Share

4. Pesona Calon Kakak Ipar

"Guys. Coba kalian tengok arah jam sembilan. Ya Allah nikmat-Mu sungguh luar biasa," heboh Gita salah satu teman sekelasku.

"Mana-mana." Jeni si centil menjadi sangat antusias.

"Oooh .... " ucap mereka berempat berbarengan.

Aku hanya terkekeh melihat keempat sahabatku dengan tingkah nyelenehnya. Maklum, mereka akan seperti ini kalau ketemu cogan alias cowok ganteng. 

Aku, Rosi, Jeni, Gita dan Lusi adalah sahabat karib. Geng kami terdiri dari 5 cewek dan 2 cowok. Dino dan Leo tidak ikut karena ada urusan pribadi jadi habis seminar langsung pergi.

Saat ini, kami sedang berada di cafe di daerah Unsoed. Setelah mengikuti seminar akhirnya kami memutuskan untuk makan dulu. Sebelum melanjutkan jalan-jalan ke mall.

"Nasha. Kamu disini?" seseorang menyapaku, Mas Rayyan. Mas Rayyan tersenyum dan kubalas senyumnya.

Kulihat semua teman gengku melongo menatap Mas Rayyan. Aku terkekeh melihat ekspresi mereka. Apa aku juga kayak mereka ekspresinya ya? Pas ketemu pertama kali dengan calon kakak iparku ini.

"Iya Mas. Lagi antre makanan ini. Mas lagi ada urusan disini?"

"Habis ketemu sama temen Mas tadi. Ya udah Mas duluan," dia tersenyum manis bikin keder pokoknya. Lalu dia pun tersenyum kepada keempat sahabatku. Dan melangkah pergi.

"Ya Allah, cakep Cin... Itu siapa?" tanya Gita antusias.

"Eh, gebetan kamu ya?" Lusi menimpali.

"Hahaha. Kepo amat kalian. Dia calonnya Mbak Nisha," jawabku.

"Apa?" kini Jeni yang heboh.

"Serius kamu. Huwaaa... Kok aku baru tahu calon kakak iparmu cakep. Tahu gini aku maen terus ke rumah kamu pas dia ngapelin Mbak Nisha," sambung Jeni. Aku memukul pahanya pelan.

"Kamu niat nikung kakak aku. Awas ya, tak pelintir duluan kalau kamu berani."

"Hahaha."

"Cakepan ini dech sama Feri." Rosi akhirnya bersuara.

"Mungkin lebih cakep tapi pacar aku kan Feri bukan Mas Rayyan. Ya aku sayangnya sama Ferilah," timpalku.

Kami memakan pesanan kami. Sesekali bercanda dan mengobrol seru. Kuperhatikan Rosi beberapa kali melihat HP-nya. Kadang tersenyum sendiri. 

"Cie... Ada yang senyum-senyum sendiri nih ye?" aku mencoba menggoda Rosi.

"Ah, enggak cuma teman aja kok."

"Teman apa teman?" Gita ikut menggoda.

"Sapa sih, kenalin dong ke kita," sambung Lusi.

"Kalian ih..." Rosi tampak malu-malu meong. Kami tertawa terbahak melihat tingkahnya.

*****

Semua mata teman sekelasku seperti keluar semua. Melihat makhluk ciptaan Tuhan yang kece badai dan mempesona, Mas Rayyan. 

Rupanya selain dokter Masku… Eh, Calon Masku ini dosen juga. Sekarang dia sedang menggantikan dr. Burhan mengisi materi tentang ilmu bedah. 

"Jadi bisa dipahami semua kan? Baiklah, apa ada yang mau bertanya?" Mas Rayyan memberi kesempatan bertanya pada kami.

"Saya Pak, Bapak udah nikah belum?"

Gubrak... 

Seisi kelas tertawa mendengar pertanyaan konyol salah satu mahasiswi.

Mas Rayyan hanya tersenyum lalu menjawab, "Doakan saja kurang dari satu bulan ini. Ya kan Na?" Mas Rayyan mengerling ke arahku.

Sontak semua mata memandang ke arahku dengan tatapan horor. Gengku hanya tertawa melihat aku diintimidasi oleh sebagian mahasiswi.

"Iya insya Allah, bener kan Mas ipar," jawabku kalem.

"Mas ipar?" Tika memekik kaget. Aku hanya tersenyum tanpa menanggapi.

Akhirnya mata kuliah ilmu bedah selesai. Tika langsung menghampiriku.

"Jadi... Jadi... Pak Rayyan itu..."

"Calon suami kakakku," jawabku.

"Yah..." kekecewaan tampak terpancar dari hampir semua mahasiswi. Hahaha... Emang enak.

