Saat masuk ke dalam Apotik, Zeira berniat hanya membeli tolak angin. Namun hati kecilnya berkata lain, ingin rasanya membeli alat tes kehamilan untuk memastikan apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. Akhirnya dengan wajah malu, Zeira membeli tiga tes kehamilan lalu kembali ke rumah.
Tangannya gemetar saat mencelupkan benda kecil berbentuk panjang itu, ke dalam urin yang ia tampung dalam mangkuk kecil.
"Tolong aku ya Tuhan, semoga hasilnya negatif," ucap Zeira sambil memejamkan mata.
Perlahan ia membuka mata dan melihat ada dua garis merah di sana. Seketika jantungnya berdegup kencang, seluruh tubuhnya gemetar. Zeira tidak tahu harus berbuat apa, ia bingung harus meminta pertanggungjawaban kepada siapa. Sebab ia tidak mengenal pria yang tidur bersamanya dua bulan yang lalu.
Pikirannya yang kacau, membuat wanita cantik itu berteriak histeris.
"Tidak.....tidak...."
Mendengar teriakkan Zeira, Maria berusaha bangkit dari tempat tidur. Ia melangkah menuju kamar putrinya dengan langkah tertatih. "Sayang kamu kenapa?" tanya Maria.
"Ibu, aku tidak ingin hidup lagi. Aku tidak sanggup untuk menerima semua ini." Tangis Zeira semakin pecah. Ia memeluk ibunya dan menumpahkan air mata di pundak Maria.
"Maafkan Ibu sayang, karena Ibu kamu jadi menderita seperti ini."
Maria berpikir Zeira putus asa karena harus bekerja banting tulang, untuk memenuhi kebutuhan mereka dan biaya pengobatannya.
Zeira menggelengkan kepala. "Tidak Ibu," ucapnya.
Zeira meraih sesuatu dari atas tempat tidur lalu memberikannya kepada Maria.
"Apa ini?" tanya Maria.
Ia membulatkan mata melihat benda kecil itu menunjukkan dua garis merah. Ia mengangkat kedua tangan lalu mencengkram lengan Zeira.
"Siapa yang melakukan ini?" ucapnya sambil berurai air mata.
Zeira hanya menggelengkan kepala. Ia tidak tahu harus menjawab apa.
Maria menggoyangkan tubuh Zeira dengan kasar. "Siapa yang melakukan ini? Jawab aku Zeira!" desak Maria.
"Aku tidak tahu Ibu,' jawab Zeira.
Par......satu tamparan mendarat di pipi mulus Zeira. Maria kesal dengan jawaban putrinya sehingga tangannya refleks terangkat lalu menampar wajah Zeira.
"Mama kecewa kepadamu Zeira. Mama tidak menyangka kalau kamu adalah wanita murahan. Mama telah gagal mendidik kamu, mama telah gagal menjadi seorang ibu." Tangisan Maria semakin pecah.
Maria tidak menyangka kalau putri kesayangannya yang terlihat sopan dan taat kepadanya, ternyata hamil di luar nikah. Sungguh hatinya tercabik-cabik karena ulah Zeira.
"Maafkan aku Ibu." Zeira berusaha menyentuh tangan Maria dan memohon maaf.
"Ibu kecewa sama kamu." Maria menepis tangan Zeira.
Ia bangkit dari tempatnya dan kembali ke kamar. Sementara Zeira hanya bisa diam sambil berurai air mata melihat punggung ibunya menghilang di balik pintu.
Setelah dua jam berlalu, Zeira menemui ibunya ke kamar. Ia menceritakan semuanya tentang apa yang terjadi dua bulan yang lalu. Dan Maria sangat terkejut mendengar hal itu.
Tadinya ia sudah berpikir untuk menemui pria yang telah menghamili Zeira, dan memintanya untuk bertanggung jawab. Tetapi jika Zeira tidak tahu dan tidak mengenal siapa pria itu! Terus, kepada siapa dia akan meminta pertanggungjawaban?
