“Kau masih ingat aku rupanya. Padahal sudah lama lho kita nggak jumpa.” Minara melebarkan kedua sudut bibirnya yang dipoles dengan lipstick merah bata. “Jika aku tak salah hitung, sudah delapan tahun. Kita masih pakai seragam putih abu-abu waktu itu.”
Minara Jayashree, itulah nama lengkap wanita cantik berkulit sawo matang yang berdiri di samping Akash. Arunika mengenal Minara saat keduanya sama-sama berusia 12 tahun.
Dulu, almarhumah ibunya yang bernama Daniah bekerja sebagai buruh cuci di beberapa rumah keluarga kaya, salah satunya adalah rumah Keluarga Jayashree. Daniah selalu mengambil kumpulan baju kotor milik mereka, membawanya pulang, mencucinya, lalu mengembalikannya dua atau tiga hari kemudian.
Sesekali Arunika juga ikut membantu ibunya mengunjungi rumah besar itu. Dari situlah Arunika dan Minara bertemu. Dua orang anak perempuan yang masih berusia remaja itu saling berkenalan, hingga akhirnya menjalin persahabatan semasa sekolah.
Minara dulunya adalah seorang gadis kaya yang pemurung. Dia tidak suka berdandan dan tidak suka menonjolkan penampilannya. Dia selalu bersembunyi di balik punggung Arunika yang selalu membela serta melindunginya dari perbuatan buruk genk CCM (Cewek Cantik Modis) yang selalu mengganggu mereka.
Tapi Arunika tak habis pikir. Semenjak dirinya bertemu kembali dengan Minara, sahabat kecilnya itu mendadak berubah seratus delapan puluh derajat. Tidak seperti Minara yang dikenalnya dulu. Kini perempuan itu berani menunjukkan status keluarganya melalui penampilannya yang modis. Perempuan itu juga berani bersuara keras dan mengata-ngatai orang lain dengan mulutnya yang kejam, lalu berbalik memusuhinya.
Dan apa yang Minara bilang tadi, kalau Akash akan menikah dengannya?
“Itu nggak mungkin …” Arunika menggeleng lemah. “Kapan kalian ketemu dan kenalan? Bukannya setelah lulus, kamu itu kuliah ke luar negeri? Waktu aku nikah pun, kamu juga nggak hadir. Kamu cuma kirim pesan lewat Whatsap. Itu juga pesan terakhir kamu ke aku.”
Minara mengangkat sedikit salah satu sudut bibirnya ketika mengingat alasan yang membuatnya kembali menjalin hubungan dengan Akash Java Buana. Hanya ada satu alasan ....
Yaitu sebuah rahasia besar yang Minara ketahui tentang Arunika, tetapi tidak diketahui oleh mantan sahabatnya itu. Karena rahasia itulah, dia memilih kembali ke Kapulaga dengan penampilan dan sikap yang berbeda.
Minara tidak ingin dianggap lemah karena selalu bergantung pada Arunika!
Dia ingin menjadi dirinya sendiri!
Dan sampai kapan pun, dia tidak akan membiarkan mantan sahabatnya itu mengetahui kebenaran tersebut!
“Aku sama Bang Akash tuh udah kenal lama. Bapanya Bang Akash, Om Abyaz, dulunya kerja di perusahaan bapaku. Betul’kan, Tante?” Minara melirik Nalini.
Nalini pun mendeham mengiakan. “Kalo aja Tuan Jayashree itu nggak ngirim Minara ke luar negeri, udah dari dulu aku besanan sama salah satu orang terhormat di kota ini.”
“Aru, Bang Akash itu nikahin kau ... karena dia lagi patah hati. Gara-gara kutinggalin,” sambung Minara, yang semakin membuat hati Arunika bertambah perih.
“Bener semua itu, Mas?” Arunika berlinangan air mata.
Namun, pemilik mata teduh yang bernama Akash Java Buana itu malah diam seribu bahasa.
“Jadi itu bener ….” Arunika mengangguk, berasumsi atas kebungkaman suaminya. “Selama ini Mas cuma jadiin aku pelarian.”
“Waktu perempuan ini nggak ada, Mas datangin aku, bilang cinta sama aku, mohon-mohon buat nikahin aku.”
