di pagi ha
Walaupun Zeira sudah memohon, namun Anjas tetap pada keputusannya untuk memecat Zeira dari sana. Zeira ke luar dari ruangan Anjas sambil berurai air mata. "Zeira kamu kenapa?" Tanya Saddam yang baru ke luar dari ruangannya. Ia menghampiri Zeira lalu mengajaknya duduk di sofa. "Kamu kenapa menagis?" Saddam kembali bertanya karena Zeira belum menjawabnya dari tadi. "Pak Anjas memecat aku, Pak." "Ha...." Saddam terkejut, "Kenapa?" Lanjutnya bertanya. "Karena kesalahan kemarin. Tapi wajar jika Pak Anjas memecat aku dari sini, soalnya aku sudah membuat meeting Pak Anjas dengan kliennya berantakan." Zeira menyalahkan dirinya atas kejadian tadi malam. "Enggak, kamu enggak membuat berantakan kok. Aku tahu kalau kamu juga tidak menginginkan hal itu terjadi." Bantah Saddam. Ia tahu kalau Zeira tidak berpura-pura atau sengaja. Lagipula mana ada orang yang menginginkan dirinya pingsan. "Kamu tunggu di sini dulu, biar aku coba bicara pada Pak Anjas." Saddam bangkit dari sofa, tetapi Zeir
Empat bulan telah berlalu, di mana saat ini usia kandungan Zeira sudah memasuki tujuh bulan. Bahkan akhir-akhir ini dia sering berangkat subuh saat pergi bekerja dan pulang malam. Itu semua ia lakukan agar para tetangga tidak melihat kalau perutnya sudah semakin membesar. Begitu juga dengan malam ini, Zeira sengaja pulang malam. Tetapi seratus meter dari rumahnya! Ia sudah melihat kerumunan warga di sana. Zeira memarkirkan motor sembarang lalu berlari melewati keramaian, ia langsung memeluk ibunya yang berdiri di bibir pintu. "Ibu, Ibu ada apa ini?" Tanya Zeira sambil memeluk ibunya. "Sekarang kalian harus pergi dari sini." Sahut salah satu warga. "Iya kalian harus pergi malam ini juga." Sahut yang satu lagi. "Usir, usir, usir mereka," ucap para warga. "Kenapa Bu, kenapa kami diusir dari sini?" Tanya Zeira sambil meneteskan air mata. Sebenarnya ia sudah tahu kenapa para warna meminta mereka pergi dari sana. Tentunya karena ia hamil di luar nikah. "Kamu tidak perlu berpura-pura
Akhirnya Zeira mengikut ucapan ibu dan sahabatnya. Kini ia sedang berada di rumah sakit bersama Susan. "Semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sakit di bagian pinggul dan pinggang, itu biasa. Apalagi saat ini usia kandungan Ibu Zeira sudah memasuki 7 bulan." Jelas dokter setelah selesai memeriksa kandungan Zeira. "Baik Dokter." Jawab Zeira dengan ramah. "Kalau begitu kami permisi dulu Dok." Lanjutnya sambil menyodorkan tangan untuk menjabat Dokter, begitu juga dengan Susan. "Syukur ya Ra, kandungan kamu baik-baik saja. Aku senang deh pas lihat bayinya bergerak saat USG tadi. Jadi udah gak sabar lagi nunggu kamu melahirkan," ucap Susan sambil melangkah menyusuri lorong rumah sakit. "Iya San, aku juga senang karena anakku baik-baik saja." Timpal Zeira. Dulu Zeira tidak menginginkan bayi itu bahkan ia sudah sempat berniat untuk menggugurkannya. Tetapi karena Maria selalu menasehatinya dan memberikan semangat! Akhirnya Zeira menyayangi janin yang ada di dalam kan
Satu Minggu telah berlalu, di mana pagi ini para wanita cantik sudah berkumpul di perusahaan Wijaya untuk mengikuti sayembara. Ada yang dari golongan atas ada juga dari golongan menengah, bahkan banyak yang masih berusia 20 tahun. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi istri Anjas, walupun hanya istri kontrak. Setidaknya mereka sudah merasakan kehangatan tubuh pria tampan itu dan anak yang lahir dari rahimnya akan menjadi pewaris Wijaya. Di saat acara sedang berlangsung, tiba-tiba terdengar suara pecahan dari ruangan OB, lebih tepatnya ruangan Zeira. Mendengar suara itu, Saddam dan beberapa karyawan bergegas ke sana. "Zeira." Panggil Saddam dari pintu. Ia berlari menghampiri Zeira yang sudah tergeletak di atas lantai dengan kondisi kening mengeluarkan darah, dan serpihan kaca berserakan di sekitarnya. "Ya Tuhan, apa yang terjadi dengannya, Pak?" ucap karyawan wanita yang ikut bersama Saddam. "Aku tidak tahu, tolong handle acaranya. Aku akan membawa Zeira ke rumah sakit." "Baik pak.