"Guys. Coba kalian tengok arah jam sembilan. Ya Allah nikmat-Mu sungguh luar biasa," heboh Gita salah satu teman sekelasku.
"Mana-mana." Jeni si centil menjadi sangat antusias."Oooh .... " ucap mereka berempat berbarengan.Aku hanya terkekeh melihat keempat sahabatku dengan tingkah nyelenehnya. Maklum, mereka akan seperti ini kalau ketemu cogan alias cowok ganteng. Aku, Rosi, Jeni, Gita dan Lusi adalah sahabat karib. Geng kami terdiri dari 5 cewek dan 2 cowok. Dino dan Leo tidak ikut karena ada urusan pribadi jadi habis seminar langsung pergi.Saat ini, kami sedang berada di cafe di daerah Unsoed. Setelah mengikuti seminar akhirnya kami memutuskan untuk makan dulu. Sebelum melanjutkan jalan-jalan ke mall."Nasha. Kamu disini?" seseorang menyapaku, Mas Rayyan. Mas Rayyan tersenyum dan kubalas senyumnya.Kulihat semua teman gengku melongo menatap Mas Rayyan. Aku terkekeh melihat ekspresi mereka. Apa aku juga kayak mereka ekspresinya ya? Pas ketemu pertama kali dengan calon kakak iparku ini."Iya Mas. Lagi antre makanan ini. Mas lagi ada urusan disini?""Habis ketemu sama temen Mas tadi. Ya udah Mas duluan," dia tersenyum manis bikin keder pokoknya. Lalu dia pun tersenyum kepada keempat sahabatku. Dan melangkah pergi."Ya Allah, cakep Cin... Itu siapa?" tanya Gita antusias."Eh, gebetan kamu ya?" Lusi menimpali."Hahaha. Kepo amat kalian. Dia calonnya Mbak Nisha," jawabku."Apa?" kini Jeni yang heboh."Serius kamu. Huwaaa... Kok aku baru tahu calon kakak iparmu cakep. Tahu gini aku maen terus ke rumah kamu pas dia ngapelin Mbak Nisha," sambung Jeni. Aku memukul pahanya pelan."Kamu niat nikung kakak aku. Awas ya, tak pelintir duluan kalau kamu berani.""Hahaha.""Cakepan ini dech sama Feri." Rosi akhirnya bersuara."Mungkin lebih cakep tapi pacar aku kan Feri bukan Mas Rayyan. Ya aku sayangnya sama Ferilah," timpalku.Kami memakan pesanan kami. Sesekali bercanda dan mengobrol seru. Kuperhatikan Rosi beberapa kali melihat HP-nya. Kadang tersenyum sendiri. "Cie... Ada yang senyum-senyum sendiri nih ye?" aku mencoba menggoda Rosi."Ah, enggak cuma teman aja kok.""Teman apa teman?" Gita ikut menggoda."Sapa sih, kenalin dong ke kita," sambung Lusi."Kalian ih..." Rosi tampak malu-malu meong. Kami tertawa terbahak melihat tingkahnya.*****Semua mata teman sekelasku seperti keluar semua. Melihat makhluk ciptaan Tuhan yang kece badai dan mempesona, Mas Rayyan. Rupanya selain dokter Masku… Eh, Calon Masku ini dosen juga. Sekarang dia sedang menggantikan dr. Burhan mengisi materi tentang ilmu bedah. "Jadi bisa dipahami semua kan? Baiklah, apa ada yang mau bertanya?" Mas Rayyan memberi kesempatan bertanya pada kami."Saya Pak, Bapak udah nikah belum?"Gubrak... Seisi kelas tertawa mendengar pertanyaan konyol salah satu mahasiswi.Mas Rayyan hanya tersenyum lalu menjawab, "Doakan saja kurang dari satu bulan ini. Ya kan Na?" Mas Rayyan mengerling ke arahku.Sontak semua mata memandang ke arahku dengan tatapan horor. Gengku hanya tertawa melihat aku diintimidasi oleh sebagian mahasiswi."Iya insya Allah, bener kan Mas ipar," jawabku kalem."Mas ipar?" Tika memekik kaget. Aku hanya tersenyum tanpa menanggapi.Akhirnya mata kuliah ilmu bedah selesai. Tika langsung menghampiriku."Jadi... Jadi... Pak Rayyan itu...""Calon suami kakakku," jawabku."Yah..." kekecewaan tampak terpancar dari hampir semua mahasiswi. Hahaha... Emang enak.