MasukEntah setan apa yang tiba-tiba merasuki kami. Sepasang bibir kami sudah menyatu. Saling menghisap dan mengecap. Dan sepertinya aku sangat menikmati. Demikian dengan pria berondong yang usianya jauh di bawahku itu.
Bersamaan dengan tangannya yang sudah menyusup ke balik pangkal pahaku pintu diketuk seseorang. “Ada orang,” bisikku tersengal. Namun wajahku dan wajah Alpha Benjamin memerah menahan sesuatu. “Kita lanjutkan nanti,” ucapnya sambil menarik tangannya yang berada di kedua pangkal kedua pahaku. Napasku tersengal dengan dada bergemuruh hebat. Aku merapikan baju dan rok dinasku sebelum selanjutnya seseorang itu masuk ke dalam ruangan Alpha. Keterkejutan itu milikku bukan milik Alpha. Pria muda itu tampak dingin dan tenang saat menatap seseorang melangkah ke arahnya. “Aku ke sini mencari Dior. Ada kerjaan yang harus dia selesaikan di ruanganku.” Jantungku berdetak hebat dengan wajah memanas. Rupanya hal itu dapat ditangkap oleh Alpha. “Kerjaan apa yang mengharuskan Nona Dior bekerja di ruangan Paman? Dia mempunyai meja kerja sendiri. Sudah seharusnya bekerja di meja kerjanya bukan ruangan kerja Paman. Karena itu bisa menimbulkan rumor tidak baik di perusahaan ini nantinya.” Damian, pria yang baru saja masuk ke ruangan Alpha itu menelan salivanya. Kedua matanya menatap wajahku yang pias seolah meminta bantuan agar tidak dipersulit oleh sang keponakannya. “Paman bisa pergi kalau sudah selesai. Mulai sekarang Nona Dior langsung berhubungan denganku. Mengenai masalah pekerjaannya sebagai pemimpin keuangan. Langsung melapor ke sini bukan ke Paman lagi.” Merasa dilangkahi dengan sikap Alpha, laki-laki berusia matang itu ingin mengajukan komplainnya. Namun rupanya sosok Alpha sudah sigap terlebih dahulu. Gesture tangannya terangkat ke depan wajahnya. “Ini perusahaanku, Paman. Tolong patuhi aturan yang sudah aku buat. Kalau Paman masih ingin bekerja di Perusahaan ANT.” Bom! Rasanya baru kali ini dalam waktu belum ada sehari kepemimpinannya diambil alih seketika oleh pihak yang punya hak. Damian mengepalkan kedua tangannya. Merasakan seperti ditampar hingga membuat hatinya tercabik. “Dior. Kamu tunggu saja dan lihat apa yang akan aku lakukan!” geramnya dengan langkah sudah menjauh dari ruangan utama milik Alpha. “Takut?” Suara bernada pertanyaan itu membuatku terhenyak lantas menggeleng setelah mendongak. “Mulai hari ini kamu bekerja langsung kepadaku.” Keningku mengernyit namun tidak diacuhkan oleh Alpha. “Kembalilah bekerja. Nanti pulangnya kita bicarakan lagi.” Aku mengangguk lantas membungkuk hormat dan keluar dari ruangan itu. Sementara Alpha menerima panggilan telepon sepeninggalnya aku. “Sudah aku bilang, ini hanya sepihak dari keluargamu. Kita tidak pernah saling menyukai, Cleo.” “Aku menyukaimu, Alpha. Sudah sangat lama. Dan pernikahan ini memang aku yang mau selain untuk bisnis di antara keluarga besar kita.” Alpha menghela napas panjang. Tidak terkejut ataupun kaget mendengar jawaban bertubi dari wanita yang bernama Cleo Maila itu. “Aku sudah mempunyai wanita yang sangat aku sukai bahkan aku menginginkannya, Cleo. Maaf, aku nggak bisa.” Jantung Cleo di hantam benda berat. Terasa sangat nyeri dan sakit saat mendengar perkataan Alpha yang sangat terang-terangan. Panggilan itu lalu terputus saat waktu sudah menunjukkan jam pulang. Aku sendiri bergegas membereskan