"Maafkan aku Ibu." Zeira memohon sambil berlutut di hadapan Maria.
Maria menatap putrinya sendu, ia memeluk wanita cantik itu dengan penuh kasih sayang sambil berlinang air mata. Ada rasa kesal, benci dan kasihan dalam hatinya.
Ia kesal karena Zeira terlalu ceroboh, ia juga benci karena telah gagal mendidik putri semata wayangnya, dan ia juga kasihan melihat kondisi Zeira. Karena bagaimanapun, kejadian ini tidak sepenuhnya kesalahan Zeira.
...................Satu Minggu telah berlalu, Zeira dan Maria menjalani hari-hari seperti biasa. Namun Maria melarang Zeira agar berhati-hati dalam bekerja, sebab di usia 2 bulan itu adalah masa rentannya dalam kehamilan."Saya pergi dulu ya Bu." Zeira menjabat tangan ibunya, lalu pergi menuju kantor Angkasa Grup dengan mengendarai motor metik.
Setibanya di sana, Zeira mendengar para karyawan menceritakan tentang CEO yang akan kembali dari Prancis.
"Aku dengan Pak CEO sudah kembali dari Prancis," ucap yang satu kepada temannya.
"Iya, katanya sih hari ini sudah mulai masuk kantor.," sahut yang satu.
"Haduh.....itu artinya kita tidak bisa bersantai-santai lagi," keluh yang satu lagi.
"Itu sudah pasti, secara Pak CEO orangnya tegas dan pemarah. Walaupun wajahnya tampan seperti opa-opa Korea! Tapi tetap saja menakutkan kalau dia lagi marah."
Mendengar perbincangan para karyawan membuat jantung Zeira berdegup kencang. Ia takut jika CEO itu tidak menyukai kopi atau makanan buatannya, secara dia adalah OB khusus menyiapkan makanan dan minuman untuk CEO.
"Ira." Terdengar suara memanggil namanya.
Zeira memutar kepala ke arah datangnya suara. "Iya Pak," sahut Zeira.
Saddam melangkah ke arah Zeira. "Kamu kan pintar buat kue, coba dek kamu buat brownies rasa cokelat, barangkali pak bos menyukainya. Bisa-bisa gaji kamu naik bulan depan."
Mendengar gaji naik! Semangat Zeira langsung memuncak. "Siap pak."
Ia langsung bergegas menyiapkan bahan-bahan untuk membuat brownies. Membayangkan uang 5 juta saja sudah membuat dirinya bersemangat, apalagi lebih dari itu! Tentu semakin membuat dirinya semangat 45.
"Beres, tinggal masuk open! Siap deh," ucap wanita cantik itu.
Sesaat telinganya mendengar suara keramaian dari luar. Zeira melangkah menuju pintu, ia melihat para karyawan berbaris di sisi lorong kantor, dan hanya berselang 5 menit tiba-tiba tiga pria berpakaian formal muncul dari ujung sana.
"Oh Tuhan, itu kah CEO yang dibicarakan para karyawan tadi pagi ?" tanya dalam hati.
Ia sangat mengangumi ketampanan pria yang berada di tegah. Bahkan Zeira sulit menelan salivanya dan matanya tidak bisa berkedip, melihat betapa tampannya pria itu. Tubuhnya tinggi gagah, hidungnya mancung, bibirnya merah. Walaupun pria itu mengenakan kacamata hitam! Tetapi Zeira bisa melihat dengan jelas ketampanan pria itu dari kejauhan.
"Hey...." Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Zeira dari belakang yang membuat wanita cantik itu sadar dari khayalannya.
"Tia, kamu membuatku terkejut.," keluh Zeira sambil mengelus dada.
"Habis, kamu sampai tak berkedip melihat Pak Anjas lewat."
"Oh, namanya pak Anjas."
Sudah dua Minggu ia bekerja di sana, tetapi baru kali ini ia tahu nama CEO sekaligus pemilik perusahaan itu. Selama ini Zeira hanya tahu kalau perusahaan itu adalah milik keluarga Wijaya.