*********Aku sedang mencari buku referensi untuk menyelesaikan tugas makalahku di Perpus pusat. Saat asik mencari-cari buku akhirnya aku menemukan buku yang kucari berada di rak paling atas. Padahal untuk ukuran cewek aku tinggi loh tapi entah kenapa dari tadi aku tak bisa menjangkaunya. "Ish... Kok gak kena-kena sih." Aku masih berjinjit untuk menggapainya. Saking fokusnya sampai aku tak menyadari ada sebuah tangan terulur dan mengambilkan buku itu untukku."Hehehe... Mas Rayyan." Aku memberinya senyum manis. Dan dia membalas bahkan lebih manis. Duh... Aku terserang diabetes mendadak ini."Nih." Dia mengulurkan buku itu padaku dan aku menerimanya."Makasih Mas.""Sendirian?""Iya.""Gak takut kamu?""Enggak Mas.""Ntar diculik loh," godanya."Nasha rela kok diculik asal yang nyulik gantengnya kayak Mas Rayyan. Ntar penculiknya aku goda terus, lalu aku ajak ke pelaminan," kelakarku."Hahaha. Kamu ternyata lucu ya Na.""Nasha gitu. Kalau cantik kan Mbak Nisha.""Ya Allah, Na. Hahaha... Udah makan belum?""Belum. Traktir ya Mas. Kalau perlu masakan Korea.""Oke."Mas Rayyan mengajakku makan siang di restoran Korea yang cukup terkenal di Purwokerto. Mumpung gratis, aku sengaja pesan semua yang aku pengin coba."Pelan-pelan Na," ucap Mas Rayyan. Sesekali dia terkekeh melihat cara makanku yang gak kece banget. "Maaf Mas, pasti Na bikin Mas malu hehehe. Mau gimana lagi udah dari sononya kayak gini.""Enggak. Aku suka lihat kamu makan. Beneran gak jaim sama sekali. Apa adanya." Dia menerbitkan kembali kedua lesung pipinya. Sejenak aku tertegun lebih tepatnya terpesona. Ya ampun, calon kakak iparku ganteng banget."Na... Na... Na... Hei... Nasha." Aku mengerjapkan mataku, astaga aku pasti kayak orang bodoh yang kena pelet cinta. Aku memberikan senyum termanisku pada Mas Rayyan, sebagai dalih untuk menutupi tingkah anehku tadi."Iya Mas gimana?" akhirnya aku berusaha kembali fokus pada kenyataan."Mas tanya kuliah kamu gimana?""Lancar kok."Dia hanya tersenyum manis. Kami melanjutkan makan sambil mengobrol. Aku sudah menghubungi Mbak Nisha dan mengatakan kalau aku tengah ngedate sama calon suaminya. Bahkan sengaja kukirimi foto kami. Kalian tahu bagaimana responnya? Dia cuma minta aku menyampaikan salam rindunya dan nitip dibelikan juga. Astaga."Ray... Na... Kalian disini?"Aku dan mas Rayyan menoleh ke sumber suara."Hai Mbak Hilda, apa kabar?" sapaku ramah."Baik. Kok kalian bisa bareng?""Kita satu kampus Mbak. Statusnya dosen sama mahasiswa kalau di kampus kalau di luar ya calon ipar. Nah, aku lagi memanfaatkan calon kakak iparku ini buat dapat makan siang gratis.""Oh... Nisha tahu kalian makan siang bareng?""Tahulah Mbak Hil, aku udah ijin nyulik calon suaminya kok," jawabku kalem.Aku melirik Mas Rayyan. Hah, aku kaget melihat ekspresi datarnya bahkan kalau boleh kukatakan dingin mirip kutub."Hai Ray.""Hai.""Malam minggu Satria ngadain party, ikutan yuk bareng sama temen-temen, ajak Nisha sekalian.""Malas.""Hem... Kasihan Nisha loh Ray. Masa