barang-barangku. “Dior. Kita bicara!” Aku terkejut saat menyadari tangan Damian sudah menarik lenganku dengan kasar. Chalondra yang melihat itu terkejut dan tampak kaget. “Eehh, Dior! Kamu mau kemana?” teriaknya masih terdengar di telingaku. Damian membawaku ke pintu darurat. “Damian! Lepaskan aku,” teriakku sengit sambil berusaha menepis tangan pria itu. Mencoba melepaskan diri dari cengkeraman mematikan Damian. “Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kamu mendengarkan aku dulu!” “Apa yang harus aku dengarkan lagi, Dam! Semua sudah jelas. Tak perlu kamu menjelaskan apapun kepadaku. Lagi pula Aku sudah bisa terima dengan semua perbuatanmu. Kalau memang itu sudah tabiat kamu, aku tidak bisa bertahan lagi. Semoga kamu puas melakukan ini dengan adik tiriku sendiri.” Damian tidak sabaran melihat apa yang aku katakan. “Kamu salah paham!” Keningku mengerut kuat bahkan kedua mataku melotot sudah mau keluar mendengar kalimat pendek yang dia ucapkan dengan kasar. “Salah paham!” Aku mengulang perkataannya. “Salah paham apanya, Dam? Kamu dan Alexa bersama sudah lama. Kalian mengkhianati kepercayaanku. Dan kamu bilang dengan entengnya ini cuma salah paham!” Suaraku agak aku tekan saking marahnya emosi yang ada di dalam hatiku. Damian tampak gusar. Namun mulutnya diam tak bersuara. Hanya wajahnya menunjukkan sikap tak terima dengan apa yang aku ucapkan untuknya. “Pokoknya aku tidak mau putus denganmu.” Lagi-lagi dahiku bergurat tajam membekas ada kerutan kasar di sana. “Sebelum surat warisan itu jatuh ke tanganku aku tidak akan melepaskan kamu, Dior. Kalian harus aku manfaatkan.” Ada kemenangan di dalam hati Damian. “Kamu sudah gila! Nggak waras!” makiku kesal dan langsung melampiaskan ke Damian. “Aku nggak peduli,” desisnya membuatku semakin muak. “Kamu memang tidak pernah memikirkan kondisi orang lain, Dam! Kamu NPD!” Perkataanku yang tajam itu rupanya menyentil perasaan seorang Damian. Pria yang terkenal sangat jahat dan pedas berbicara itu mendekatiku dengan cepat. Mengunci tubuhku di salah satu dinding tangga darurat. “Dam. A-apa yang kamu lakukan?” tanyaku panik saat pria itu tiba-tiba menyerang dan mengunci tubuhku. Aku terkurung di dalam tubuhnya yang begitu tinggi. “Lepaskan aku, Dam.” Kembali suaraku tersendat ada ketakutan yang tiba-tiba menyergapku. Apalagi saat Damian mengamuk dan tantrum. “Selama ini kamu selalu berdalih tidak siap aku sentuh kini sudah waktunya sebelum kita saling berpisah dan tak saling hubungan lagi.” Damian menggeleng dengan kasar. “Kamu itu hanya milikku, Antonia Dior! Sampai kapanpun aku tak akan pernah melepaskanmu apalagi mengizinkanmu menjadi milik orang lain. Langkahi dulu mayat ku !” Memang terdengar agak lain apa yang dikatakan oleh Damian itu. Entah apa yang membuatnya sepede itu padahal dia baru saja melakukan kesalahan yang tidak semua perempuan bisa memaafkannya. “Maaf, Dam. Aku tidak bisa dan selanjutnya apa yang kamu lakukan tidak bisa aku cegah karena aku tidak ada hubungan lagi denganmu.” Wajah Damian memerah. “Ingat, Dior! Kita sudah 11 tahun. Aku rasa kamu tidak akan pernah bisa melupakan aku apalagi menjauhiku.” Ada tawa sinis yang keluar dari bibirku yang tipis dan melengkung. “Asal kamu tahu, Dam. Perasaan itu mendadak habis dan tak tersisa setelah aku tahu di belakangku kamu dan Alexa bermain gila. Bagi aku kesalahan itu sudah