"Iya namanya pak Anjas Pratama Wijaya, putra sulung dari keluarga Wijaya. Kamu tidak perlu terlena dengan ketampanannya, sebab Pak Anjas tidak tergoda pada wanita."
"Ha...." Jerit Zeira karena terkejut mendengar ucapan Tia.
"St...." Tia refleks meletakkan satu jari tangannya di bibir Zeira. "Turunkan suaramu, bisa kacau kalau Pak Anjas sampai mendengarnya," lanjut Tia.
Anjas memang pria yang sensitif dan angkuh. Dia tidak suka mendengar ada suara keributan disekitarnya. Itu sebabnya Anjas sengaja membuat ruangannya di lantai 40, dan di sana hanya ada tiga ruangan yaitu ruangan khusus CEO, ruangan manajer dan yang satu lagi ruangan OB pribadinya.
Perusahaan Angkasa Grup menang sedikit unik dibandingkan perusahaan lain. Di sana memiliki OB khusus menyiapkan makanan dan minuman untuk sang CEO. Karena Anjas tidak suka makan sembarangan, dan dia juga tidak suka makan siang di luar kantor, kecuali ada pertemuan dengan klien atau rekan kerjanya.
"Upz...maaf.," sesal Zeira.
"Ya sudah, sekarang periksa kuenya sudah matang atau belum. Kalau sudah! Segeralah antar ke ruangan Pak Anjas dan jangan lupa dengan satu gelas kopi." Tia mengingatkan Zeira agar tidak meluapkan kopi.
"Siap kak."
Zeira bergegas menuju open. Ia mengeluarkan brownies cokelat buatannya dari sana, lalu menatanya di atas piring bersama satu gelas kopi racikan sendiri.
Zeira menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya secara perlahan dari hidung. Ia merapikan rambut serta pakainya, karena kata Tia, Anjas tidak suka melihat orang yang tidak rapi. Jadi Zeira harus memastikan penampilannya sebelum masuk ke ruangan sang CEO.
============Zeira berhenti tepat di depan pintu ruangan CEO. Ia ragu mengangkat tangan untuk mengetuk pintu, jantungnya serasa dak dik duk di dalam sana. Ia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya dengan lembut melalui mulut, untuk menetralkan perasaannya. Setelah lima menit, akhirnya Zeira memberanikan diri untuk mengetuk pintu. "Masuk." Terdengar suara bariton dari dalam sana. Zeira membuka pintu. "Permisi Pak, saya ingin mengantar makanan," ucap Zeira dengan lembut, sambil menundukkan kepala. "Hm...." jawab singkat Anjas, tanpa melihat lawan bicaranya. Matanya fokus ke layar monitor laptop, dan jari tangannya berselancar di keyboard. "Saya taruh di atas meja ya Pak?" ucap Zeira. "Hm...." Lagi-lagi Anjas menjawab dengan singkat. Zeira melangkah menuju sofa, ia menaruh nampan di atas meja lalu memutar tubuh dan kembali melangkah menuju pintu. "Saya permisi dulu Pak," pamit Zeira. "Hm...." Anjas membalas dengan jawaban yang sama. "Ya Tuhan, apa tidak ada jawaban lain selain Hm.." ger