*********

Aku sedang mencari buku referensi untuk menyelesaikan tugas makalahku di Perpus pusat. Saat asik mencari-cari buku akhirnya aku menemukan buku yang kucari berada di rak paling atas. Padahal untuk ukuran cewek aku tinggi loh tapi entah kenapa dari tadi aku tak bisa menjangkaunya. 

"Ish... Kok gak kena-kena sih." Aku masih berjinjit untuk menggapainya. Saking fokusnya sampai aku tak menyadari ada sebuah tangan terulur dan mengambilkan buku itu untukku.

"Hehehe... Mas Rayyan." Aku memberinya senyum manis. Dan dia membalas bahkan lebih manis. Duh... Aku terserang diabetes mendadak ini.

"Nih." Dia mengulurkan buku itu padaku dan aku menerimanya.

"Makasih Mas."

"Sendirian?"

"Iya."

"Gak takut kamu?"

"Enggak Mas."

"Ntar diculik loh," godanya.

"Nasha rela kok diculik asal yang nyulik gantengnya kayak Mas Rayyan. Ntar penculiknya aku goda terus, lalu  aku ajak ke pelaminan," kelakarku.

"Hahaha. Kamu ternyata lucu ya Na."

"Nasha gitu. Kalau cantik kan Mbak Nisha."

"Ya Allah, Na. Hahaha...  Udah makan belum?"

"Belum. Traktir ya Mas. Kalau perlu masakan Korea."

"Oke."

Mas Rayyan mengajakku makan siang di restoran Korea yang cukup terkenal di Purwokerto. Mumpung gratis, aku sengaja pesan semua yang aku pengin coba.

"Pelan-pelan Na," ucap Mas Rayyan. Sesekali dia terkekeh melihat cara makanku yang gak kece banget. 

"Maaf Mas, pasti Na bikin Mas malu hehehe. Mau gimana lagi udah dari sononya kayak gini."

"Enggak. Aku suka lihat kamu makan. Beneran gak jaim sama sekali. Apa adanya." Dia menerbitkan kembali kedua lesung pipinya. Sejenak aku tertegun lebih tepatnya terpesona. Ya ampun, calon kakak iparku ganteng banget.

"Na... Na... Na... Hei... Nasha." 

Aku mengerjapkan mataku, astaga aku pasti kayak orang bodoh yang kena pelet cinta. Aku memberikan senyum termanisku pada Mas Rayyan, sebagai dalih untuk menutupi tingkah anehku tadi.

"Iya Mas gimana?" akhirnya aku berusaha kembali fokus pada kenyataan.

"Mas tanya kuliah kamu gimana?"

"Lancar kok."

Dia hanya tersenyum manis. Kami melanjutkan makan sambil mengobrol. Aku sudah menghubungi Mbak Nisha dan mengatakan kalau aku tengah ngedate sama calon suaminya. Bahkan sengaja kukirimi foto kami. Kalian tahu bagaimana responnya? Dia cuma minta aku menyampaikan salam rindunya dan nitip dibelikan juga. Astaga.

"Ray... Na... Kalian disini?"

Aku dan mas Rayyan menoleh ke sumber suara.

"Hai Mbak Hilda, apa kabar?" sapaku ramah.

"Baik. Kok kalian bisa bareng?"

"Kita satu kampus Mbak. Statusnya dosen sama mahasiswa kalau di kampus kalau di luar ya calon ipar. Nah, aku lagi memanfaatkan calon kakak iparku ini buat dapat makan siang gratis."

"Oh... Nisha tahu kalian makan siang bareng?"

"Tahulah Mbak Hil, aku udah ijin nyulik calon suaminya kok," jawabku kalem.

Aku melirik Mas Rayyan. Hah, aku kaget melihat ekspresi datarnya bahkan kalau boleh kukatakan dingin mirip kutub.

"Hai Ray."

"Hai."

"Malam minggu Satria ngadain party, ikutan yuk bareng sama temen-temen, ajak Nisha sekalian."

"Malas."

"Hem... Kasihan Nisha loh Ray. Masa hidupnya cuma buat kerja, rumah, kerja sama rumah, kapan mainnya?"

"Mainnya sama aku dan Nasha kok. Lagian aku pengin Nisha jadi istri rumahan bukan istri yang doyan klayaban," sahut Mas Rayyan dengan suara dingin.

"Oh... Gitu. Aku ikut makan disini ya? Gak enak makan sendirian."

Mbak Hilda langsung menarik kursi dekat mas Rayyan namun Mas Rayyan malah justru mendekatkan kursinya ke arahku. Bahkan bahu kami sampai bersenggolan.

Aku menatapnya bingung sekaligus heran. Dan yang dilakukan Mas Rayyan hanya menampilkan dua lesung pipinya.

Kami makan dalam diam, suasana yang tadi hangat berubah menjadi dingin seketika karena efek si dokter kutub. Sedangkan aura gelap menguar dari wajah Mbak Hilda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status