Komen dan vote yuk :) Terima kasih, Love!
"C'mon, Young Lady, apakah kamu sudah menyerah?" suara dari Rollo Connor, Papanya bergema lantang di dalam kepala Lagertha yang merasa sangat kecewa karena gagal melindungi Joshua, adiknya. "Papa ...aku merindukanmu!" gumam Lagertha seraya bangkit berdiri, lalu berlari masuk ke dalam rumah Samantha. Lagertha memindai dinding yang dulu saat dia kecil sering melihat Samantha menyimpan barang-barang berharga di dalam lubang pada dinding. Mata Lagertha tertumbuk menatap lukisan pemandangan salju, bergegas dia menggeser lukisan tersebut. Benar saja, Lagertha menemukan brangkas baja di balik lukisan yang terkunci sandi.Lagertha memasukkan angka ulang tahun Samantha, namun pintu tidak bisa terbuka. Lagertha mencoba berpikir sejenak, mengingat tanggal bersejarah bagi Bibinya tersebut. Tetapi beberapa kali angka yang bisa Lagertha ingat, tetap saja tertolak. Lagertha teringat tatapan panik Samantha ketika dia mengetuk pintu rumah dua hari lalu, bibirnya tersenyum tipis, memasukkan angka
Jordan melajukan mobil dengan kecepatan kilat menuju sebuah rumah yang telah dipersiapkan oleh Marco untuk tempat tinggal mereka sementara, menunggu rumah Maximus selesai di renovasi. Amber, sang dokter yang dahulu membantu kelahiran Joshua, telah menunggu di dalam rumah bersama Gustaff dan anak buah Rollo lainnya yang kini telah bersumpah setia pada Jordan. "Amber?!" kaget Lagertha mengenali wanita muda di depannya yang tersenyum lembut, menyambutnya. Amber menerima Joshua dari gendongan Lagertha yang tetap tertawa renyah menepukkan tangan gempalnya ke dada saudarinya itu meski wajahnya terlihat lemas. "Halo, bayi hebat! Mari bersamaku dulu, hem?" sapa Amber lembut membelai wajah Joshua mengeluarkan suara berceloteh dengan meniupkan ludah keluar dari mulutnya. "Kita tinggal sementara di sini dulu. Aku janji, akan merebut dan membangun kembali kediaman Connor untukmu dan Joshua." bisik Jordan seraya memeluk pinggang Lagertha dari belakang. "Terima kasih, Jordan." balas Lagerth
Lagertha terbangun dari tidurnya saat matahari sudah mulai turun menjelang sore. Setelah memindai sekeliling ruangan kamar yang luas dan mengumpulkan daya ingatnya, Lagertha bangun dari berbaringnya, lalu berjalan keluar dari kamar. "Kamu sudah bangun?" sapa Amber sedang menyuapkan Joshua bubur di ruangan makan. Joshua sedang duduk di kursi bayi dan punggung tangannya masih dialiri kabel infus, tapi langsung menggerak-gerakkan kedua lengannya ketika mata biru jernihnya melihat Lagertha. Mulut bayi tampan itu juga menyemburkan bubur keluar dari mulutnya agar bisa berteriak memanggil saudarinya. "Hai, Sister di sini." bisik Lagertha langsung berjongkok di depan Jordan dan mencium samping kepala adik bayinya tersebut. "Jangan banyak bergerak dulu, punggung tanganmu sedang di infus." tambah Lagertha lembut seraya memegangi lengan adiknya itu agar tidak bergerak-gerak. "Apakah adikku baik-baik aja?" tanya Lagertha melirik Amber sekilas, lalu kembali menatap mata Joshua yang menepuk pi
Setelah memastikan keadaan perusahaan baik-baik saja dengan staff keamanan baru yang di rekrut oleh Marco, Jordan pulang ke rumah tinggal sementara bersama Maximus dan Pastur Lukas. Sedangkan Jasper memiliki alasan lain agar dia bisa menjaga Samantha yang di rawat pada salah satu rumah sakit, ditunggui Gustaf. "Kamu memberikan misi pada Jasper?" tanya Maximus pada Jordan yang duduk di kursi belakang bersama Pastur Lukas, sementara dirinya mengemudi. "Jasper membawa Samantha ke rumah sakit. Jadi ..." "Oh, aku mengerti. Maaf, aku hanya kuatir ada pertambahan orang di daftar pengkhianat yang diberikan Wilson dan harus kita bersihkan." Jordan menghembuskan napas beratnya ke samping, tidak menanggapi perkataan Maximus. Pastur Lukas menyentuh lembut punggung tangan Jordan yang digelengkan oleh pemuda pelan. "Langkah yang ku mulai sudah membelakangi jalan Tuhan, Pastur. Tapi aku tidak ingin mengakui itu adalah dosa." ucap Jordan lirih, dimana dirinya merasa bisa menjadi dirinya se
