Share

Bab Dua

"Ayo masuk, Tante minta maaf soal yang tadi. Kamu sih, apa susahnya menurut apa yang Tante minta!" Niat hati Tante Amanda memujuk Prita dengan meminta maaf, tapi mulutnya yang terbiasa berucap semaunya meluncur begitu saja tanpa peduli sedikitpun perasaan lawan bicaranya.

Meski masih memendam amarah, Prita mencoba tenang dan tidak meladeni ucapan Tante Amanda yang tetap menyalahkannya. Tante Amanda membantu Prita yang berjalan pincang masuk kedalam rumah, dan berusaha mendudukkannya di sofa dengan sedikit memaksa.

Prita yang awalnya masuk kedalam rumah dengan perasaan biasa saja, tiba-tiba terperanjat saat menyadari ada tamu yang sudah menunggu di ruang tamunya. Amarahnya kembali terpancing, saat Tante Amanda memaksanya untuk duduk disebelah tamu itu.

***

"Tante!" teriak Prita tanpa memperdulikan tamu yang sama sekali tak dikenalnya itu. Dengan sedikit terpincang, Prita menjauh menghindari Tante Amanda. Apalagi Prita merasa sangat jijik dengan tatapan penuh nafsu tamu itu padanya.

"Maaf, ya, Johan. Jadi lama banget nunggunya. Ini Prita. Cantik dan menawan, kan, keponakan Tante ini." Tante Amanda tampak memberi kode pada Johan, entah rahasia apa yang ada diantara mereka berdua.

"Nggak apa-apa, kok, Johan sabar menanti. Cantik, cantik banget! Malah lebih cantik aslinya daripada yang difoto," sahut Johan penuh nafsu menatap tubuh Prita.

Tamu misterius yang ternyata bernama Johan, menatap Prita layaknya pemburu yang siap menerkam mangsanya. Tatapan penuh ambisi untuk memiliki Prita seutuhnya dengan cara apapun.

"Keponakan siapa dulu. Tantenya aja cantik begini, sudah bisa dipastikan bobot bebet dan bibitnya berkualitas," ucap Tante Amanda dengan sombongnya.

"Bener banget Tante, bobot bebet bibit jelas berkualitas," sahut Johan penuh semangat. Dari tempatnya berdiri Prita semakin jijik setelah kembali tak sengaja melihat senyum mesum Johan padanya.

"Ah, kalau kamu nggak mau duduk dekat Johan. Sini, duduk dekat Tante, aja," ajak Tante Amanda beranjak dan menuntun Prita untuk duduk di dekatnya.

Prita sangat kesal saat tadi Tante Amanda sempat memaksanya untuk duduk bersebelahan dengan orang asing. Sungguh luar biasa kelakuan Tante Amanda, dia tak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun telah membuat lutut Prita cedera parah karena kelakuannya yang absurd tadi.

Prita akhirnya menuruti ajakan Tante Amanda. Rasa nyeri di lututnya membuat Prita merasa kesakitan saat duduk. Harusnya hari ini Prita cepat menyelesaikan stok untuk warungnya, karena nanti sore dia akan mengikuti acara fun bike di alun-alun. Sepertinya semua rencananya harus gagal hari ini, tak mungkin mengikuti fun bike dalam keadaan lututnya yang cedera.

"Nih, diminum. Kasihan, keponakan Tante ini pasti haus," tawar Tante Amanda menyodorkan segelas teh manis kehadapan Prita, dia berharap Prita akan segera menenggak habis isi gelas itu.

Prita tak menyentuh gelas yang diberikan Tante Amanda. Pandangannya memindai suguhan yang ada diatas meja tamu. Ada tiga gelas teh manis, dua botol air kemasan yang keduanya sudah dalam keadaan terbuka dan salah satu botol isinya sudah berkurang sedikit serta sepiring kue jajanan pasar.

"Tante atau Anggita yang menyiapkan semua ini?" tanya Prita pada Tante Amanda yang terlihat salah tingkah saat akan menjawab.

