แชร์

3. Pacar Pertamaku

ผู้เขียน: Bai_Nara
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-08-28 21:12:23

"Nasha."

"Feri."

Aku terkejut melihat Feri yang baru turun dari motornya.

"Ada apa?"

"Mau ketemu Mbak Nisha."

"Hah? Ngapain? Mbak Nisha kan udah punya Mas Rayyan?" 

Feri terkekeh. Aku menatapnya bingung. Kenapa sih dia?

"Kamu ya Na, beneran polos."

"Polos gimana?"

"Ya aku nyari kamu lah, mau jemput kamu. Ck. Masa Mbak Nisa."

Mataku membelalak. Astaga. Apa ini? Apa ini berarti?

"Na ... Na ... Nasha!" Suara Feri terdengar lebih tinggi. Aku terkesiap.

"Eh ... i-iya hehehe." Aku memasang senyum paling menawan yang kupunya.

Tiba-tiba Feri terdiam. Padangan matanya fokus kearahku. 

"Kamu kenapa Fer?"

"Eh, enggak kok."

"Hahaha. Kok gantian sih. Tadi aku sekarang kamu."

"Udah yuk berangkat. Keburu siang."

"Oke."

Aku segera menuju ke motorku dan hendak memasukkan kuncinya.

"Loh Na, kamu ngapain?"

"Nyalain motorku dong."

"Ck. Terus gunanya aku kesini buat apa?"

Aku diam. Astaga. Aku menatap kikuk ke arah Feri.

"Udah sini bareng aku. Sebelumnya aku mau minta ijin dulu sama orang tua kamu."

Feri langsung masuk ke rumahku. Karena hanya ada Ibu, ia akhirnya ijin ke ibuku. Sungguh ada yang berdesir di dadaku ketika menyaksikan bagaimana Feri begitu sopan terhadap ibuku. 

"Kami berangkat dulu Tante."

"Iya Nak Feri. Hati-hati ya. Jangan ngebut!" pesan Ibu.

"Siap Tante. Pokoknya Nasha dijamin aman sama saya."

Ibu hanya tertawa. Kami pun berpamitan dan aku segera membonceng Feri. 

Sepanjang perjalanan kami bercerita. Sosok Feri yang supel dan aku yang juga cerewet membuat perjalanan dari Jatilawang menuju Purwokerto terasa dekat.

"Kamu kuliah sampai jam berapa?" tanya Feri ketika aku melepas helmku.

"Jam satu. Kamu?"

"Sama. Nanti aku jemput ya."

"Oke."

"Siniin helmnya."

"Kenapa?" Aku menatap Feri bingung.

"Buat jaminan biar kamu gak bisa kabur."

"Astaga. Ya Allah Fer."

Dia hanya tersenyum lalu pamit menuju Fakultas Hukum.

Aku masih mengamati Feri sampai bayangannya lenyap.

Plak.

"Astagfirullah. Ros! Kaget tahu!" sungutku.

"Hehehe. Lagian kamu lihat apaan? Dipanggil dari tadi gak jawab."

"Hehehe. Enggak kok. Yuk masuk. Lima menit lagi Bu Wuri kan ngajar."

Aku langsung menarik tangan Rosi, berusaha menghentikan rasa ingin tahunya yang sudah kategori level tertinggi. Hal itu bisa kulihat dari sorot matanya.

******

Dua bulan semenjak perjumpaan kami di koridor menuju Perpus pusat, aku dan Feri akhirnya jadian. Akhirnya aku punya pacar. Hahaha. Pacar pertamaku insya Allah jadi calon suamiku juga eaaa.

Aku memang selalu mencontoh Mbakku. Mbak Nisha gak pernah neko-neko, sekolah selalu peringkat tiga besar di kelas. Manut sama orang tua. Bahkan Mbak Nisha juga gak pernah pacaran, sekalinya punya pacar eh mau jadi calon suami. Mana calonnya berkualitas lagi. Pokoknya gitu, aku selalu menjadikan Mbak Nisha contoh yang baik bagi hidupku. 

Dalam segala hal kami sangat mirip bahkan tinggi kami hampir sama mungkin aku sedikit lebih tinggi beberapa senti. Kulit kami sama-sama putih hanya bentuk muka saja yang berbeda. Mbak Nisha bentuk muka oval dengan pipi tirus dan mata sipit. Kalau mukaku bulat dengan pipi chubby dan mata bulat.