“Terus sekarang … waktu perempuan ini kembali, Mas buang aku kayak sampah!”
“Tega kamu, Mas! TEGA KAMU NYAKITIN AKU KAYAK GINI!” jerit Arunika, yang langsung mendapat sambutan telapak tangan dari Nalini.
PLAAKKK!!
“Ibu?!” Arunika tersentak sembari memegang pipinya yang merah.
“JAGA MULUTMU!” bentak Nalini menatap tajam Arunika.
“Memangnya kamu itu siapa? Teriak-teriak di rumahku, salah-salahin anakku! Kamu itu cuma yatim piatu yang dipungut Akash buat dinikahi! Wong cuma lulusan sekolah menengah kok mau saingan sama Minara yang sarjana kedokteran dari luar negeri!”
“Kamu itu CUMA KOTORAN yang ada diujung kukunya Minara!” lanjut Nalini.
Minara yang mendapat sanjungan dari Nalini tersenyum lebar. Sepasang bola matanya yang berwarna coklat itu pun jatuh menatap kuku tangan Arunika yang kuning, akibat seringnya perempuan itu memarut kunyit.
“Aru, kau tahu nggak, kalau semalam Bang Akash itu baru saja diangkat jadi kepala cabang di Group Prama,” ungkap Minara. “Dan yang berdiri di sampingnya semalam itu bukan kau, istrinya yang kampungan, tapi aku.”
Melihat Arunika yang terdiam, membuat Minara berinisiatif untuk menunjukkan sebuah rekaman video yang diambilnya semalam di salah satu ruangan besar di Hotel Lokapala.
Dalam rekaman video seluler tersebut, tampak Akash sedang naik ke atas panggung. Pria berpundak tipis itu menggandeng tangan Minara yang mengenakan gaun pesta dengan bagian belakang punggungnya yang terbuka. Semua orang bertepuk tangan ketika Akash memperkenalkan Minara sebagai calon istrinya.
Bibir Arunika bergetar seiring dengan batinnya yang terluka itu sedang berkata. ‘Jadi ini toh sebabnya, semalam Mas Akash nggak nemenin aku di rumah sakit. Kupikir, selama ini akulah yang berdosa dengan kehamilanku, tapi ternyata ....'
Akash yang tadinya membisu, akhirnya angkat suara. "Jasa Minara itu banyak, Ru."
“Meskipun dia tinggal di luar negeri, tapi dia yang selalu bantuin aku selama ini. Bangun karir di Group Prama itu nggak cukup kalo cuma ngandelin ijazah sarjana. Perlu koneksi juga dari ayahnya Minara. Jadi lebih baik, kamu cepat tanda tangani suratnya.”
“Terus angkat kaki dari rumah ini!” sambung Nalini.
Minara tersenyum sinis. “Aru, kalau kau masih punya malu, turutin saja kata-kata Bang Akash dan Tante Nalini. Nggak ada yang inginkan kau di sini.”
Jantung Arunika berdegup sangat berat selepas mendengar perkataan mereka.
Selama ini dia berpikir, dirinya bertahan demi cinta dan pengabdiannya kepada suami dan ibu mertua.
Tapi pria itu justru malah memberikan luka yang sangat dalam di hatinya.
Arunika memang tidak sebanding dengan Minara dan Akash, tapi dia yakin ….
Bahwa dia memiliki sesuatu yang jauh lebih berharga, daripada apa yang mereka punya.
Setelah mengusap air matanya, Arunika berkata kepada Akash. “Mas, aku harap, kamu nggak pernah menyesali keputusanmu sekarang."
“Dia bilang apa, Tante? Menyesal?” Minara dan Nalini tertawa serempak. “HAHAHAHHA ….”
“NGGAK AKAN PERNAH!” Akash berkata sambil menatap dingin wajah Arunika. “Justru hari ini adalah hari yang paling kunantikan. Apalagi anak itu udah nggak ada. Jadi, kita nggak perlu ngeributin masalah hak asuh segala di pengadilan.”
Deg!
CUKUP PENGORBANANMU, ARU!
CUKUP!