"Oh, ini Tante yang nyiapin. Nungguin Anggita yang bikin kelamaan, lagian kasian dia juga lagi jaga warung, kan? Tante juga udah beli kue kesukaanmu sebelum kesini. Tuh, cepat diminum tehnya. Karena kamu kelamaan jadi sudah dingin deh tehnya," terang Tante Amanda berakting seolah-olah begitu kecewa pada Prita.

"Maaf, Tante. Sebenarnya nggak perlu repot-repot bikin teh segala buat tamu, ambil saja di warung banyak minuman kemasan tinggal siapkan gelas kosong kalau ingin minum digelas. Lebih Praktis," sahut Prita.

"Kamu ini, praktis atau malas itu namanya. Lagian mana sopan menyuguhkan tamu dengan minuman kemasan seperti itu. Toh, cuman sebentar bikin teh kedapur," bantah Tante Amanda. Sebenarnya ada alasan khusus hingga Tante Amanda lebih memilih repot membuat teh, kalau menggunakan minuman kemasan rasanya pasti akan berubah dan tentu saja membuat Prita curiga.

"Sudah, nggak usah banyak protes. Cepat diminum, takut banget kalau Tante racunin, ya, minumannya. Bukannya berterima kasih udah dibikinkan minuman, Tante pakai tenaga, loh, nyiapin suguhan ini," sungut Tante Amanda mencoba membuat Prita merasa bersalah sekaligus membuatnya minum meski harus dipaksa.

"Yang minta Tante repot-repot bikin suguhan siapa? Apa maksud kedatangan Tante yang mendadak ini? Perasaan udah lama banget Tante nggak kesini, terakhir kalau nggak salah pas pemakaman Mas Ibrahim, kan? Kalau bukan ada alasan khusus, pasti nggak akan pernah Tante mau menginjakkan kaki ke gubuk reot Prita ini!" Prita mengutarakan semua isi hatinya, dia tahu persis seperti apa watak dan perilaku Tante Amanda.

"Eh.. eh, kok malah ngomong gitu. Nggak sopan bilang gitu di depan tamu! Memang nggak pernah berubah kamu Prita, selalu saja salah menilai kebaikan orang lain. Tante tau kamu nggak suka sama Tante, tapi jangan memendam dendam gitu juga, dong!" balas Tante Amanda tak terima perkataan Prita atas dirinya.

"Trus, Prita harus merasa tersanjung dan bahagia atas kedatangan Tante? Bukannya hidup Prita ini tak selevel hidup Tante yang berlimpah harta? Wajar dong Prita curiga, nggak ada angin nggak ada hujan Tante tiba-tiba baik begini." Prita menatap tajam Tante Amanda. Perlahan Prita bangkit dari duduknya hendak ke toilet, namun tangannya dicekal oleh Tante Amanda.

"Mau kemana kamu? Tante belum selesai bicara," protes Tante Amanda tak melepas cekalannya dari lengan Prita.

"Ya ampun, Tante! Prita mau ke toilet, sudah kebelet ini!" Dengan sekali hentakan, Prita berhasil melepas cekalan tangan Tante Amanda.

"Bilang dong kalau mau ke toilet," sungut Tante Amanda.

Johan sedari tadi hanya diam mendengarkan percakapan antara Prita dan Tante Amanda, tak ada keinginan untuk dia ikut bicara karena sibuk mengagumi kecantikan Prita.

"Tante lihat, nggak berkedip matamu itu memandang Prita, Johan! Segitu terpananya, kayak ngeliat Bidadari turun dari surga, ya!" ejek Tante Amanda menggoda Johan.

"Ah, rupanya Tante perhatiin Johan juga daritadi. Johan, jadi malu, Tante," ucap Johan tersipu malu.

"Nggak usah malu, wajar kalau kamu sampai tergila-gila sama Prita. Dia itu wanita yang rajin merawat dan menjaga tubuhnya, nggak cuman kamu doang yang berusaha menarik perhatian Prita. Tapi baru kamu yang berani langsung datang ke keluarga besar Prita untuk dikenalkan begini," ungkap Tante Amanda memuji Johan.

"Semoga saja Prita mau mengenal Johan terlebih dahulu, ya, Tante. Sebelum Johan mengajaknya ke jenjang yang lebih serius," ucap Johan penuh harap.

