Share

Pendekar Bisu Legenda Beku

last update Huling Na-update: 2025-04-13 07:47:21

Suro Joyo tidak menyangka warna pakaian yang dia kenakan merupakan pertanda maut akan datang menjemput. Warna merah yang dia maknakan sebagai lambang keberanian, kini berubah menjadi warna yang menandakan kematian. Sebuah kenyataan yang bertolak belakang dengan keinginan.

“Huahaha hahaha..., aku akan menjadi penguasa baru di dunia persilatan!” terdengar gelak tawa dan ungkapan kegembiraan dari Badas Wikatra. “Bermula dari tanah perdikan yang kecil bernama Perdikan Tirtawisa. Meluas dengan bertambahnya wilayah Kerajaan Wanabisala. Dan sekarang..., Kerajaan Krendobumi telah berada dalam genggaman kekuasaanku. Tak lama lagi seluruh kerajaan di wilayah sekitar Krendobumi akan kubuat bertekuk lutut. Pada gilirannya nanti, seluruh kerajaan di alam semesta akan berada dalam rengkuhanku, huahaha hahaha...!”

Sayup-sayup Suro Joyo masih mampu mendengar gelegar suara Badas Wikatra. Perkataan Badas yang menunjukkan kegembiraan dan kemenangan membuat perasaan Suro Joyo makin menderita. Betapa tidak menderita pendekar muda usia itu. Kerajaannya diduduki orang lain, ayah-bunda dan pengikutnya dibantai, dan dirinya sekarang berada di ujung maut. Semua yang terjadi itu dilakukan oleh satu orang yang sangat rakus, sangat jahat, dan memiliki watak iblis laknat!

Semula Suro Joyo ingin membasmi makhluk berwujud manusia, tapi berwatak iblis tersebut. Apa daya kenyataan berkata lain. Bukan Suro Joyo yang menghajar Badas ampai babak belur, tapi malah sebaliknya, Suro Joyo mengalami luka parah. Bahkan Suro Joyo tak berdaya sama sekali ketika serangan Badas yang bertubi-tubi mencecarnya!

“Hati-hati kalau bertemu Badas Wikatra!” terngiang pesan Ki Panjong di Gunung Sumbing. “Dia pendekar jahat yang punya kehebatan tak tertandingi.”

Tidak salah peringatan yang diucapkan Ki Panjong. Tidak salah juga Suro Joyo ketika bertarung melawan Badas. Suro Joyo selalu waspada ketika menghadapi Badas dalam pertarungan sengit. Namun ilmu silat dan kesaktian yang dimiliki Suro Joyo jauh di bawah kemampuan Badas. Maka tidak heran kalau Badas bisa mengalahkan Suro Joyo dengan mudah.

Dalam keadaan kritis, Suro Joyo kembali teringat kenangan indah penuh kebahagiaan bersama Agung Paramarta dan Niken sari. Dia juga teringat saat-saat dirinya mengembara mencari obat untuk menyembuhkan kelumpuhan Niken Sari. Suro Joyo juga teringat saat-saat genting bertempur melawan Jati Kawangwang dan anak buahnya untuk merebut tahta Krendobumi.

Pelan-pelan kesadaran Suro Joyo menghilang. Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, dia merasakan ada sosok yang menahannya, sehingga tidak jatuh menghantam dasar Lembah Siungbowong yang penuh batu-batu lancip setajam ujung pedang.

Tanpa sepengetahuan Badas Wikatra, terlihat sosok berpakaian serba hitam menyambar tubuh Suro Joyo dengan kecepatan seperti kilat di langit mendung. Kecepatan sosok pendekar yang berpakaian gelap itu sulit diikuti pandangan mata. Tahu-tahu tubuh Suro Joyo telah lenyap ditelan rerimbunan pepohonan di dasar lembah.

Beberapa waktu kemudian Suro Joyo kembali menemukan kesadarannya di sebuah ruangan yang luas. Sebuah pendapa padepokan yang sunyi. Terlihat ada dua orang yang duduk di dekat tempat pembaringan Suro Joyo yang terbuat dari anyaman bambu.

Orang yang duduk di sebelah kanan Suro Joyo seorang laki-laki tua seumuran dengang Ki Panjong dan Maeso Item. Seluruh rambutnya memutih. Wajahnya menggambarkan ketenagnan jiwanya. Pada waktu muda, sosok ini pastilah pemuda yang tampan. Ketampanan masih terlihat meskipun umurnya telah mencapai di atas tujup puluh tahun.