hidupnya cuma buat kerja, rumah, kerja sama rumah, kapan mainnya?""Mainnya sama aku dan Nasha kok. Lagian aku pengin Nisha jadi istri rumahan bukan istri yang doyan klayaban," sahut Mas Rayyan dengan suara dingin."Oh... Gitu. Aku ikut makan disini ya? Gak enak makan sendirian."Mbak Hilda langsung menarik kursi dekat mas Rayyan namun Mas Rayyan malah justru mendekatkan kursinya ke arahku. Bahkan bahu kami sampai bersenggolan.Aku menatapnya bingung sekaligus heran. Dan yang dilakukan Mas Rayyan hanya menampilkan dua lesung pipinya.Kami makan dalam diam, suasana yang tadi hangat berubah menjadi dingin seketika karena efek si dokter kutub. Sedangkan aura gelap menguar dari wajah Mbak Hilda."Dek, maafin Mas ya. Mas khilaf. Janji ini yang terakhir khilafnya." Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Dulu sekali Mas Rei juga bilangnya khilaf tapi ini malah khilaf lagi. "Dek, jangan marah ya. Senyum dong." "Buat apa marah Mas? Toh udah kejadian bukan?" sahutku sinis. "Iya juga sih. Tapi Mas seneng kok bisa khilaf terus." "Ck." Aku mencebik dan mencubit perutnya. Dasar. Mas Reihan hanya tertawa, sesekali mencium tanganku dan keningku. Bahkan aku yakin kalau gak ada orang, pasti dia sudah mengajakku adu bibir. Haish. Punya suami kok gini amat, untung aku cinta. Mungkin karena aku diam saja Mas Reihan kembali membujukku dengan kata-kata manis. "Iya, iya nanti Mas lebih hati-hati tapi khilafnya gak bakalan ilang, Sayang." Dia mengucap dengan seringai jahil. Dih, dasar! Aku memilih mengerucutkan bibir. Bodo amat kelihatan jelek. Salah sendiri tuh Kulkas jadiin aku istri. Jadi harus terima dong lahir batin kecantikan sama kejelekanku kalau lagi ngambek. "Udah jangan marah ya B
"Kalian gak bawa baby sitter?" tanya Joshua."Gak.""Gak kerepotan?""Enggaklah," jawab Mas Reihan cuek."Kalian kok bisa cuma punya ART sekaligus pengasuh bayi tanpa pakai jasa baby sitter sih?""Ya bisalah," ucap Mas Reihan."Kok Zaza bisa ya ngajar sekaligus bisa kasih ASI. Eksklusif lagi.""Istriku gitu loh.""Iya-iya yang istrinya paling cantik, paling pinter, paling ter-semua pokoknya.""Harus. Kan istri sendiri bukan istri orang lain.""Ck. Dasar Dokter Kulkas." Joshua mengumpati suamiku. Lalu dia bergegas mengikuti gadis cilik yang berlari hendak bermain dengan air.Aku hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana interaksi suamiku dengan para sahabat sekaligus rekan kerjanya."Mimik muka suamimu loh Za, gak berubah. Bisa datar gitu. Kok kamu mau sih nikah sama dia.""Eh Bu Mila." Aku menyalami Bu Mila, salah satu istri dari rekan Mas Reihan. Dokter Siswo, spesialis jant
Sepuluh hari aku dan Baby Twins di rumah sakit. Kini kami kembali ke Sokaraja dan disana aku dan Twins disambut oleh seluruh keluarga. Bahkan, Tante Raisa sekeluarga pun datang.Malamnya acara akikah kedua anakku diselenggarakan dengan meriah. Sebetulnya acara akikah standar, hanya saja malam ini semua keluargaku dan Mas Reihan datang jadi sangat ramai.Seperti biasa Royya dan Rael akan bertengkar. Kali ini mereka bertengkar memperebutkan siapa yang jadi saudara ketiga. Astaga.Acara akikah sudah selesai dari tadi tapi kami masih sibuk bercengkrama. Aku yang merasa lelah meminta ijin untuk ke kamar lebih dulu, tentu saja dengan diantar oleh Mas Reihan."Mas temeni yang lain aja. Rana gak papa sama Twins.""Oke. Tidur yang nyenyak ya Dek.""Iya."Mas Reihan mencium pipi Twins dan terakhir mencium keningku mesra."Tidur ya, Mas keluar dulu.""Oke."Aku merebahkan diri di samping si kembar. Kami memutuskan meme
