Braag!
Brian menutup pintu mobil secara kasar membuat jantung Cindy berdetak kencang. Setelah Cindy masuk kedalam mobil, Brian pun dengan segera menancapkan gas dan mobil pun melaju kencang di kegelapan malam.
"Tuan, bisakah anda mengurangi kecepatan mobilnya," ucap Cindy. Tangannya sudah berkeringat dingin, sementara Brian tidak menghiraukan ucapan Cindy, dan terus melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.
Chiittttt!
Brian menginjak rem secara mendadak. "Sial!" pekiknya. "Turun dari mobilku," ucapan pada Cindy.
"Tapi tuan, ini dimana? Jalanan sangat sepi," jawab Cindy sambil melihat keluar mobil. Ia tentu tidak mungkin berani keluar mobil dengan kea
Brian membuka pintu kamar mandi secara tiba-tiba, Cindy yang tengah berada di bawah guyuran air pun sontak merasa kaget dan menoleh kearah pintu. "Tuan, apa yang Anda lakukan," ucapnya sambil berusaha menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya."Aku akan menghukummu gadis udik."Cindy segera menyudahi mandinya dan langsung menggapai handuk saat melihat Brian menutup pintu kamar mandi. Ia segera melilitkan balutan handuk di tubuhnya. "Kenapa buru-buru," ucap Brian melangkah mendekatinya.Brian menggapai pipi Cindy dan mencengkeramnya hingga bibir Cindy mengerucut dan terasa sakit di pipinya. "Beraninya kamu menerima tawaran dari Leon untuk mengantarkanmu pulang," ucapnya. Ia menghempaskan pipi Cindy secara kasar.Peras
'Revan? benarkah itu dia?' batin Cindy. Ia menatap kearah teman SMA-nya dulu."Sayang, ayo duduklah," ucap Brian lembut. Ia menuntun Cindy kearah kursi yang sudah di sediakan. Cindy pun tersenyum dan menuruti perkataan Brian.Cindy duduk di antara Brian dan Margaretha. Ia merasa gugup, karena ini adalah pertama kalinya ia berada di depan banyak kamera yang mengarah kepadanya."Baiklah, sekarang silahkan kalian mulai bertanya, Brian dan menantuku Cindy akan menjawab setiap pertanyaan dari kalian," ucap Margaretha pada wartawan.Seorang wartawan pun mulai bertanya. "Nyonya Margaretha, saya ingin bertanya pada Anda," ucapnya."Silahkan.""Menurut berita, menantu Anda ini berasal dari keluarga yang jauh berbeda dari keluarga Adam yang kita kenal selama ini. Tapi kenapa Anda memilihnya sebagai menantu Anda?""Itu karena mereka saling mencintai, dan aku tidak mempedulikan hal semacam itu," jawabnya sambil tersenyum ke arah wartawan te
"Iya Nyonya, tapi saya sudah lama tidak berhubungan dengannya, dan ini kali pertamanya saya bertemu dia kembali setelah lebih dari empat tahun," jawab Cindy."Bagaimana dia bisa berada di sana dan mengetahui semuanya?""Saya tidak tahu.""Benarkah kamu tidak mengetahuinya?" ucap Margaretha. Ia melangkah mendekati Cindy. "Itu berarti ini adalah ulah keluargamu."Cindy langsung mendongakkan wajahnya dan menatap kearah Margaretha. "Tidak mungkin Nyonya, mereka tidak mungkin melakukan hal yang membahayakan mereka sendiri," ucapan."Lalu katakan bagaimana dia bisa ada di sana."Cindy tidak bisa me
Cindy mengambil ponselnya yang ia simpan dalam lemari dekat ranjangnya. Ia mencoba menghubungi ayahnya, namun berulang kali panggilan yang ia lakukan tetap tidak bisa menghubungi ayahnya."Kenapa nomornya tidak aktif terus?" gumamnya. Ia lalu mencoba menghubungi adik tirinya. Beberapa kali nada panggilan akhirnya Misyel mengangkatnya."Ada apa kamu meneleponku?" ucap Misyel dari dalam sambungan."Aku ingin tahu keadaan papah.""Apa kamu sudah tidak bisa menelponnya sendiri?""Nomornya tidak aktif terus. Aku mengkhawatirkan karena pak Haris sedang pergi untuk menemuinya.""Pak Haris? Hmm, bukankah d
Cindy berdiri, ia melangkah menghampiri Brian. "Bukankah aku sudah memintamu, untuk membujuk ibumu agar tidak menyakiti ayahku?" ucapnya."Ya, aku sudah melakukannya.""Tapi kenapa ibumu masih menyakiti ayahku?""Aku sudah membujuknya. Tentang dia melakukan atau tidak, itu adalah keputusannya. Sekarang aku akan menagih ucapanmu tadi siang," ucap Brian. Ia membelai wajah Cindy, namun dengan cepat Cindy menampiknya. Brian mengerutkan dahinya dengan mata yang menyipit."Apa itu arti dari penolakan?" ucap Brian.Cindy menatap berani ke arah Brian. "Ya. Aku tidak mau lagi melayanimu. Selama ini aku melakukan semuanya karena terpaksa dan demi ayahku. Tapi s
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" ucap Cindy."Maaf Nona," jawab Haris. Ia sedikit membungkukkan badannya, lalu melangkah hendak menuju keruang kerja."Tunggu," ucap Cindy membuat Haris menghentikan langkahnya. "Surat kabar itu mau dibawa kemana?""Keruang kerja Nyonya besar, Nona.""Bisakah aku melihatnya?"Haris terdiam, perasaan yang bercampur membuatnya mematung, ada rasa bingung dengan perilaku Cindy yang berubah sebegitu cepatnya, dan bingung dengan permintaannya. Memang hanya sebuah surat kabar, tapi itu hal yang tidak biasa jika ia meletakkannya, bukan di tempat kerja Margaretha seperti biasanya.
"Aku rasa dia mulai memiliki keberanian," ucap Margaretha sambil menatap pintu ruang kerja yang sudah tertutup.Saat Cindy keluar dari ruang kerja, dalam waktu yang sama, Brian pun tengah menuruni anak tangga. Brian menatap kearah Cindy penuh keterkejutan. "Kamu terlihat berbeda pagi ini?" ucap Brian.Cindy menghentikan langkah kakinya, ia menatap kearah Brian yang masih berdiri di tangga menatapnya. "Benarkah?" ucap Cindy balik bertanya.Brian melanjutkan langkahnya, lalu ia menghampiri Cindy. Matanya menatap Cindy dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. "Kamu terlihat cantik dan menggoda pagi ini," ucap Brian sambil mengelus dagu Cindy."Bukankah aku memang selalu terlihat cantik," ucap Cindy sambil menyingk
"Jalan-jalan menghilangkan bosan," jawab Cindy."Hanya itu?""Tidak.""Lalu?""Aku ingin kamu membelikan sebuah ponsel baru untukku." Brian menyipitkan matanya. Cindy mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pada Brian. "Lihatlah. Apa pantas, seorang istri Brian Adam yang terkenal dengan kekayaannya, hanya memiliki ponsel butut seperti ini?""Jangan jadikan itu sebagai alasan. Katakan saja apa sebenarnya maumu.""Mauku hanya keluar mencari sedikit kesenangan dan sebuah ponsel baru, yang bisa aku pakai untuk menghilangkan bosan saat ada di rumah ini. Cukup jelas bukan?"