Sedangkan orang yang berada di sebelah kiri Suro Joyo laki-laki seumuran paman pendekar muda itu. Wajahnya menggambarkan keteduhan. Ada kumis melintang, tapi tidak mengesankan kekakuan wataknya. Bentuk wajah orang ini mirip orang yang seumuran Ki Panjong.

“Kamu sudah seminggu berada di Padepokan Carang Giring,” kata laki-laki tua sambil memandangi wajah Suro Joyo yang masih pucat. “Aku Tambung Bumandala. Ini yang mengelola Padepokan Carang Giring, namanya Bigar Wadana.”

“Maaf...,” kata Suro Joyo lirih, nadanya lemah, “seingat saya Ki Tambung Bumandala itu nama pendekar yang punya julukan Pendekar Bisu....”

Tambung tersenyum, Bigar menahan tawa.

“Pendekar Bisu itu hanya julukan, Suro,” ucap Tambung tenang. “Suro Joyo dulu pernah punya julukan Suro Sinting. Apa itu berarti Suro Joyo benar-benar sinting, edan, gila, atau tidak waras? Tidak kan? Namanya julukan, belum tentu sama persis dengan kenyataannya. Para pendekar di dunia persilatan menjuluki Tambung Bumandala sebagai Pendekar Bisu bukan berarti aku ini benar-benar gagu, bisu, atau lidahnya tidak bisa digunakan untuk berbicara. Tapi..., aku memang malas berbicara kalau tidak penting, atau benar-benar penting. Ini aku nyerocos ngomongnya karena ada hal penting yang perlu kujelaskan padamu. Aku bisa bicara, bukan bisu dalam arti yang sebenarnya.”

Suro Joyo mencoba tersenyum. Namun senyum yang terlihat  merupakan senyum hambar. Senyum yang keluar dari tubuh lemas, ingin tidur terus, dan sulit digerakkan.

“Kekuatanmu habis diserap oleh Badas Wikatra,” lanjut Ki Tambung. “Dia memang licik sejak lahir. Semua kelicikan digunakan untuk mengalahkan lawan. Diam-diam dia menggunakan mantra sakti ketika bertarung melawan siapa pun. Mantra itu bisa dia manfaatkan untuk menyerap tenaga dalam lawan. Memang pada saat itu tidak terasa, tapi lama-lama lawan akan merasa limbung, sehingga mudah diserang dan dikalahkan.”

Ki Tambung menoleh kepada Bigar. “Bigar..., kamu lanjutkan obrolanku dengan Suro! Aku mau istirahat sebentar.”

“Iya, Ki,” Bigar menunduk hormat pada Ki Tambung.

Ki Tambung meninggalkan padepokan. Berjalan ke arah selatan.

“Ke mana beliau pergi” Suro Joyo merasa heran melihat perilaku Ki Tambung.

“Biasa...,” jawab Bigar tenang. “Beliau memperdalam beberapa jurus silat andalan dari guru beliau, Ki Taksaparama.”

Suro Joyo mengernyitkan kening. Dia mengingat-ingat nama yang baru saja diucapkan Bigar.

“Ki Taksaparama ...,” gumam Suro Joyo. “Sepertinya saya pernah mendengar nama itu, Paman ....”

Bigar tersenyum senang. “Ternyata ingatanmu tidak rusak akibat pertarungan maut melawan Badas. Ki Taksaparama sangat terkenal di dunia persilatan. Meskipun sudah tiada, tapi namanya masih diingat banyak orang. Baik yang hidup sezaman, maupun yang hidup pada zaman berikutnya.”

“Ya, saya ingat, Paman! Ki Taksaparama Pendekar Naga Merah dari Selatan. Tapi..., berdasarkan cerita yang beredar di kalangan persilatan, Ki Taksaparama tidak mau mengajarjan ilmunya kepada siapa pun. Sejak murid satu-satunya berubah menjadi tokoh golongan hitam, Ki Taksaparama tidak mau menerima murid lagi.”

“Tapi prinsip Ki Taksaparama runtuh karena ketulusan Ki Tambung,” Bigar menjelaskan. “Ki Taksaparama tahu bahwa Ki Tambung bukan manusia ambisius, bukan juga manusia jahat yang menyalahgunakan ilmunya untuk memenuhi nafsu duniawinya. Maka dengan senang hati Ki Taksaparama memberikan seluruh ilmu dan kesaktian yang dimiliki kepada Ki Tambung. Sejak saat itu, Ki Taksaparama menghilang dari dunia persilatan. Tidak ada yang tahu kabar tentang beliau. Ada yang mengatakan bahwa beliau bertapa di suatu tempat. Namun ada juga yang mengabarkan kalau Ki Taksaparama telah tiada.”