Zeira refleks memutar tubuh, matanya membulat sambil menelan saliva dengan kasar melihat Anjas berdiri di bibir pintu. "Ti...ti....tidak bicara apa-apa Pak?" Ucapnya dengan gugup. *Mati lah aku* lanjutnya di dalam hati. "Jangan biasakan bicara sendiri, hanya orang tidak waras yang melakukan itu." Anjas meletakkan sekop sampah berisi serpihan kaca yang Zeira tinggalkan tadi. Setelah itu Anjas langsung pergi meninggalkan Zeira dan kembali ke ruangannya. Zeira menghela napas lega. "Syukur dia tidak mendengarnya. Kalau tidak! Habis lah aku," ucapnya sambil mengelus dada.....................Waktu telah menunjukkan pukul 5, Zeira kini sedang bersiap-siap untuk pulang. Ia melangkah ke luar dari ruangan sambil tangannya sibuk mengetik layar ponsel untuk membalas pesan dari sahabatnya Susan. Wanita cantik itu benar-benar tidak memperhatikan jalannya, sehingga ia salah pintu. Seharusnya Zeira memasuki lift khusus karyawan yang terletak di sebelah kanan. Tetapi saat ini ia memasuki lift se
"Jika kamu tidak mau menikah dengan Bella ataupun wanita lain! Itu artinya kamu tidak memiliki kesempatan untuk mendapat warisan Wijaya. Aku hanya memberikan warisan kepadamu jika kamu sudah memiliki keturunan. Jadi, pikirkan baik-baik." Gunawan meninggalkan pintu ruang kerja Anjas. "Menikah, menikah, dan menikah. Itu dan itu yang selalu dibahas." Geram Anjas. Entah apa yang membuat pria tampan itu tidak mau menikah dan memiliki rumah tangga. Padahal dia lelaki perkasa, bahkan hampir setiap malam ia membayar wanita untuk menemaninya tidur. Anjas meraih ponsel dari atas meja, lalu menghubungi seseorang. "Iya bro." Suara dari balik ponselnya. "Lu di mana? on the way ke tempat biasa ya, aku lagi pusing nih," ucap Anjas. "Ok bro." Setelah memutuskan sambungan telepon, Anjas bergegas meninggalkan kediaman Wijaya menuju tempat hiburan malam. Di sana ia bersenang-senang bersama sahabatnya Marsel dan beberapa wanita penghibur. Anjas selalu ke tempat ini setiap kali ia berdebat dengan
Waktu menunjukkan pukul 5 sore, semua karyawan sudah meninggalkan kantor. Hanya beberapa orang yang tinggal di sana, salahsatunya Zeira, Anjas, Saddam dan beberapa karyawan lainnya. "Zeira." Seseorang memanggil dari pintu. Zeira memutar tubuh menghadap pintu. "Iya Pak," ucapnya setelah melihat Saddam berdiri di sana. "Malam ini ada klien yang akan datang ke kantor ini, dan orang itu adalah klien spesial Pak Anjas. Jadi tolong siapkan makanan dan minuman untuk mereka." "Baik Pak." Sahut Zeira dengan sopan. Zeira berkutat di dapur kesayangannya, ia menyiapkan beberapa menu makan malam untuk para tamu dan bosnya. Selama 2 jam berada di dekat kompor, akhirnya Zeira menyiapkan 3 menu makanan dan 1 macam kue. Zeira baru saja menjatuhkan bokong di atas kursi untuk menghilangkan lelah, tetapi tiba-tiba seorang karyawan datang ke sana dan memintanya untuk mengantar makanan ke ruangan Anjas. "Baik mbak, aku akan mengantarnya," ucap Zeira sambil bergegas menyusun makanan ke atas nampan.