"Duh ... yang mau ngedate." Mbak Nisha menghampiriku dan duduk di ranjang.

"Hehehe. Ah, Mbak Nisha. Mbak Nisha kok gak jalan sama Mas Rayyan."

"Mas Rayyan ada operasi mendadak. Dia sedang membantu dr. Satrio."

"Oooo. Emangnya Mas Rayyan mau ambil spesialis apa nantinya? "

"Bedah. Tapi nanti kayaknya. Nunggu kita nikah dulu."

"Wuih cakep bener dech calonnya Mbak. Ah, jadi pengen Mas Rayyan jadi suamiku dech."

"Apa?" mata Mbak Nisha memelototiku.

"Hahaha. Maksud Na, pengen suami Na besok kayak Mas Rayyan sifatnya."

"Dasar usil kamu." Mbak Nisha memukul pelan bahuku. Lalu kami tertawa bersama.

*****

"Seger ya udaranya." Saat ini kami berada di pantai Menganti. 

"Iya seger, tapi medan ke sininya gak kuat aku," aku menggerutu.

"Tapi setimpal kan dengan keindahannya?" ucap Feri.

Aku mengangguk. Benar apa katanya, pantai ini sungguh indah.

Kami terdiam cukup lama menikmati sejuknya udara pantai. Tiba-tiba kedua tangannya melingkari bahuku. Aku bergetar, antara takut dan malu. Lama- kelamaan wajahnya memperpendek jarak kami berdua hingga jarak kami hanya sekitar lima senti. Lalu... Hap.

Aku meletakkan telapak kananku pada mukanya. Hampir saja fiuh. Feri nampak kecewa, bisa kulihat dari raut wajahnya.

"Maaf Fer, aku pantang berbuat lebih karena semua akan aku serahkan pada suamiku kelak. Jadi, jika kita berjodoh maka semuanya akan aku serahkan kepadamu. Terserah kamu. Kalau kamu mampu bertahan kita lanjut kalau enggak aku gak maksa." tuturku panjang lebar.

Feri hanya terdiam, cukup lama kami saling diam. Tapi kemudian Feri tersenyum lembut kearahku.

"Maaf, aku pikir ini adalah wujud kasih sayangku. Gak papa kok. Aku sayang kamu Na. Aku akan tunggu kamu sampai kita jadi pasangan halal. Tapi janji, harus setia sama aku ya?"

"Iya. Janji. Kamu juga jangan selingkuh ya? Dijaga tuh nafsunya."

"Idih. Emangnya aku cowok apaan?" tuturnya dengan gaya kemayu.

Kami tertawa bersama. Selanjutnya obrolan tercipta dan tidak membahas lagi tentang ciuman yang gagal.

*****

Tiga bulan sudah kami berpacaran. Suka duka kami lewati bersama. Belajar dari pengalaman di pantai Menganti, aku tak pernah pergi berdua lagi. Selalu aku membawa serta Rosi untuk menemaniku. Biar gak ada setan diantara kami. Tapi bukan Rosi juga setannya.

Sedangkan acara pernikahan Mbak Nisha kurang dari satu bulan. Segala persiapan sedang dilakukan. Kadang kulihat mereka jalan berdua untuk membeli segala tetek bengek pernikahan. Hingga kulihat Mas Rayyan mengantarkan Mbak Nisha pulang. Mereka baru saja tugas malam, terlihat sangat kelelahan. Iseng aku mengintip mereka.

"Langsung mandi, istirahat, gak boleh kemana-mana, gak boleh capek!" titah Mas Rayyan.

"Iya. Mas juga. Hati-hati ya pulangnya."

"Iya. Udah masuk gih."

"Mas dulu sana yang pergi. Nanti baru aku masuk."

"Kamu dulu, pokoknya Mas baru pergi kalau udah memastikan calon istri Mas masuk rumah."

"Tapi aku mau nungguin Mas," ya ampun baru tahu aku kalau Mbakku punya bakat manja.

"Hehehe. Ya udah. Mas pulang yah." Mas Rayyan menyentuhkan bibirnya ke jari telunjuk dan tengahnya yang menyatu kemudian dia tempelkan ke bibir Mbak Nisha. Aw... Aw... Aku kok meleleh ya.