Suro Joyo mengangguk-angguk senang mendengar perkataan Bigar yang mencerahkan.

“Lepas dari soal benar atau tidaknya kabar Ki Taksaparama telah tiada, ada satu kenyataan yang diakui di dunia persilatan,” lanjut Bigar. “Ki Taksaparama pendekar legendaris yang tidak mau mengajarkan kepada orang lain karena khawatir disalahgunakan lagi. Kemampuannya dalam bertarung, sulit ditandingi oleh para pendekar lain. Hal itu bertolak belakang dengan Ki Tambung. Ki Tambung selain mendapat julukan Pendekar Bisu, juga sering disebut legenda beku.”

“Legenda beku itu maksudnya apa, paman?” tanya Suro Joyo sambil berusaha bangun dari tidur.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Brubuh Krendobumi - Pendekar Kembara Semesta Seri 3    Serangan Pendekar Bertopeng Harimau

    Ada sosok pendekar tinggi besar, berpakaian serba hitam, mengenakan topeng harimau, mendekati Suro Joyo dan Westi Ningtyas. Suro Joyo dan Westi Ningtyas tidak mengurangi kewaspadaan, meskipun sosok berpakaian serba hitam itu terlihat tenang. Pendekar Bertopeng Harimau memandangi dua pendekar yang seperti dua sejaoli itu.“Huahahahaha..., rupanya kalian berkasih-kasihan ya?” ejak Pendekar Bertopeng Harimau. “Maaf kalau mengganggu.”Pendekar Bertopeng Harimau menjura. “Sekali lagi aku minta maaf kepada kalian berdua. Sebenarnya aku tak bermaksud suasana syahdu dua orang yang sedang memadu cinta. Tidak ada maksud sedikit pun dariku untuk mengusik kalian.”Westi Ningtyas tersipu. Dia sangat malu dikatakan sedang memadu kasih dengan Suro Joyo. Padahal tidak demikian kenyataannya. Pada saat bersamaan, Suro Joyo terlihat kikuk juga.“Dasar mulut sumur, asal mangap saja!” gerutu Suro Joyo dalam hati. ”Orang lagi bersungguh-sungguh membicarakan tentang nasib rakyat Krendobumi yang menderita ak

  • Brubuh Krendobumi - Pendekar Kembara Semesta Seri 3   Berbagi Tugas Menuju Kebenaran

    Dulu Westi Ningtyas pernah membayangkan dirinya bisa mendapatkan cinta Suro Joyo. Lalu dirinya mengebara bersama orang yang dicinta. Westi Ningtyas tertarik pada Suro Joyo bukan karena dirinya putra raja, atau pewaris tahta Kerajaan Krendobumi. Pendekar perempuan yang berparas jelita itu tertarik pada Suro Joyo karena perilakunya yang baik. Tentu saja, juga karena ketampanannya.Ya..., Westi Ningtyas, dan kebanyakan gadis, atau pendekar perempuan tidak bisa memungkiri bahwa Suro Joyo tampan. Para gadis itu tidak ingkar hati bahwa mereka tertarik pada Suro Joyo karena paras tampan yang dimiliki.“Tapi itu dulu..., ya..., aku dulu memang tertarik pada Suro Joyo,” batin Westi Ningtyas. “Sekarang..., aku tahu diri. Aku tidak mungkin terlalu berharap pada Suro Joyo. Dia sekarang menjadi simbol pemimpin besar yang akan merebut kembali tahta miliknya yang diambil secara lisik oleh Badas Wikatra.”Selama beberapa saat Westi Ningtyas terdiam. Berdiam diri. Padahal Suro Joyo menunggu jawaban da

  • Brubuh Krendobumi - Pendekar Kembara Semesta Seri 3    Kabar Mengejutkan dari Westi Ningtyas

    Suro Joyo memperkokoh kuda-kudanya sambil terus menangkisi setiap pukulan lawan. Pandangannya menajam, melihat setiap pergerakan lawan. Lawannya yang seorang perempuan, tapi memiliki ilmu silat tinggi dan tenaga dalam yang mumpuni. Jurus yang digunakan pendekar bercadar ungu bukan hanya untuk menjajaki, tetapi melumpuhkan. Bahkan kalau Suro Joyo tidak hati-hati, bisa lebih celaka lagi.Tiba-tiba penyerang yang bercadar ungu itu melompat tinggi ke udara dalam keadaan tubuh berputar sesar. Putaran tubuhnya menimbulkan pusaran angin beliung yang menggoyahkan keseimbangan Suro Joyo.Tiba-tiba kedua kaki pendekar bercadar bergerak sangat cepat menendang ke arah Suro Joyo kecepatan luar biasa. Suro Joyo harus mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan dengan cara bersalto ke belakang beberapa kali.Namun penyerang itu tidak menyerah begitu saja. Dia terus mengejar. Maka Suro Joyo terpaksa menangkis dengan kedua tangan sekaligus. Dia hantamkan pukulan jarak jauh untuk mendorong si pe

