Share

4.

Penulis: Syiffa Natasya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-28 17:11:47

Malam ini Tuan Hamiz berpakaian rapi. Rambutnya ia sisir klimis dan lehernya memakai dasi berwarna merah tua. Jas yang dipakainya sangat bagus dipadu padankan dengan kulitnya yang bersih.

Apa Tuan Hamiz akan menghadiri pesta? Karena jika hanya ke kantor, menurutku terlalu berlebihan.

”Saya mau dinner sama Dania. Kalo kamu ngantuk, tidur saja lebih dulu.”

Pertanyaanku terjawab. Ingin rasanya kukatakan jika Dania tengah menemani anaknya yang sakit di ICU. Aku hanya mengiyakan, karena meminta Tuan Hamiz agar tidak pergi pun percuma.

Aku memilih keluar kamar saja dan ke dapur, hendak mengiris beberapa buah-buahan. Tuan Hamiz mengekor di belakang, seakan melihatku hendak apa karena membuka kulkas. Akhirnya aku berbalik karena merasa canggung diperhatikan begitu.

”Tuan mau saya buatin sesuatu?” tanyaku.

Tuan Hamiz menggeleng, justru mengambil buah yang hendak kumakan. Tuan Hamiz mengirisnya dan menaruh di piring lalu diletakkan di depanku. Tuan Hamiz berlalu begitu saja setelah membuatku kebingungan dengan sikapnya.

Ponselnya yang ada di meja bergetar, menampilkan nama Dania dengan emoticon love. Alay sekali! Aku bermaksud untuk tidak menguping, tapi pembicaraan Tuan Hamiz masih lolos hingga ke telingaku.

”Sayang, dinnernya ditunda ya. Mami sakit, Sayang.”

Aku hanya berkomat-kamit karena Dania berbohong dan itu tandanya besar kemungkinan Tuan Hamiz belum tahu jika Dania memiliki seorang anak. Tuan Hamiz nampak lunglai dan berjalan malas ke kamar. Aku tersenyum mengetahui suamiku tidak jadi bertemu dengan pacarnya.

”Pake ini!”

Ha, apa ini? Aku segera menoleh melihat Tuan Hamiz menyodorkan box berwarna silver berbentuk hati padaku. Kubuka box itu dan ternyata dress berwarna hitam, senada dengan jaz tuan Hamiz.

”Tuan, ini milik Dania, kan? Aku--”

”Pake ini! Kita makan di luar.”

Ketus sekali nada bicaranya. Bibirku mengerucut karena kesal ia membuatku seperti barang cadangan. Akhirnya aku ke kamar dan kupakai dress darinya. Menonton tutorial make up di sosial media agar tidak terlihat kucel mengenakan dress mahal ini. Lagi pun, kenapa Tuan Hamiz harus repot-repot membelikan aku kosmetik sebanyak ini hingga memenuhi meja rias? Apa Tuan Hamiz ternyata ada hati padaku? Sepertinya tidak mungkin.

Ibu mengetuk pintu dan kupersilahkan masuk. ”Sini biar ibu bantu catok rambut dan make up.”

Tanpa kujawab, ibu sudah mengambil catok rambut di laci. Karena ibu pernah bekerja di salon, ibu paham bagaimana mencatok dengan baik. Curly hair tapi hanya di bagian bawahnya saja. Aku merasa seperti disulap menjadi orang berbeda.

”Em, Bu.” Aku ingin menanyakan sesuatu padanya karena mungkin saja ibu tahu. ”Apa ibu tau kalo pacar Tuan Hamiz sudah punya anak?”

Ibu mengernyit, mungkin berusaha mengingat. ”Dulu nyonya Sarah juga pernah nyinggung soal ini ke Tuan Hamiz. Tapi Tuan Hamiz bilang Dania belum pernah nikah, apa lagi punya anak. Kenapa, Lana?”

”Tadi ....”

Bug!

”Sudah apa belum?!”