Untuk apa mempertahankan rumah tangga yang hanya dipikul oleh satu orang?
Empat tahun ….
Itu bukan waktu yang singkat untuk mengenal pria pengecut yang selalu bersembunyi dibalik ketiak ibunya. Pria yang diharapkan Arunika dapat menjadi imam sekaligus sandaran hidup hingga maut memisahkan ternyata memang tidak seindah nama dan parasnya.
Lima belas tahun ….
Itu juga waktu yang terlalu lama untuk mengetahui sahabat macam apa yang dia miliki.
Setelah membubuhkan tanda tangannya, Arunika langsung melempar surat cerai itu ke udara.
“Mulai hari ini, aku, Arunika Hana udah nggak punya hubungan apa-apa lagi dengan KELUARGA BUANA!” serunya yang kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Minara.
“Aku cuma mau bilang, kalau barang bekas itu punya banyak cacat dan goresan. Jangan biarin pria ini kencing dan menggonggong di sembarang tempat hanya untuk minta aku kembali.”
“ARUNIKA!?”
*** BERSAMBUNG ***
“Apa yang terjadi?”Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari bibir tipis Arunika. Terlambat baginya untuk menyadari, bahwa seharusnya dia tidak menanyakan hal itu kepada Kaivan. Ikut campur urusan orang lain apalagi majikan, hanya akan membawamu ke dalam masalah, nasihat Bibi Nami kala itu.Benar saja. Tak sampai tiga detik, sepasang netra hitam milik Kaivan menatap Arunika tanpa ekspresi. Lalu pria itu kembali berkutat pada layar tabletnya yang sejak tadi menyala di atas pangkuan. Seolah-olah hendak mengatakan, bahwa itu bukan urusanmu, Wanita Pembawa Masalah!Tentu saja sambutan seperti itu membuat hati Arunika dongkol bukan kepalang. Dia makin memutar posisi tubuhnya untuk menghadap pria yang duduk di kursi belakang.“Tuan Kaivan Ararya Prama!”Teriakan Arunika itu langsung membuat Januar yang duduk di sampingnya pun menoleh, tapi tidak dengan Kaivan. Pria itu masih tetap berkutat pada layar tabletnya.“Hei, aku bertanya padamu! Anda nggak tuli’kan?!”“Psstt …, Aru.” Kelopak mata Ja
HAP!Nalini langsung terkesiap ketika Arunika berhasil menangkap pergelangan tangannya lebih dulu. Wanita paruh baya itu sungguh tak menyangka, kalau mantan menantunya yang sudah empat tahun ini selalu tunduk padanya, kini mulai berani melawan.Memang benar, Arunika mengangkat dagunya tinggi. Membuatnya mampu melihat dengan jelas, bagaimana bergetarnya sepasang netra Nalini saat membalas tatapan matanya yang penuh percaya diri. “Kayaknya penyakit pikunmu udah mulai kambuh, Nyonya,” kata Arunika.“Ka—kamu?” Nalini pun melotot. “Berani-berani'e kamu ngatai aku pikun! Dasar menantu—”“Aku bukan lagi menantumu, Nyonya,” potong Arunika cepat. “Aku udah pernah bilang’kan?! Begitu aku menandatangani surat cerai itu dan kalian mengusirku dari rumah, aku udah nggak punya hubungan apa-apa lagi dengan Keluarga Buana!”Selepas mengutarakan isi hatinya, Arunika langsung mengempaskan pergelangan tangan Nalini begitu saja. Dengan langkah kakinya yang gesit, wanita muda itu bergegas masuk ke dalam m
Meskipun pembalasan terhadap Garvin Nara Tama telah dilakukan, namun sampai hari ini Kaivan tidak pernah menemukan keberadaan wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya semalam.Yang dia ingat hanyalah suara tipis melengking tinggi seperti kicauan burung parkit dan apa yang wanita itu lakukan kepadanya. Wanita tersebut meronta, memberontak hingga meninggalkan bekas cakaran pada bagian punggung, lengan serta dadanya yang sudah lama terhapus. Entah keberuntungan apa yang dimiliki oleh seorang Kaivan Ararya Prama!Karena ketika malam itu terjadi dan tiga hari berikutnya, istri Kaivan yang bernama Katrina Cantika itu sedang berada di luar kota. Artis sekaligus model papan atas itu sedang disibukkan dengan proyek film layar lebar yang didanai oleh perusahaan Kaivan. Seperti semua pria pada umumnya, Kaivan juga menyembunyikan dosanya itu dari Katrina!Dan pagi ini....Ketika jarum pendek jam dinding itu tepat berada di angka sembilan, pintu ruang laboratorium tiba-tiba terbuka.Arunika me