"Ish... Mas mesum." Mbak Nisha cemberut tapi pipinya memerah.

"Hahaha. Polos sekali calon istriku. Belum diapa-apain udah merah aja. Belum yang iya-..."

"Massss, udah pulang sana," muka Mbak Nisha semakin memerah.

"Hahaha. Oke Mas pulang. Sabar ya cinta sebulan lagi. Muah." Mas Rayyan melampaikan kiss bye lewat tangannya. Kemudian naik ke mobilnya dan melaju membelah jalanan.

Aku segera berlalu takut dikira ngintip, padahal emang ngintip. Hahaha. Dalam hati aku berdoa semoga Feri seperti Mas Rayyan. Lelaki baik yang mampu menjaga hati dan menjunjung tinggi kehormatan kami. Amin.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Bukan Calon Kakak Ipar   133. Sesion 4 : 40. Epilog (Tamat)

    "Dek, maafin Mas ya. Mas khilaf. Janji ini yang terakhir khilafnya." Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Dulu sekali Mas Rei juga bilangnya khilaf tapi ini malah khilaf lagi. "Dek, jangan marah ya. Senyum dong." "Buat apa marah Mas? Toh udah kejadian bukan?" sahutku sinis. "Iya juga sih. Tapi Mas seneng kok bisa khilaf terus." "Ck." Aku mencebik dan mencubit perutnya. Dasar. Mas Reihan hanya tertawa, sesekali mencium tanganku dan keningku. Bahkan aku yakin kalau gak ada orang, pasti dia sudah mengajakku adu bibir. Haish. Punya suami kok gini amat, untung aku cinta. Mungkin karena aku diam saja Mas Reihan kembali membujukku dengan kata-kata manis. "Iya, iya nanti Mas lebih hati-hati tapi khilafnya gak bakalan ilang, Sayang." Dia mengucap dengan seringai jahil. Dih, dasar! Aku memilih mengerucutkan bibir. Bodo amat kelihatan jelek. Salah sendiri tuh Kulkas jadiin aku istri. Jadi harus terima dong lahir batin kecantikan sama kejelekanku kalau lagi ngambek. "Udah jangan marah ya B

  • Bukan Calon Kakak Ipar   132. Sesion 4 : 39. Mr. Kulkas Itu Suamiku

    "Kalian gak bawa baby sitter?" tanya Joshua."Gak.""Gak kerepotan?""Enggaklah," jawab Mas Reihan cuek."Kalian kok bisa cuma punya ART sekaligus pengasuh bayi tanpa pakai jasa baby sitter sih?""Ya bisalah," ucap Mas Reihan."Kok Zaza bisa ya ngajar sekaligus bisa kasih ASI. Eksklusif lagi.""Istriku gitu loh.""Iya-iya yang istrinya paling cantik, paling pinter, paling ter-semua pokoknya.""Harus. Kan istri sendiri bukan istri orang lain.""Ck. Dasar Dokter Kulkas." Joshua mengumpati suamiku. Lalu dia bergegas mengikuti gadis cilik yang berlari hendak bermain dengan air.Aku hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana interaksi suamiku dengan para sahabat sekaligus rekan kerjanya."Mimik muka suamimu loh Za, gak berubah. Bisa datar gitu. Kok kamu mau sih nikah sama dia.""Eh Bu Mila." Aku menyalami Bu Mila, salah satu istri dari rekan Mas Reihan. Dokter Siswo, spesialis jant

  • Bukan Calon Kakak Ipar   131. Sesion 4 : 38. Memaafkan

    Sepuluh hari aku dan Baby Twins di rumah sakit. Kini kami kembali ke Sokaraja dan disana aku dan Twins disambut oleh seluruh keluarga. Bahkan, Tante Raisa sekeluarga pun datang.Malamnya acara akikah kedua anakku diselenggarakan dengan meriah. Sebetulnya acara akikah standar, hanya saja malam ini semua keluargaku dan Mas Reihan datang jadi sangat ramai.Seperti biasa Royya dan Rael akan bertengkar. Kali ini mereka bertengkar memperebutkan siapa yang jadi saudara ketiga. Astaga.Acara akikah sudah selesai dari tadi tapi kami masih sibuk bercengkrama. Aku yang merasa lelah meminta ijin untuk ke kamar lebih dulu, tentu saja dengan diantar oleh Mas Reihan."Mas temeni yang lain aja. Rana gak papa sama Twins.""Oke. Tidur yang nyenyak ya Dek.""Iya."Mas Reihan mencium pipi Twins dan terakhir mencium keningku mesra."Tidur ya, Mas keluar dulu.""Oke."Aku merebahkan diri di samping si kembar. Kami memutuskan meme