Jordan terbangun saat mendengar suara langkah kaki dan keributan orang di luar pintu kamarnya. Namun betapa terkejutnya pria muda itu saat mendapati ada tubuh wanita telanjang di sebelahnya yang dia mendapati dirinya juga tanpa ada pakaian satu helai benangpun menutupi tubuhnya selain selimut tipis sebatas pinggang. “Yuri?!” Jordan semakin terkaget mengetahui wanita yang tubuhnya masih terasa hangat saat dia sentuh tersebut adalah seorang gadis muda seusia dengannya, putri pengusaha terpandang yang sepupunya adalah sahabat Jordan.Tangan Jordan tidak merasakan hembusan napas Yuri dan spontan dia memeriksa pergelangan tangan gadis itu yang juga tidak merasakan detak nadinya.“Och Tuhan, apa yang kau lakukan, Jordan?” rutuk Jordan pada dirinya sendiri karena dia sama sekali tidak ingat apa yang dia lakukan semalam selain Kalf Robson, sepupunya Yuri mengajaknya makan.Hari ini direncanakan adalah perayaan atas kelulusan Jordan dan Kalf dari Seminari yang akan menjadikan mereka Pastur m
Lukas Layton, salah satu Pastur yang sangat mengenal Jordan dan sering bertemu Mamanya, terkejut melihat Mary Helena dan Siggy didorong hingga terjatuh ke lantai. “Oh, kalian tidak apa-apa? Ayo berdirilah,” Lukas membantu menarik lengan Mary Helena dan Siggy yang bergegas bangkit membantu Nyonya majikannya. Mary Helena menatap Pastur yang menolongnya, “Apakah Anda mengenali Jordan, Pastur?” tanyanya pelan dan terlihat sangat sedih pada matanya. “Tentu saja. Jordan adalah siswa yang sangat jenius. Seharusnya Jordan adalah Pastur muda dengan nilai paling tertinggi lulus hari ini. Kita juga sudah pernah bertemu sebelumnya, Nyonya Mary Watanabe,” sahut Lukas sopan. “Saya Lukas, Lukas Layton.” tambah sang Pastur memperkenalkan dirinya sendiri pada Mary Helena juga Siggy. Lukas membawa Mary Helena dan Siggy yang telah selesai memunguti makanan yang tadi dia bawa untuk Jordan, ikut tumpah ke lantai saat anak buah Ben Horik mendorong mereka terjatuh ke lantai.“Katakan Pastur, Jordanku t
Jordan menemukan sebuah batu yang dia banting dan pukulkan agar meruncing. Dengan batu tersebut Jordan membuat coretan untuk menghitung hari pada dinding batu. Telah dua tahun berlalu sejak Jordan pertama kali di bawa ke penjara terpencil yang terletak dalam pulau pada tengah lautan. Tubuh Jordan yang semula gagah dan tampan, kini sudah semakin kurus dan ringkih. Rambut Jordan tumbuh gondrong, pun juga bulu-bulu di wajahnya melebat kasar tidak beraturan yang terlihat sangat menyeramkan bagi yang melihatnya.“Tuhan, bagaimana jika diriku bosan memohon dan berdoa padamu? Aku tau Engkau tidak akan berkekurangan manusia yang akan meng-agungkan namamu. Tapi aku mohon, berikan aku petunjukmu …apa pesan yang Engkau inginkan untuk aku pahami dengan kejadian yang menimpaku ini?"Jordan duduk bersandar dan menengadahkan wajahnya melihat ke langit-langit kamar yang terlihat bintang-bintang bercahaya redup masuk ke dalam ruangannya.“Aku tidak menyesali hidupku. Tapi tolong jaga dan lindungi Mam
“Aku tidak berzina dan juga bukan pembunuh!” tegas Jordan dengan bibir berdesis yang dicengkeram kuat oleh Langley. Langley tertawa terbahak sangat nyaring bergema yang kemudian melepaskan cengkeramannya pada dagu Jordan. “Kau pikir siapa dirimu, Jordan? Ben Horik memerintahkan untuk mengeksekusimu tapi aku berbaik hati, hanya memenjarakanmu di sini. Yeah dengan sedikit bermain memuaskan hasratku memberimu hadiah, tentu saja!”“Ku dengar, kau punya Ibu yang cantik. Wanita tercantik yang pernah ada di negri ini! Sayang sekali, kau putranya tidak bisa menjaganya dan Ibumu pasti sudah menggeliat nikmat dibawah kungkungan tubuh Ben Horik!” tambah Langley yang membuat darah di tubuh Jordan langsung mendidih. Pergelangan tangan Jordan yang telah terlepas dari borgol rantai, tanpa terduga dia layangkan ke wajah Langley hingga pria itu terpaling ke samping.“Uwow! Tenagamu kuat juga, bocah busuk!” Langley berteriak riang sambil mengelap sudut bibirnya yang dinding mulutnya sobek ditinju Jo