Jordan menemukan sebuah batu yang dia banting dan pukulkan agar meruncing. Dengan batu tersebut Jordan membuat coretan untuk menghitung hari pada dinding batu. Telah dua tahun berlalu sejak Jordan pertama kali di bawa ke penjara terpencil yang terletak dalam pulau pada tengah lautan.
Tubuh Jordan yang semula gagah dan tampan, kini sudah semakin kurus dan ringkih. Rambut Jordan tumbuh gondrong, pun juga bulu-bulu di wajahnya melebat kasar tidak beraturan yang terlihat sangat menyeramkan bagi yang melihatnya.
“Tuhan, bagaimana jika diriku bosan memohon dan berdoa padamu? Aku tau Engkau tidak akan berkekurangan manusia yang akan meng-agungkan namamu. Tapi aku mohon, berikan aku petunjukmu …apa pesan yang Engkau inginkan untuk aku pahami dengan kejadian yang menimpaku ini?"Jordan duduk bersandar dan menengadahkan wajahnya melihat ke langit-langit kamar yang terlihat bintang-bintang bercahaya redup masuk ke dalam ruangannya.
“Aku tidak menyesali hidupku. Tapi tolong jaga dan lindungi Mamaku, Tuhan!” pinta Jordan yang dadanya seperti membengkak karena sangat merindukan Mary Helena, Mamanya.“Aku tidak pernah mengenal Papaku. Jadi, tolong ...jangan sampai aku melupakanmu, Tuhan. Kuatkan apa yang telah Engkau tanam di dalam diriku.”
Sungguh Jordan sangat ingin menyerah dari semua doa dan harapannya yang telah dua tahun dia panjatkan namun tidak ada tanda-tanda dia akan dibebaskan. Apalagi di adili, karena sejak awal Jordan dimasukkan ke dalam ruangan sempit dan lembab itu, tidak satu kalipun dia dibawa keluar.Jordan melihat ke dinding batu yang berarti esok adalah hari ulang tahunnya yang ke dua puluh empat, berarti dia akan menerima hadiah dua puluh empat cambukan esok hari.
Jordan masih duduk bersandar pada dinding batu yang entah panas atau dingin, sungguh tidak bisa lagi dia bedakan. Tubuhnya juga seperti telah kebal akan debu dengan ruangan yang tentu saja sangat bau menyengat akibat cairan dan kotorannya sendiri di bagian sudut.
Kelopak mata Jordan mulai memberat dari melihat bintang dari langit-langit ruangannya, napasnya juga berhembus pelan saat matanya sudah terpejam rapat.“Mama!” panggil Jordan saat melihat wanita yang sangat cantik dan anggun sedang memetik buah bluberry di halaman belakang rumahnya.
Mary Helena mengangkat wajahnya dan tersenyum ceria menatap Jordan. Bergegas Mary Helena meletakkan keranjang ke atas tanah dan menyongsong Jordan yang berlari ke arahnya.“Aku sangat merindukanmu, Mam!” bisik Jordan terisak di atas bahu Mary Helena begitu dia berhasil memeluk wanita cantik yang sangat dia cintai tersebut.
Mary Helene merenggangkan pelukannya, kedua tangannya terulur untuk meraba wajah Jordan.
“Apakah harimu sulit, Jordan? Wajahmu terlihat sangat kurus, apakah kamu tidak makan dengan baik?” tanya Mary Helena dengan airmata menggantung di pelupuk matanya.
Jordan mengecup kedua mata Mamanya tersebut penuh haru.
“Aku baik-baik aja. Mama terlihat sangat cantik dan aku sangat mencintaimu!”
Mary Helena tersenyum dan tertawa kecil mendengar pujian Jordan yang sangat polos dan selalu jujur.
Mata Mary Helena melihat ke arah seseorang yang datang di belakang Jordan.“Dia, Papamu!” bisik Mary Helena sambil tersenyum pada seseorang yang dibelakang Jordan.