"Tenang saja, Prita pasti mau. Tante dukung kamu seratus persen!"

"Tante dukung asal kamu menepati janjimu kemarin." Tante Amanda memastikan Prita belum keluar dari toilet sebelum berbicara setengah berbisik pada Johan.

"Siap, Tante! Johan pasti menepati janji setelah Prita menjadi istri sah Johan." Dengan genit Tante Amanda mengerlingkan mata pada Johan, memberi tanda setuju atas perjanjian yang mereka lakukan sebelumnya.

"Ssstt... Prita sudah keluar dari toilet, biar Tante yang menyelesaikan misi kita kali ini. Kamu cukup duduk manis disitu, oke!"bisik Tante Amanda pada Johan.

Johan hanya memberi kode dengan jempol tangannya menjawab ucapan Tante Amanda, netra Johan kembali sibuk mengagumi Prita yang sudah kembali duduk disamping Tante Amanda.

"Hmm... Prita nggak mau Tante berbelit-belit lagi, jujur saja apa sebenarnya maksud kedatangan Tante Amanda kesini bersama orang ini," tunjuk Prita kearah Johan tapi pandangannya pada Tante Amanda.

"Siapa orang ini, Tante? Supir baru Tante? Tapi kalau dilihat gelagat Tante daritadi, orang ini sepertinya sangat spesial buat Tante!" tegas Prita mulai muak dengan keberadaan Tante Amanda di rumahnya.

"Sembarangan saja mulutmu itu, Prita! Orang ganteng dan tajir melintir seperti Johan ini, kok bisa-bisanya kamu pikir dia supirnya Tante. Matamu buta, ya? Nggak bisa bedain mana orang yang memang keturunan sultan! Wajar saja sih, selama ini, kan, kamu lebih memilih hidup melarat sama si Ibrahim itu!

Sehina itu Tante didalam pikiranmu, sampai memfitnah dia orang spesialnya Tante!" hardik Tante Amanda panik karena takut Johan merasa tersinggung atas ucapan Prita.

"Kok, malah jadi marah-marah sama Prita. Biasa aja, dong, kalau memang itu nggak benar. Jadi, siapa sebenarnya orang ini?" tanya Prita kembali seolah tak sudi menyebut nama Johan sama sekali.

"Perkenalkan ini Johan," ucap Tante Amanda hendak memperkenalkan Prita pada Johan, syukur-syukur Prita mau berjabat tangan dengan Johan.

"Lah, bukannya dari tadi Tante udah nyebut-nyebut nama dia berulang kali. Trus buat apa diperkenalkan lagi?" tolak Prita.

"Ish.. Kamu ini, bikin malu Tante aja! Dimana-mana, ya, namanya orang berkenalan harus seperti itu, kan? Dan kamu harusnya juga memperkenalkan diri, dan saling berjabat tangan," pinta Tante Amanda.

"Nggak perlu Tante ajarin pun Prita tahu bagaimana bersopan santun, tapi maaf Prita nggak mau berjabat tangan dengan orang yang bukan muhrim!" tolak Prita lagi.

"Tante cukup menjelaskan dengan jujur, maksud kedatangan Tante kesini serta siapa orang ini yang dari tadi matanya jelalatan terus menatap prita. Benar-benar tidak sopan!"

"Eh.. Hmm... Gimana, ya, jelasinnya. Yang pasti niat Tante baik datang kesini," ucap Tante Amanda mencoba berkelit.

"Kalau Tante nggak mau jujur, lebih baik pulang saja sekarang! Prita sibuk, mau stok barang warung sama mau istirahat!" Prita mulai jengah, dia harus tega mengusir Tante Amanda dari rumahnya.

"Jangan, gitu dong Prita! Iya... iya, Tante jujur sama kamu. Sebenarnya, Johan ini." Tante Amanda menggantung omongannya, wajahnya terlihat sedang berpikir keras menggunakan kata yang tepat.

"Sebenarnya apa, Tante" ucap Prita tak sabar hingga kedua tangannya menggebrak meja dengan keras.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status