  • Bukan Calon Kakak Ipar   130. Sesion 4 : 37. Reza dan Zahra

    "Mereka luar biasa Mas.""Iya. Sangat luar biasa."Aku dan Mas Reihan tengah menatap baby twins. Keduanya benar-benar luar biasa. Mereka adalah hadiah terindah bagi kami setelah tiga tahun penantian. Aku bersyukur, Allah memberi kami kepercayaan dua buah hati sekaligus. Mana kembar sepasang lagi.Cup.Aku menoleh ke arah Mas Reihan. Lalu mencubit perutnya."Mas!" bentakku sambil memelototinya. Dasar! Suka sekali cari kesempatan."Apa? Hem ...." Dia hanya tersenyum dan menatapku jahil. Bahkan tangannya sudah memainkan kerudungku dari tadi dan diputar-putarnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Refleks Mas Reihan menghentikan aksi anehnya dan berdiri menyambut tamu yang datang."Zazaaaaa.""Yayaaaa."Yaya menuju ke ranjangku. Dia langsung memelukku dan aku balik memeluknya, heboh pokoknya. Aku menyambut uluran tangan semua rekan kerjaku yang datang."Wah ganteng dan cantik ya Za

  • Bukan Calon Kakak Ipar   129. Sesion 4 : 36. Kembali

    POV RanaAku terbangun di sebuah hamparan pasir yang indah. Kutatap sekelilingku. Pantai?Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Sepi. Kemana semua orang?Mana Mas Reihan? Dan ... kenapa perutku kempes? Dimana bayiku? Aku panik. Aku mencoba berlari mencari orang-orang tapi tak ada satupun yang kutemui. Hingga kulihat sebuah perahu di sana. Aku berlari menuju perahu yang masih berada di bibir pantai sepertinya mereka akan berlayar."Permisi ... permisi. Bolehkah sa-" Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Aku segera berlari menyongsong kedua orang yang sangat kurindu."Ayah, Bunda, Rana kangen." Kedua orang tuaku memelukku. Lama kami berpelukan."Kalian mau kemana?""Berlayar," ucap Ayah."Boleh Rana ikut?""Boleh," kini Bunda yang menyahut.Aku menggenggam tangan Ayah dan Bunda di kanan kiriku. Aku bahagia sekali. Kami berjalan bergandengan tangan dan akan naik ke perahu. Ayah yang pertama naik, kemudian Ayah mengulurkan t

  • Bukan Calon Kakak Ipar   128. Sesion 4 : 35. Percobaan Penculikan

    Sudah tiga hari, Rana masih tak sadarkan diri. Menurut ahli obgyn, perut Rana mengalami benturan yang cukup keras. Namun tak membahayakan rahimnya. Aku masih ingat, bagaimana Rana berkutat dengan Karina yang ingin memukul perutnya saat itu. Berulangkali dia menghalangi tinju Karina. Ya Allah. Semoga Engkau membalas perlakuan Karina sesuai dengan tindakannya, amin.Pembersihan rahim juga sudah dilaksakan. Nindy bilang, tak ada masalah. Ketidaksadaran Rana diakibatkan kelelahan dan pasokan oksigen ke otak yang hampir saja berkurang.Selama tiga hari ini kondisi baby twins mulai stabil. Mereka sudah dipindahkan ke ruang anak. Bersyukur Aya dan Fiqa memiliki ASI yang melimpah. Riyyan dan Ela juga sudah berusia satu tahun dan sudah makan. Jadi, ibu mereka bisa mendonorkan ASI-nya untuk kedua anakku."Kondisi mereka sudah stabil." Mamah menghampiriku dan mengelus kedua pipi cucu kembarnya. Mamah habis melaksanakan sholat tahajud di masjid."Iy

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status