Jordan spontan menoleh ke belakang sambil tetap memeluk pinggang ramping Mamanya. Namun karena sinar matahari bersinar sangat cerah, Jordan gagal melihat wajah pria yang kini berdiri di depannya tersebut, meski bisa merasakan pelukan hangatnya.
Jordan berusaha merenggangkan wajahnya untuk melihat wajah Papanya, tetapi matanya sangat silau akan cahaya matahari yang menusuk matanya.
“Aku tidak bisa melihatmu …” bisik Jordan yang kembali direngkuh oleh lengan Papanya dengan sangat erat.
“Papa selalu hidup di dalam dirimu, Jordan! Papa bangga padamu! Tumbuhlah semakin kuat dan percayalah Tuhan akan selalu menolongmu, bersukacitalah, anakku!”ucap Keigo Watanabe, Papa Jordan sambil mendaratkan kecupan dalam ke samping kening Jordan.Keigo juga meraih Mary Helena untuk dia peluk bersama Jordan, hingga terdengar suara memekakkan telinga di telinga Jordan yang membuat Papa dan Mamanya tiba-tiba menghilang, lenyap.
Jordan terkejut dan menyadari penjaga baru saja melemparkan roti ke dalam ruangannya beserta mangkok soup yang rasanya mungkin jauh lebih buruk dari menelan air laut.
“Terima kasih, Tuhan! Engkau sudah mempertemukanku dengan Mama dan Papa.” gumam Jordan akan mimpi kedua orangtuanya.
Meskipun kerinduan yang menggantung berat dalam rongga dada Jordan akan Mamanya belum puas, dia tetap berterima kasih karena Tuhan juga telah menghadirkan Papanya dalam mimpinya. Pelukan dari pria yang sangat dicintai oleh Mamanya itu juga masih terasa hangat di pundak Jordan.
Perlahan, tangan Jordan meraba wajahnya sendiri yang terasa sangat kasar bagi telapak tangannya yang juga kasar.
Jordan mengambil roti yang dilemparkan penjaga dan meniupnya dari debu tanah dan pasir, lalu melahapnya begitu saja yang kemudian dia meminum habis soup di mangkoknya tanpa mengingat rasanya sama sekali.
Jordan mengambil batu yang dia gunakan untuk menulis dan membuat tulisan 'terima kasih Tuhan' pada dinding dengan ujungnya diberi angka dua puluh empat sesuai dengan hari ulangtahunnya hari ini.
Sebelum tengah hari, pintu baja ruangan Jordan di gedor kencang dan terdengar suara kunci pada pintu di putar yang akhirnya terbuka.
Jordan bisa merasakan angin lembut berdesakan masuk melalui pintu ke ruangannya yang sejenak menyegarkan penciumannya. “Apa kabar, Jordan?” sapa Langley sambil tertawa kecil dan hidungnya berjengit mencium aroma busuk di ruangan Jordan.“Cepat gantung dia di rantai!” perintah Langley tidak sabar pada bawahannya yang langsung menurut patuh.
Plakk! …plakkk!!
Suara cambukan mendarat pada punggung Jordan dan membuat tubuhnya bergetar meski bibirnya telah enggan berteriak kesakitan.
“Berteriaklah, Jordan! Atau memang kau sudah menikmati ayunan cambukku?” cetus Langley sembari tertawa kecil mengayunkan cambuk tinggi-tinggi dan sekuat tenaga mendaratkannya ke punggung Jordan.
Kepala Jordan tertunduk, matanya terpejam namun giginya tetap menggigit bibirnya kuat-kuat. Jordan merasa malu untuk berteriak jika semalam dia telah diberikan hadiah bertemu kedua orangtuanya oleh Tuhan melalui mimpinya.Jordan juga mengingat bagaimana perjuangan Yesus dalam memberikan pemahaman pada manusia dan berakhir DIA dikhianati serta mengalami penyiksaan berat.