Di saat Kaivan sedang menunggu proses tes kesehatan yang dilakukan Arunika. Ingatan pria itu lantas bergerak mundur ke masa lalu.Sepuluh bulan yang lalu ….Pagi itu Kaivan terbangun dalam sebuah kamar hotel yang ada di Lokapala. Dia sunggung bingung, kenapa dirinya tidak bangun di kamar pribadinya melainkan di ruangan asing yang tak pernah disinggahinya.Meskipun Kaivan adalah seorang presiden direktur, tapi sebisa mungkin dia tidak membiarkan dirinya untuk bermalam di luar rumah. Andai kata, dia memiliki pertemuan bisnis di luar negeri, maka dia akan menyewa sebuah rumah kecil atau satu unit apartemen yang sebelumnya telah terjamin tingkat kebersihan dan keamanannya.Berulang kali Kaivan memijit kening serta menggelengkan kepala untuk mengusir rasa pengar yang menghinggapi.Apa yang terjadi semalam? pikirnya.Mendadak bayangan segelas minuman beralkohol yang baru saja dia teguk, seringai seorang pria yang menatap dirinya dari atas sofa berpadu dengan cahaya lampu temaram yang mulai b
KYAAAA …!Arunika hampir saja terjungkal, seandainya saja tangan kanannya itu tidak segera memegang bagian tepi pintu mobil yang terbuka. Padahal pria itu hanya bersuara tanpa menatap dirinya, namun entah kenapa … suara bariton yang berat milik Kaivan Ararya Prama kembali mengingatkannya pada pria terkutuk itu.Membuat detak jantung Arunika berdegup tak sebagaimana mestinya.Menimbulkan titik-titik peluh yang menghiasi keningnya yang sempit, padahal cuaca pagi ini tidak terlalu terik. Semilir angin Laut Segara Wetan berembus riang menyapa wajah Arunika yang pucat pasi.Januar yang melihat hal itu lantas menghampiri. “Kamu nggak apa-apa, Aru?”Arunika menggeleng lemah. “Nggak. Nggak apa-apa kok."Dia tak menyadari, bahwa kedua pipinya mulai semburat merah karena menahan malu. “Aku cuma terkejut. Sedikit. Kupikir di dalam mobil nggak ada orang, ehh … nggak taunya ada ...," ucapnya yang kemudian berbisik, "tuan pemarah."Januar terkekeh mendengar Arunika menamai sahabat yang sekaligus ata
Permintaan telah diungkap.Janji pun usai terucap.Tak ada kata mundur untuk mengelak, apalagi mengingkarinya.Sepuluh jam yang lalu atas izin dari Katrina Cantika, Arunika mendapat tempat bermalam di rumah itu. Bukan sebuah kamar tamu dengan selimut dan kain sepreinya yang harum, melainkan sebuah ruangan kecil yang pengap dan juga lembab. Penuh dengan aroma jamur dan jaring laba-laba di keempat sudut dindingnya. Tak apa, pikir Arunika malam itu.Dengan berbekal lampu teplok berisi minyak tanah, Arunika masih sanggup untuk membersihkan ruangan yang lebih mirip seperti sebuah gudang yang letaknya di belakang bangunan utama."Sebelum kamu tidur, mandi dulu sana! Terus ganti pakaianmu sama ini.” Seorang kepala pelayan Keluarga Prama bernama Nami memberikan sesuatu kepada Arunika. “Nggak pantas kamu itu tinggal di rumah ini dengan kain jarik seperti itu.”“Aku tau, Bi.” Arunika menunduk. “Tapi cuma jarik ini yang kupunya,” ucapnya kemudian mengambil selembar handuk dan pakaian yang terli