Pintu dibuka kencang oleh Tuan Hamiz membuatku dan ibu terkejut. Tuan Hamiz mengambil langkah lebar, menelisik wajahku, kemudian menarik tanganku agar mengikuti langkahnya. Saat sampai di pintu, aku kebingungan karena tidak memiliki sepatu yang pantas untuk kupakai dengan dress ini. Masa iya aku harus memakai sneakers? Akhirnya kupakai flat shoes saja dan segera mengekori Tuan Hamiz. Tidak apa-apalah, karena flat shoesku masih senada dengan dress yang kupakai.

Sepanjang jalan Tuan Hamiz hanya diam. Tidak mengajakku bicara atau memakiku seperti saat di rumah nyonya. Oh, bahkan aku baru menyadari jika Tuan Hamiz belum pulang ke rumah sejak aku tinggal di sini.

Setengah jam menempuh perjalanan, alih-alih ke restoran, ternyata mobil Tuan Hamiz berhenti di depan hotel. Jantungku cukup berdegup kencang karena semakin masuk, banyak sekali orang-orang berpenampilan glamor yang masuk ke ruangan sama.

”Jangan bikin saya malu,” ucap Tuan Hamiz tepat di telingaku. ”Di sini semua adalah kolega saya. Dan adanya kamu di sini, karena mereka tau kamu adalah istri saya. Kamu paham?”

”Sayang, kenapa nggak nunggu aku? Aku kan minta kamu tunggu dua jam karena nemenin mami.”

Aku dan Tuan Hamiz menoleh, bahkan sebelum kujawab ucapan Tuan Hamiz. Dania ternyata datang, memakai long dress berwarna hitam gemerlap.

”Maaf, Tuan. Lebih baik saya yang pergi dari sini biar nggak bikin Tuan malu. Saya permisi.”

Aku tergesa-gesa meninggalkan ruangan ini hingga perutku terasa ngilu. Sampai di dekat resepsionis, tanganku ada yang memegangnya membuatku berhenti.

”Pakai ini.” Tuan Hamiz tengah merunduk dan membuka sepatuku dan mengganti dengan sepatu yang lebih tinggi berwarna hitam.

”Tuan ....” Air mataku sudah berkumpul, siap kapan saja untuk meluncur ke pipi melongsorkan bedak. Aku benar-benar sedih, sungguh. Kukira Dania tidak datang dan kukira hanya makan malam biasa.

”Masuk sekarang,” titah Tuan.

Alih-alih masuk, aku justru menangis. Air mata yang kutahan tumpah ruah hingga make upku berantakan. Tuan Hamiz menggendongku seperti bayi yang baru lahir ke kamar hotel. Aku didudukkan di pinggir ranjang, sedangkan Tuan Hamiz menelpon seseorang.

Tok, tok, tok.

Tuan Hamiz membuka pintu dan mengatakan pada seorang wanita memakai seragam serba hitam. Tak lama, wanita itu datang dan membersihkan make up yang sudah longsor. Wanita itu menata ulang wajahku hingga kembali terlihat bagus. Kupandangi Tuan Hamiz, lelaki itu tersenyum.

”Tuan, Nyonya tidak bisa memakai sepatu heels karena sedang hamil,” ujar wanita itu. ”Jadi saya mengganti sepatu Nyonya agar lebih nyaman dan tidak membahayakan saat berjalan.”

”Baik, terima kasih.”

Tuan Hamiz lagi-lagi memintaku untuk menggandeng lengannya. Tanganku yang kecil seakan pas di sana dan tanpa kusadari, hatiku merasa nyaman.

Sepanjang pesta berlangsung, Tuan Hamiz membawaku di sampingnya. Bahkan saat tamunya bertanya siapa aku, Tuan Hamiz berkata jika aku istrinya. Aku tidak ingin berharap banyak, akan tetapi sikap Tuan Hamiz sering membuatku harus mempertahankan harapan dan semakin berandai. Aku yang merasa lelah terlalu lama berdiri meminta untuk duduk.

”Duduk di sini, biar saya yang menyambut tamu.” Kemudian Tuan Hamiz menghilang di antara kerumunan.

Kue-kue lucu di depanku membuat seleraku tergugah. Kuambil satu muffin coklat dan memakannya perlahan.

”Jangan mimpi terlalu tinggi untuk jadi nyonya Hamiz!”

Aku sontak tersedak mendengar suara Dania. Ternyata wanita ular ini sudah duduk di depanku sambil berpangku tangan.