Melihat reaksi Jordan yang tetap tidak mau berteriak, Langley semakin beringas mencambuk punggung Jordan. Tubuh Langley sampai melompat heboh dan tertawa girang memprovokasi saat ujung cambuknya mengoyakkan pakaian lusuh Jordan hingga mengalirkan darah pada kulit punggungnya yang telah terkelupas.
“Siram dia!” titah Langley pada anak buahnya karena Jordan tidak mengangkat wajahnya sejak dia mulai mencambuk.
Anak buah Langley segera mengguyurkan dua ember air laut ke tubuh Jordan yang membuat bibir pemuda itu berdesis pilu.
Punggung yang terluka dan disiram air laut asin, tentu saja membuat seluruh syaraf pada tubuh Jordan terkesiap terkejut juga sangat perih luar biasa sampai ke tulang belulangnya.
“Ha ha ha …kau tidak bisa pura-pura kuat padaku, Jordan! Berteriak dan bernyanyilah! Panggil Tuhanmu yang Agung itu agar dia menyaksikanmu sang pezina dan pembunuh ini menebus dosanya!” ejek Langley meremehkan keyakinan Jordan.
Langley masih terus mencambuki Jordan meski telah mengayunkan dua puluh empat kali yang dihitung oleh Jordan dalam hatinya.
“Anda telah mencambukku lebih dari dua puluh empat kali, Langley! Berhentilah sebelum lengan Anda merasa lelah!” cetus Jordan mantap mengucapkan kata-katanya tanpa tersendat atau pun terbata.
Mendengar ucapan Jordan, Langley yang sudah bersiap mengayunkan cambuknya sangat tinggi, tidak bisa menghentikan ujung cambuknya dari melukai punggung Jordan yang kali ini pemuda itu berteriak mengaduh pilu. Darah menyembur mengucur deras dari bekas luka cambukan di punggung Jordan yang semakin membuat Langley tertawa puas.
Bibir Langley tersenyum penuh kemenangan, dia menjatuhkan cambuknya yang dipungut oleh anak buahnya.
“Berikan dia pakaian ganti dan bersihkan ruangan ini!” perintah Langley sambil menatap tajam kedua anak buahnya yang mengangguk cepat tanpa berbicara.
“Satu kali seminggu, kalian harus membersihkan ruangan ini! Memberikannya pakaian ganti dan air laut dua ember untuk dia mandi! Jika tidak, maka kalianlah yang akan menemaninya berada di sini. Paham?” Langley melangkah ke arah samping Jordan dan mencengkeram dagu pemuda itu yang dia tengadahkan."Masih belum mau menyerah dan mengakui jika dirimu adalah pendosa terkutuk?"
“Aku tidak berzina dan juga bukan pembunuh!” tegas Jordan dengan bibir berdesis yang dicengkeram kuat oleh Langley. Langley tertawa terbahak sangat nyaring bergema yang kemudian melepaskan cengkeramannya pada dagu Jordan. “Kau pikir siapa dirimu, Jordan? Ben Horik memerintahkan untuk mengeksekusimu tapi aku berbaik hati, hanya memenjarakanmu di sini. Yeah dengan sedikit bermain memuaskan hasratku memberimu hadiah, tentu saja!”“Ku dengar, kau punya Ibu yang cantik. Wanita tercantik yang pernah ada di negri ini! Sayang sekali, kau putranya tidak bisa menjaganya dan Ibumu pasti sudah menggeliat nikmat dibawah kungkungan tubuh Ben Horik!” tambah Langley yang membuat darah di tubuh Jordan langsung mendidih. Pergelangan tangan Jordan yang telah terlepas dari borgol rantai, tanpa terduga dia layangkan ke wajah Langley hingga pria itu terpaling ke samping.“Uwow! Tenagamu kuat juga, bocah busuk!” Langley berteriak riang sambil mengelap sudut bibirnya yang dinding mulutnya sobek ditinju Jo