tidak termaafkan lagi.” Damian terkejut. Dia tak menyangka kalau kali ini akan mendapatkan penolakan dari wanita yang sudah ngebucin kepadanya selama 11 tahun. Wanita itu adalah aku. Antonia Dior. Perempuan yang gila cinta kepada pria berengsek seperti Damian. Yang bisa berkhianat dan berselingkuh dengan wanita yang berstatus adik tiriku. Setelah lama berdebat dan ada kesempatan aku pergi dari tempat itu, aku bergerak dengan cepat. Namun sekali lagi tubuhku ditarik oleh Damian. Laki-laki itu menarikku dengan kuat. Damian menciumi wajahku dengan kesenangan yang dia tampakkan. Bahkan tangannya bergerilya ke mana-mana membuat rasa jijik di hatiku. “Lepaskan aku, Dam! Jangan lakukan!” teriakku saat Damian menjamah kemeja kerjaku. Brak!“Sah.” Penghulu itu mengikrarkan janji terakhir kami. Dan mulai terdengar kata sah itu aku dan Alpha resmi menjadi suami istri. Meskipun aku tahu pernikahan ini hanya sebagai syarat. Kupandangi buku nikah yang sudah ada di tanganku itu. Terasa ada sesuatu yang menggemuruh di dadaku. Aku tak menyangka secepat itu aku menikah bahkan dengan pria yang usianya beberapa tahun di bawahku. “Kenapa? Kamu menyesal?” Aku menoleh. Kulihat pria tampan itu memakai jas yang pastinya tidak murah. Bangsawan berdarah biru itu mendekatiku lantas merangkulku. Agak terkejut menyadarinya. “Kamu sudah sah menjadi istriku. Mau aku apakan itu juga sudah menjadi hakku.” Mataku terbelalak lebar. Baru saja bibirku terbuka untuk membantah perkataannya, Alpha sudah menempelkan jari telunjuk kan di tengah bibir tipisku. “Bukankah kemarin aku sudah menyuruhmu untuk membaca kontraknya sebelum kamu menandatanganinya.” “Akh!” Ada rasa kesal menjalar di dalam hatiku. Serasa aku dijebak setelah aku mendeng
BUG! Satu tinju mentah itu mendarat di wajah Damian yang membuat pria dewasa itu bukan main terkejutnya. Dia mendongak dengan wajah yang memar dan bercak darah yang keluar dari sudut bibirnya. “Alpha.” “Semenjak kapan perusahaan ini tak ada etika dan adabnya. Berani melecehkan karyawan wanitanya. Anda ingin masuk jeruji besi!” Kemarahan itu tidak main-main. Aku melihat wajah Alpha Benjamin, sang CEO perusahaan itu tak terkendali. Menakutkan dan sungguh tak terduga seorang pria yang baru saja menginjak dewasa bisa sejantan itu. Jelas aku terpesona dengan penampilannya kali ini. Dia menunjukkan di depan mataku bahwa dirinya memang benar-benar laki-laki sejati. “Ka-mu salah paham, Alpha. Tidak seperti yang kamu bilang.” Damian masih saja mencari pembelaan. Alpha seketika menatapku namun sepersekian detik kembali dengan garang ingin menghantam tubuh Damian. “Jangan!” teriakku yang rupanya mampu membuat pria itu bangkit berdiri. “Masih membela rupanya. Tak rela dia cacat
Entah setan apa yang tiba-tiba merasuki kami. Sepasang bibir kami sudah menyatu. Saling menghisap dan mengecap. Dan sepertinya aku sangat menikmati. Demikian dengan pria berondong yang usianya jauh di bawahku itu. Bersamaan dengan tangannya yang sudah menyusup ke balik pangkal pahaku pintu diketuk seseorang. “Ada orang,” bisikku tersengal. Namun wajahku dan wajah Alpha Benjamin memerah menahan sesuatu. “Kita lanjutkan nanti,” ucapnya sambil menarik tangannya yang berada di kedua pangkal kedua pahaku. Napasku tersengal dengan dada bergemuruh hebat. Aku merapikan baju dan rok dinasku sebelum selanjutnya seseorang itu masuk ke dalam ruangan Alpha. Keterkejutan itu milikku bukan milik Alpha. Pria muda itu tampak dingin dan tenang saat menatap seseorang melangkah ke arahnya. “Aku ke sini mencari Dior. Ada kerjaan yang harus dia selesaikan di ruanganku.” Jantungku berdetak hebat dengan wajah memanas. Rupanya hal itu dapat ditangkap oleh Alpha. “Kerjaan apa yang mengharuskan Nona Dior