Maria menundukkan kepala, ia membulatkan niat untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Zeira. "Tadi ada tetangga yang datang kemari. Mereka bertanya tentang tes kehamilan yang kamu beli waktu itu di Apotek," ucapnya. Mata Zeira membulat, otaknya berpikir mengigat dengan siapa ia bertemu waktu itu. "Perasaan tidak ada yang melihatku waktu itu, tapi kenapa mereka bisa tahu Bu?" "Ibu tidak tahu dari mana mereka mengetahuinya." Jawab Maria. "Terus apa lagi yang mereka katakan, Bu?" "Jika memang kamu terbukti hamil di luar nikah, kita disuruh pergi dari sini." Jawab jujur Maria. Zeira menggenggam kedua tangan Maria. "Maafkan aku Ibu," ucapnya sambil berurai air mata. "Tidak apa-apa sayang. Ini bukan kesalahanmu, tetapi ini adalah takdir dari yang kuas." Maria mengelus ujung rambut Zeira dengan penuh kasih sayang. "Sekarang istirahatlah, ini sudah larut malam," lanjut Maria meminta putri kesayangannya untuk masuk kamar.....................Cuaca mendung menyambut Zeira di pagi ha
Walaupun Zeira sudah memohon, namun Anjas tetap pada keputusannya untuk memecat Zeira dari sana. Zeira ke luar dari ruangan Anjas sambil berurai air mata. "Zeira kamu kenapa?" Tanya Saddam yang baru ke luar dari ruangannya. Ia menghampiri Zeira lalu mengajaknya duduk di sofa. "Kamu kenapa menagis?" Saddam kembali bertanya karena Zeira belum menjawabnya dari tadi. "Pak Anjas memecat aku, Pak." "Ha...." Saddam terkejut, "Kenapa?" Lanjutnya bertanya. "Karena kesalahan kemarin. Tapi wajar jika Pak Anjas memecat aku dari sini, soalnya aku sudah membuat meeting Pak Anjas dengan kliennya berantakan." Zeira menyalahkan dirinya atas kejadian tadi malam. "Enggak, kamu enggak membuat berantakan kok. Aku tahu kalau kamu juga tidak menginginkan hal itu terjadi." Bantah Saddam. Ia tahu kalau Zeira tidak berpura-pura atau sengaja. Lagipula mana ada orang yang menginginkan dirinya pingsan. "Kamu tunggu di sini dulu, biar aku coba bicara pada Pak Anjas." Saddam bangkit dari sofa, tetapi Zeir
Empat bulan telah berlalu, di mana saat ini usia kandungan Zeira sudah memasuki tujuh bulan. Bahkan akhir-akhir ini dia sering berangkat subuh saat pergi bekerja dan pulang malam. Itu semua ia lakukan agar para tetangga tidak melihat kalau perutnya sudah semakin membesar. Begitu juga dengan malam ini, Zeira sengaja pulang malam. Tetapi seratus meter dari rumahnya! Ia sudah melihat kerumunan warga di sana. Zeira memarkirkan motor sembarang lalu berlari melewati keramaian, ia langsung memeluk ibunya yang berdiri di bibir pintu. "Ibu, Ibu ada apa ini?" Tanya Zeira sambil memeluk ibunya. "Sekarang kalian harus pergi dari sini." Sahut salah satu warga. "Iya kalian harus pergi malam ini juga." Sahut yang satu lagi. "Usir, usir, usir mereka," ucap para warga. "Kenapa Bu, kenapa kami diusir dari sini?" Tanya Zeira sambil meneteskan air mata. Sebenarnya ia sudah tahu kenapa para warna meminta mereka pergi dari sana. Tentunya karena ia hamil di luar nikah. "Kamu tidak perlu berpura-pura
Akhirnya Zeira mengikut ucapan ibu dan sahabatnya. Kini ia sedang berada di rumah sakit bersama Susan. "Semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sakit di bagian pinggul dan pinggang, itu biasa. Apalagi saat ini usia kandungan Ibu Zeira sudah memasuki 7 bulan." Jelas dokter setelah selesai memeriksa kandungan Zeira. "Baik Dokter." Jawab Zeira dengan ramah. "Kalau begitu kami permisi dulu Dok." Lanjutnya sambil menyodorkan tangan untuk menjabat Dokter, begitu juga dengan Susan. "Syukur ya Ra, kandungan kamu baik-baik saja. Aku senang deh pas lihat bayinya bergerak saat USG tadi. Jadi udah gak sabar lagi nunggu kamu melahirkan," ucap Susan sambil melangkah menyusuri lorong rumah sakit. "Iya San, aku juga senang karena anakku baik-baik saja." Timpal Zeira. Dulu Zeira tidak menginginkan bayi itu bahkan ia sudah sempat berniat untuk menggugurkannya. Tetapi karena Maria selalu menasehatinya dan memberikan semangat! Akhirnya Zeira menyayangi janin yang ada di dalam kan