Jordan menengadah ke atas kaca bening di langit-langit ruangannya dan kembali memperhatikan jika air merembas dari langit-langit ke dinding. Titik air yang sebelumnya menimpa kepalanya sudah tidak ada, namun dinding batu ruangannya masih sangat lembab."Jika ruangan ini paling atas dan bisa melihat sinar matahari, bearti air ini berasal dari hujan yang merembas masuk?" gumam Jordan melemparkan batu di tangannya, berusaha berdiri dengan susah payah, lalu menampung air yang jatuh menetes berupa titik-titik tidak terlalu besar tersebut dengan telapak tangannya. Jordan mencium aroma air yang dia tampung tersebut tidak beraroma asin air laut juga tidak berbau busuk seperti kotoran. Setelah mencuci tangannya hingga bersih, Jordan menampung air kembali dengan telapak tangannya dan meminumnya. "Segar!" Mata Jordan terbuka lebar dan saat itu juga lututnya jatuh ke atas tanah berbatu, menciumi dinding yang telah sangat lembab dirembasi air. "Ampuni aku, Tuhan! Aku tidak memiliki hak untuk
"Aku hanya ingin anak darimu, Sayang!" bisik sang pria sembari meraba celah lembut pada sela paha wanita yang duduk di sampingnya. Tangan sang pria menyentak hingga robek penutup tipis yang menghalangi jemarinya dari memasuki celah lembut wanitanya. "Och ...!"Sang wanita menjerit tertahan namun semakin membuka kedua pahanya agar prianya bisa semakin leluasa membuatnya mencair meleleh. --Jordan semakin giat berlatih beladiri di dalam ruangan sempit penjara batu. Dia sudah mulai bisa menebas titik-titik air yang jatuh dari dinding batu tanpa membasahi punggung tangannya. Jordan juga sudah kuat bertahan untuk melakukan push up selama puluhan kali dan juga mulai pandai mengayunkan kakinya untuk menendang. Pakaian yang di pakai Jordan dengan cepat menjadi kotor setelah diantarkan yang baru oleh penjaga penjara. Tatapan mata Jordan semakin terbuka dan tajam. Tidak ada lagi pemuda putus asa yang hanya mengharapkan keajaiban seperti sebelumnya. Keajaiban adalah buah dari usaha, bukan h
"Papa!" Lagertha meloncati beberapa anak tangga dan berlari masuk ke ruangan makan sambil memanggil Papanya yang sedang duduk hendak sarapan. "Och, pakaian apa yang kamu pakai, Young Lady?!" protes Priskila pada putrinya yang memakai pakaian serba mini, hanya terlihat menutupi bagian penting pada tubuhnya saja. "Ini model kekinian, Mam!" sahut Lagertha, sang gadis muda pada Mamanya sambil cengengesan. "Papa, aku butuh mobil, kartu kredit dan senapan baru!" ucap Lagertha pada pria yang dia panggil 'Papa' dan tidak pernah berhenti tertawa kecil melihat tingkah polah putrinya tersebut yang sangat tomboi. "Mobil baru yang kamu inginkan itu akan datang paling lambat besok, ini kartu kredit baru dan senapan sedang dalam pengiriman satu minggu lagi sampai di sini." Rollo Connor, Papanya Lagertha menjawab sambil mengeluarkan kartu kredit tanpa limit untuk putrinya. Sebelumnya Lagertha menghilangkan tas berisi dompet dan semua kartu pembayarannya di dalam sebuah bar saat dirinya hen
Jordan kembali mendapat hadiah cambukan ke dua puluh tujuh. Ya, pria malang itu telah berada di penjara batu dalam pulau selama lima tahun. Langley semakin menggila mencambuki punggung Jordan. Tetapi Jordan sudah tidak berteriak lagi juga tidak melantunkan firman Tuhan. Sebaliknya Jordan justru tertawa terbahak-bahak, menantang Langley agar membunuhnya dengan cambukan. Punggung Jordan sudah seperti akar pepohonan karena banyak terdapat bekas luka serta bilur-bilur daging menggumpal mengeras yang saling bersambungan. "Kau menantangku, Jordan?!" Sreekk ...Cratt! Cambukan Langley berayun tinggi dan segera ujungnya tenggelam ke dalam luka pada punggung Jordan yang telah mengalirkan darah segar hingga menetes pada lantai batu. "Kau sudah tua, Langley! Cambukanmu seperti elusan bayi!" Jordan terbahak-bahak hingga memuntahkan seteguk darah dari tenggorokannya yang kian terasa perih. Jordan mempertaruhkan tubuh dan nyawanya sendiri untuk mengukur batas kemampuan Langley. Langley kemba