Uhuk! “Di. Are you, okey?” Chalondra tampak khawatir saat melihatku pucat dengan batuk yang tersedak. Aku mengangguk-angguk sambil menahan ringisan kesakitan di tenggorokan juga dadaku yang sesak. Sementara sosok yang baru saja masuk dikawal oleh beberapa orang itu terlihat tenang tanpa ekspresi. “Selamat Pagi. Hari ini kita adakan rapat darurat penyambutan CEO kalian yang baru bisa hadir di Perusahaan ANT. Kita sambut CEO kita Alpha Benjamin Atlas dengan sang Ibunda, Thalia Dinandra Atlas. Mereka menjabat sebagai CEO dan Presiden Direktur.” Aku terdiam. Bahkan bergeming dan tertegun mendengar sederetan kalimat yang diucapkan oleh sekertaris kantor itu. Ternyata memang ini perusahaan keluarga. Semua ada di tempat ini. Pantas saja Alexa begitu ngebet dan nempel terus dengan sosok Damian. Ternyata ini tujuannya. “Selamat Pagi Semua___ Dan akhirnya hari itu juga resmi sudah ibu dan anak itu berada di perusahaan ANT menempati posisi tertinggi. Aku melihat Damian sedikit kece
Kegelisahan itu jelas tampak dalam hatiku. Menimbang dan mengingat semua perkataan sosok itu. “Aku Alpha Benjamin. Usiaku 26 tahun. Baru tinggal di sini beberapa waktu lalu. Kebetulan aku adalah keponakan pria berengsek yang sudah menjadi kekasihmu 11 tahun lamanya. Aku memberimu waktu sampai besok jam empat sore untuk mempertimbangkan saran yang aku berikan padamu.” Masih terngiang semua perkataan pria muda bernama Alpha Benjamin itu. Membuat kepalaku berdenyut hebat. “Siapa sebenarnya cowok itu? Kenapa bisa tahu semua tentang aku dan Damian? Apa benar dia keponakan pria berengsek itu?” Berjuta pertanyaan itu menyerang kepalaku dan membuatnya semakin berdenyut sakit. Bahkan pria itu tahu apa yang terjadi antara aku dan Damian. Yang lebih mengherankan lagi dia menawarkan sesuatu yang tidak masuk akal sama sekali. Yang lebih membuat aku tak bisa berkata-kata. Ternyata dia adalah keponakan Damian. Itu artinya__ “Kamu ingin balas dendam bukan?” Kembali ucapan itu terngiang. Bahk
Air mata itu aku usap dengan kasar saat kedua mataku harus menerima kenyataan menyakitkan itu. Beberapa detik yang lalu kupergoki laki-laki yang sudah 11 tahun menjadi kekasihku sedang meniduri perempuan muda yang tak lain adik tiriku sendiri. Aku, Antonia Dior. Wanita yang berusia 30 tahun. Usia yang tidak muda lagi. Yang selama ini aku pertahankan demi satu laki-laki untuk menunggunya menikahiku. Namun apa yang aku dapat. Sebuah kenyataan yang memporak-porandakan mental sehatku. Dia mengkhianati kepercayaanku selama 11 tahun. Berselingkuh di belakangku dengan adik tiriku sendiri. “Argh!” Desahan itu membuat jantungku berhenti berdetak. Merasakan sakit dan nyeri yang tak ada ujungnya. Entah mengapa kakiku terasa kaku seperti lumpuh. Bahkan aku sama sekali tak bisa menggerakkannya hanya sekedar untuk berlari menjauhi tempat laknat itu. Di saat mereka sampai pada puncak kepuasan nafsu jahanam itu aku terisak. Sangat memalukan dan akhirnya waktu itu tiba juga. “Dior,” desis sala