”Awalnya aku nggak mimpi, tapi sejak aku tau kamu bohongin Tuan Hamiz, mimpiku harus terwujud,” jawabku sambil tersenyum sinis.

Plaak!

”Ah! Apa yang kamu lakuin ke saya? Kenapa tiba-tiba kamu nampar saya? Apa salah saya?”

Mataku melotot karena Dania membuat skenario murahan. Jelas-jelas dirinya sendiri yang menampar pipinya hingga merah. Kenapa menyalahkan aku? Kulihat sekeliling, orang-orang justru mengumpat seolah benar aku yang melakukan.

”Apa ...?” Aku bertanya-tanya memandangi semua orang. Lalu kupandangi Dania yang tersenyum sinis. Aku berdiri di hadapannya dan kutampar berkali-kali mulutnya hingga berdarah.

”Tamparanku jadi kenyataan, kan, Dania?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    67.

    Lucas serba salah hendak mengambil keputusan bagaimana. Ia memang sekarang tengah berada di rumah Luna karena memang ingin menyaksikan acara lamaran kedua sahabatnya itu. Namun, kejadian naas justru terjadi. Luna kini pingsan setelah Lucas mendapat panggilan video dari Febiola.Ummi Sunita menghampiri Lucas dan memegang lengannya. Wajahnya khawatir. Lucas memang sudah memberitahu tentang talak yang diberikan Jack ke Dania dengan bagaimana perangai mantan istri sahabatnya. Ummi Sunita simpatik jika memang begitu alasannya. Tak ada lagi alasan untuknya membenci Jack yang hanya ingin memperbaiki diri ke jalan yang Allah berikan melalui putrinya."Aku harus pergi dulu, Tante. Kasihan baju Amora dan Leon nggak ada ganti. Di sana temanku pun kerepotan kalau menghandle semua sendirian.""Nak Lucas, ada di rumah sakit mana nak Jack?" tanya Ummi Sunita."Di Rumah Sakit Harapan, Tante."Lucas meninggalkan Luna yang masih tak sadarkan diri akibat syok luar biasa. Ummi Sunita kembali ke putrinya

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    66.

    "Alana!"Hamiz menggendong istrinya ke kamar dengan jantung berdegup kencang. Wajah istrinya sangat pucat dan terdapat darah yang keluar dari hidung. "Kita bawa Alana ke rumah sakit aja, Hamiz!" titah Sarah pada putranya.Tanpa pikir panjang karena pikirannya pun kalut melihat darah yang mengalir, Hamiz menggendong lagi istrinya menuju mobil. "Hati-hati, Nak, turun lewat lift!" Cegah Sarah saat melihat Hamiz hendak menuruni tangga. Akan sangat berbahaya jika Hamiz tergelincir dan akan menambah Alana semakin sakit."Bi, jaga Arsen di rumah," pesannya."Iya, Bu. Kita ke atas yuk, Anak Baik."Agar Arsen tak menangis, dialihkan ke ruang bermain. Sarah menyusul Hamiz yang sudah ada di dalam lift begitu lift terbuka ia bukakan pintu mobil untuk Hamiz. Alana ditaruh di belakang dalam posisi berbaring dengan kepala ditaruh di kedua paha Sarah.Namun, saat baru saja hendak membuka pintu mobil, Sarah mendapat telepon dari Oma. Meski sudah diabaikan, akan tetapi telepon seluler terus saja berd

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    65.

    Hari-hari Jack terasa kelabu. Meski di satu sisi hati kecilnya merasa lega telah mengambil keputusan untuk pergi dari hubungan yang tidak sehat, ia tetap saja lelaki yang rasa cintanya besar pada seorang wanita yang naasnya menyakiti. Pekerjaan yang digarapnya seolah tidak benar. Beberapa kali ia ditegur atasan di kantor karena beberapa kali melamun.Jack kini tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan dengan Lucas. Ucapan sahabatnya yang sedari tadi tak berhenti berbicara sama sekali tak ia dengarkan. Lucas yang menyadari hal itu menarik Jack memasuki cafe."Lo sebenernya kenapa sih, Bro? Berat amat kayaknya tu beban hidup," canda Lucas.Jack mengacak rambutnya sembari mengetatkan rahang. "Bisa gila, gila, gila gue, Lucas! 3 hari yang lalu gue ke apartemen Dania, rencana pengen tau kejelasan pernikahan gue gimana ke depannya. Gimana pun gue emang nggak tegas sebagai laki, makanya gue dateng ke dia bermaksud biar bisa tau langkah selanjutnya ke Luna juga. Tapi ... apa lo tau?""Da

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    64.