Langley mengambil pisau yang terselip di samping pahanya dan langsung melemparkannya ke arah Jordan. Namun ... Maximus yang sudah terlatih merasakan bahaya, menoleh dan menangkap pisau dengan telapak tangannya yang langsung dia genggam erat selama beberapa detik. Lalu membalikkan dan melemparkan pisau itu kembali ke arah Langley yang menancap di atas jantung pria itu. "Achk!!" Satu tangan Langley memegangi pisau di dadanya dan satu lagi terulur maju ke arah Jordan yang sudah dipapah berdiri oleh Maximus. Tetapi tidak ada kata yang terucap keluar dari mulut Langley selain suara napasnya yang mendidih dan beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk ke belakang, jatuh berguling-guling pada tangga batu dan mendarat melintang dengan posisi kepala tertekuk ke depan dadanya. "Tunggu!" Jordan menahan langkah Maximus yang hendak mengangkat tubuhnya seperti anak-anak untuk melangkahi mayat Langley. Jordan berusaha menahan perih pada punggungnya untuk membungkuk, mengangkat sedikit tubuh bag
Keadaan Mary Helena benar-benar membaik sejak bertemu Jordan. Mary Helena yang sering diajak menemani suaminya berlatih dahulu, memberikan beberapa petunjuk jurus ninja pada Jordan. "Berdirilah ...aku bisa membantu Mama latihan sedikit agar peredaran darah dalam tubuh Mama lancar," ucap Jordan lembut meraih telapak tangan Mary Helena yang langsung mengikuti perkataan putranya. "Seharusnya aku menghabiskan lebih banyak waktu untuk menemani Mama, maafkan aku!" bisik Jordan yang merasa bersalah telah meninggalkan wanita kesayangannya tersebut untuk masuk ke Seminari hingga dia dibuang di penjara terpencil. "Jangan lagi minta maaf, semuanya telah berlalu ..." Mary Helena menjawab sembari mengikuti gerakan tangan Jordan yang memandunya, lalu berbalik menatap putra tampannya tersebut. "Sebenarnya Mama sudah berjanji dan Marco juga telah mempersiapkan semua harta keluarga Mama diberikan pada Maximus. Sebagai imbalan telah membawamu pulang ke Mama," tutur Mary Helena yang membuat mata Jo
Jordan terpelanting terbang beberapa meter ke belakang dan mendarat di atas rumput ilalang yang tumbuh melebat menahan tubuhnya seperti tikar alami. "Ikut denganku, aku akan melatihmu seperti permintaan Mamamu padaku!" ucap Maximus seraya mengulurkan telapak tangannya ke depan wajah Jordan. "Berada di sini, menunggu kamu di tangkap polisi atau pembunuh bayaran, sama artinya dengan bunuh diri. Apakah menurutmu itu yang diinginkan Mary Helena untuk kau lakukan? Bunuh diri?" tambah Maximus yang akhirnya telapak tangannya direngkuh oleh Jordan dan pria itu bangkit dari jatuh tertelentangnya di atas rumput ilalang. "Baik!" akhirnya Jordan menjawab dengan satu kata yang pendek setelah dia menatap makam Mamanya yang tadi dia terbang melewatinya akibat tendangan bertenaga dari Maximus. Sudut bibir Maximus tertarik naik sedikit yang tidak bisa dilihat oleh Jordan. Karena Maximus punya rencana yang mungkin akan melatih pria muda itu gila-gilaan untuk menjadi penerusnya, tangan kanan Rollo s