  • Brubuh Krendobumi - Pendekar Kembara Semesta Seri 3    Serangan Pendekar Bercadar Ungu

    Sarenggolo melemparkan pisau bergeriginya ke arah anak buah Dirgayuda berkepala botak. Pisau melesat sangat cepat melebihi kecepatan angin badai. Ujung pisau bergerigi menusuk tengkuk, tembus sampai leher bagian depan. Sarenggolo menggunakan tenaga dalam untuk menarik pisaunya dari jarak jauh. Pisau bergerigi yang semua menancap di leher anak buah Dirgayuda, kini melesat kembali ke dalam genggaman tangan kanan Sarenggolo.Anak buah Dirgayuda ambruk ke bumi sambil memegangi lehernya. Dia berkelejotan menahan sakit. Tak lama kemudian tak bergerak sama sekali.Kematian anggota Pasukan Pemburu yang kepalanya plontos itu membuah Dirgayuda dan anak buah lainnya semakin panik. Mereka berlarian ke segala penjuru untuk menghindari Sarenggolo. Mereka berlarian ke berbagai penjuru mata angin.“Hahahahaha..., kalian mau lari kemana?” teriak Sarenggolo dengan pongahnya. “Mau lari ke lobang semut pun, Pisau Netrakethi ini tak bisa tinggal diam! Pisau ini pasti akan menemukan kalian!” Sarenggolo me

  • Brubuh Krendobumi - Pendekar Kembara Semesta Seri 3   Sarenggolo Melaksanakan Tugasnya  

    “Kamu mau membunuh kami?” tanya Dirgayuda dengan nada tegar, meskipun nyalinya ciut. Dia takut mati dengan cara yang mengenaskan seperti yang dialami Somblah dan teman-temannya.“Kalau tidak ada yang mau menyebutkan nama pimpinan kalian, terpaksa kulakukan jalan kekerasan,” ucap Suro Joyo tenang. “Rupanya aku harus menjadi algojo kejam untuk orang-orang macam kalian.”Seorang anak buah yang berkepala botak mendekati Dirgayuda sambil berkata lirih, “Sebaiknya kita berterus terang saja, Raden. Si Pendekar Sinting ini akan tega menghabisi kita kalau keinginannya tidak dipenuhi.”Dirgayuda memandang anak buahnya dengan sorot mata penuh kemarahan, “Kamu takut mati?”“Bukan begitu, Raden. Kalau mati, tidak masalah. Tapi kalau mati dengan cara nista seperti Somblah, aku tidak mau.”“Kalau tidak mau, ya sudah, kamu kabur sana!”Anak buah Dirgayuda terdiam. Kabur, meninggalkan Pasukan Pemburu sama saja mencari jalan kematian. Ketika dirinya kabur, maka entah kapan, dan di mana, akan ada seoran

  • Brubuh Krendobumi - Pendekar Kembara Semesta Seri 3    Meninggalkan Pasukan Pemburu  

    Suro Joyo terlihat tenang menghadapi lawan yang sorot matanya memperlihatkan nafsunya untuk membunuh lawan. Pendekar Kembara Semesta itu memusatkan perhatiannya pada pedang yang berada dalam genggaman lawan. Tentang nafsu Somblah untuk menghabisi orang yang dimusuhi, tidak ambil peduli.“Dilihat dari nafsunya yang sangat besar untuk membunuhku menunjukkan sifat sombongnya,” kata Suro Joyo dalam hati. “Dia seolah-olah akan berhasil menghabisi musuhnya dalam waktu yang tidak lama lagi. Ini kelemahannya. Sekaligus kelengahannya.”Sebelum Somblah mengayunkan pedangnya, tiba-tiba Suro Joyo bergerak sangat cepat. Dia seperti terbang. Ini ajian yang dia peroleh dari Manusia Lumut. Sebuah ajian yang sangat langka. Hanya beberapa gelintir manusia yang memilikinya.Tubuh Suro Joyo melesat bagaikan kilat menuju angkasa. Ketika sampai ketinggian, tiba-tiba tubuh pendekar yang punya julukan Suro Sinting itu melenyap! Tubuh rampingnya seolah-olah ditelan awan biru. Ditelan kegelapan gulita.Dirgayu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status