    Jack tak fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya sendiri kacau perihal permintaan Ummi Sunita yang menginginkan adanya restu istri pertama. Sedangkan, bagaimana ia akan membicarakannya dengan Dania? Laptop yang masih menyala, ia tutup. Bu Linda menghampiri putra satu-satunya itu dan memberinya kopi. Bu Linda tahu kegelisahan apa yang tengah dihadapi oleh Jack."Saran ibu, kamu ceraikan saja si Dania, Jack. Dia juga nggak sayang sama kamu, terutama ke anak-anak. Kalo diteruskan, rumah tangga kalian jadi apa? Apa kamu mau kedua anakmu ikut ke jejak ibunya yang begitu?" Perlahan, Bu Linda yang memang tidak setuju memberi pengertian pada putranya agar secepatnya mengambil keputusan. Ia sudah menyukai Luna saat baru pertama bertemu."Jack bingung, Bu. Kadang di hati Jack nggak rela mau lepasin Dania, tapi liat Luna, Jack merasa benar menjadikannya istri meski Jack belum ada perasaan," jelasnya.Bu Linda mengusap rambut putranya yang memang tengah tidur di pangkuan. "Jack, kesampingkan rasa

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    63.

    Angin sore ini begitu kencang. Api yang sengaja dibuat menjilat-jilat ke sana ke mari karena angin yang tak tentu arah. Seorang gadis tengah menusuk marshmellow dan membakarnya pada api yang tengah besar menyala."Mau ngapain lagi kamu di sini?" Suara seorang lelaki membuatnya menoleh diiringi bunyi pintu yang dibuka kian lebar. Senyum ia buat semanis mungkin sembari mengacungkan marshmellow di tangan yang mulai berubah warna menjadi kecoklatan."Sini, duduk di sini." Gadis itu menepuk kursi kayu yang sengaja ia bawa jauh-jauh ke tempat itu. Dibukanya lagi box berisi sosis dan daging yang sudah ditusuk rapi."Anggap aja untuk menebus rasa bersalah karena kemarin sikapku keterlaluan. Aku tau kita nggak punya hubungan sama sekali, Niko. Aku hanya berusaha siapa tau kamu punya perasaan yang sama denganku." Niko menutup pintu dan menghampiri Sandra. Di pertemuan terakhir kali, ia pun merasa sedikit keterlaluan memperlakukan Sandra begitu. "Kamu mau camping, kok ada tenda di sini? Yang

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    62.

    Luna menghembuskan napas lega karena ternyata bukan mobil wanita yang ia takuti. Lucas mengikuti langkah Bu Linda, begitu juga Luna. Pandangannya menelisik ke sekeliling, malu jika Jack ternyata ada di rumah atau bahkan istrinya.Baru-baru ini, perihal video yang baru viral, ada rasa takut yang menyelinap ke dalam hati. Ia takut, jika nanti Dania berbuat nekat seperti perbuatannya pada lelaki di video di mana sudah mantan, namun berani melawan istri sahnya."Leo, ada Tante Luna, salim dulu, Sayang," ucap Bu Linda, memanggil cucu pertamanya. Leo berdiri dari depan tv menuju Lucas untuk bersalaman, kemudian beralih pada Luna yang kini duduk di depan bocah itu mensejajarkan diri dengan Leo. Ia menelisik wajahnya, di mana duplikat Dania dan Jack. Tampan, namun ia merasa kasihan karena tubuh bocah 5 tahun itu yang kurus."Leo suka lego nggak?" Leo tersenyum dan mengangguk. "Suka, Tante! Papa beliin aku lego banyak banget. Sini ... ikut Leo ke ruang bermain. Lihat susunan lego yang udah a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status