"Mereka luar biasa Mas.""Iya. Sangat luar biasa."Aku dan Mas Reihan tengah menatap baby twins. Keduanya benar-benar luar biasa. Mereka adalah hadiah terindah bagi kami setelah tiga tahun penantian. Aku bersyukur, Allah memberi kami kepercayaan dua buah hati sekaligus. Mana kembar sepasang lagi.Cup.Aku menoleh ke arah Mas Reihan. Lalu mencubit perutnya."Mas!" bentakku sambil memelototinya. Dasar! Suka sekali cari kesempatan."Apa? Hem ...." Dia hanya tersenyum dan menatapku jahil. Bahkan tangannya sudah memainkan kerudungku dari tadi dan diputar-putarnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Refleks Mas Reihan menghentikan aksi anehnya dan berdiri menyambut tamu yang datang."Zazaaaaa.""Yayaaaa."Yaya menuju ke ranjangku. Dia langsung memelukku dan aku balik memeluknya, heboh pokoknya. Aku menyambut uluran tangan semua rekan kerjaku yang datang."Wah ganteng dan cantik ya Za
POV RanaAku terbangun di sebuah hamparan pasir yang indah. Kutatap sekelilingku. Pantai?Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Sepi. Kemana semua orang?Mana Mas Reihan? Dan ... kenapa perutku kempes? Dimana bayiku? Aku panik. Aku mencoba berlari mencari orang-orang tapi tak ada satupun yang kutemui. Hingga kulihat sebuah perahu di sana. Aku berlari menuju perahu yang masih berada di bibir pantai sepertinya mereka akan berlayar."Permisi ... permisi. Bolehkah sa-" Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Aku segera berlari menyongsong kedua orang yang sangat kurindu."Ayah, Bunda, Rana kangen." Kedua orang tuaku memelukku. Lama kami berpelukan."Kalian mau kemana?""Berlayar," ucap Ayah."Boleh Rana ikut?""Boleh," kini Bunda yang menyahut.Aku menggenggam tangan Ayah dan Bunda di kanan kiriku. Aku bahagia sekali. Kami berjalan bergandengan tangan dan akan naik ke perahu. Ayah yang pertama naik, kemudian Ayah mengulurkan t
Sudah tiga hari, Rana masih tak sadarkan diri. Menurut ahli obgyn, perut Rana mengalami benturan yang cukup keras. Namun tak membahayakan rahimnya. Aku masih ingat, bagaimana Rana berkutat dengan Karina yang ingin memukul perutnya saat itu. Berulangkali dia menghalangi tinju Karina. Ya Allah. Semoga Engkau membalas perlakuan Karina sesuai dengan tindakannya, amin.Pembersihan rahim juga sudah dilaksakan. Nindy bilang, tak ada masalah. Ketidaksadaran Rana diakibatkan kelelahan dan pasokan oksigen ke otak yang hampir saja berkurang.Selama tiga hari ini kondisi baby twins mulai stabil. Mereka sudah dipindahkan ke ruang anak. Bersyukur Aya dan Fiqa memiliki ASI yang melimpah. Riyyan dan Ela juga sudah berusia satu tahun dan sudah makan. Jadi, ibu mereka bisa mendonorkan ASI-nya untuk kedua anakku."Kondisi mereka sudah stabil." Mamah menghampiriku dan mengelus kedua pipi cucu kembarnya. Mamah habis melaksanakan sholat tahajud di masjid."Iy