Share

Bab Tiga

"Pergi! Cepat pergi dari sini!" teriak Prita geram.

"Nggak bisa gitu, dong, Prita! Tante, kan, lagi mikirin apa kata yang pas biar kamu nggak salah paham terus dengan yang Tante maksud nanti. Ngomong sama kamu itu, kan, harus mengikuti pola pikirmu yang rada semprul itu. Walau bagaimanapun sikap Tante dulu sama kamu, hargai sedikitlah Tantemu ini! Jadi orang, kok, nggak sabaran banget," umpat Tante Amanda.

"Dengar, ya, duhai Tante Amanda yang sangat ingin dihargai oleh orang lain. Sejatinya orang yang datang dengan niat baik, pasti akan Allah mudahkan urusannya. Nah, Tante bilang tadi punya niat baik datang kesini tapi yang Tante lakukan malah justru menghina dan menyakiti fisik Prita! Jadi, sangat jelas tidak ada kebaikan yang Tante bawa kerumah ini, tolong lebih baik pergi sekarang juga," lirih Prita tak ingin memperpanjang keributan yang terjadi.

"Tenang dulu, lah, Prita. Tante benar-benar minta maaf kalau kamu merasa tidak suka dan tersinggung dengan kehadiran Tante disini. Tante cuma prihatin sama hidup kamu sekarang, harus bersusah payah hanya untuk bisa bertahan hidup. Makanya, Tante punya niat baik mau mengenalkan Johan. Siapa tau, kan, kalian berjodoh!" terang Tante Amanda penuh semangat dan senyum sumringah.

Prita mengucek-ucek telinganya karena merasa mungkin pendengarannya yang salah. Bisa-bisanya Tante Amanda bilang barusan bahwa dia berniat baik menjodohkannya karena prihatin atas kondisi kehidupannya. Yang membuat Prita semakin heran, kenapa Tante Amanda tak menunjukkan rasa penyesalan atas tindakannya. Jelas terlihat, ada udang dibalik batu atas niat baik yang dimaksudnya tadi.

"Prita nggak salah dengar, kan, Tante? Kenapa Tante bisa prihatin sama hidup Prita, memangnya Tante tau seperti apa hidup yang Prita jalani selama ini? Jangan mengada-ada, deh!" sahut Prita ingin tahu sejauh mana Tante Amanda menilai tentang hidupnya sepeninggal Ibrahim Suaminya.

"Ya, jelas tau lah. Buktinya, sumber penghasilanmu cuman dari warung itu saja, kan? Itupun masih harus menanggung hidup Anggita beserta Suami dan anaknya. Siapa yang nggak bakalan prihatin sama kamu, sedangkan keluargamu yang lain hidup sejahtera bergelimang harta."

Memang selama ini Prita dan Ibrahim hidup sederhana, tentu saja itu karena ibrahim bukanlah berasal dari kalangan orang kaya yang bisa bergaya hidup mewah. Prita sama sekali tak mempermasalahkan hal itu, dia sangat bahagia meskipun harus hidup sederhana. Toh, semua kebutuhan mereka sangat tercukupi, bahkan memiliki tabungan yang jumlahnya tidak sedikit.

"Oh... Jadi hanya karena kami hidup sederhana, trus Tante beranggapan kami selama ini hidup sangat kekurangan? Satu lagi, Prita sangat benci keadaan seperti ini. Bukannya belajar dari pengalaman dimasa lalu, malah mau mengulang kesalahan yang sama. Prita tegaskan, tak ada hak Tante untuk menjodoh-jodohkan Prita dengan siapapun!"

"Ya, jelas berhak, dong! Jangan lupa, kamu itu keponakan Tante. Nanti apa kata orang-orang kalau Tante membiarkan saja hidupmu kesusahan seperti sekarang. Yang malu nanti Keluarga Besar kita juga, masa keluarga terpandang di kota ini keturunannya ada yang hidupnya melarat kayak kamu gini," sindir Tante Amanda.

Prita jadi teringat saat dulu dia menentang keinginan Orang Tuanya untuk dijodohkan dengan rekan bisnis keluarganya. Prita sudah terlanjur jatuh cinta pada Ibrahim yang sangat memenuhi kriteria pria idamannya.

Kakek Prita begitu sakit hati atas penolakannya, belum lagi sang Kakek didukung oleh Saudara Kandung Bapak Prita yang lain termasuk Tante Amanda. Hingga keluarlah ucapan bahwa Prita tak lagi diakui sebagai bagian keluarga besar Prawiro Hartadi.

Sepanjang perjalanan hidupnya bersama Ibrahim tak ada masalah yang berarti dalam rumah tangga mereka, justru semua masalah selalu datang dari Keluarga besar Bapak Prita. Hinaan, caci maki hingga perlakuan kasar lainnya harus Prita alami bertahun-tahun lamanya. Hingga wajar akhirnya Prita begitu sangat jengah jika harus berurusan dengan semua anggota keluarga dari pihak Bapak Kandungnya.

"Duh, Tante ini gimana sih! Bukannya Tante sendiri yang bilang, kalau Prita sudah dicoret dari daftar nama Keluarga besar Prawiro Hartadi. Kenapa justru baru sekarang mau peduli dan memikirkan apa anggapan orang lain diluar sana.

Bukannya Tante sangat senang saat orang lain turut menghina kehidupan Prita yang kalian nilai sangat menyedihkan hanya karena tak punya harta. Jadi sangat aneh kalau Tante merasa takut dipermalukan karena hidup Prita yang kata Tante melarat." Prita menjawab dengan nada sedikit mengejek, agar Tante Amanda tak lupa atas perlakuan diskriminatifnya selama ini pada dirinya.

"Ckck... Anak ini, pendendam sekali! Itu, kan, dulu! Kamu benar-benar nggak mau lagi dianggap sebagai bagian Keluarga Besar kita? Berpikirlah jernih, kesampingkan dulu egomu itu, Nak." rayu Tante Amanda selembut mungkin tentu saja bermaksud melunakkan hati Prita agar menuruti keinginannya.

"Minumlah dulu, tenangkan hatimu. Tante benar-benar minta maaf, kita lupakan masalah di masa lalu. Sekarang berpikir sedikit realistislah, pikirkan juga masa depan Aldi cucu kesayanganmu," ucap Tante Amanda terlihat tulus, tangan kanannya membantu Prita menggenggam gelas berisi teh spesial buatan Tante Amanda. Tanpa sepengetahuan Prita, Tante Amanda mengerlingkan mata pada Johan dengan senyum picik.

Prita yang setengah sadar karena kalut dengan pikiran dan hatinya, menerima begitu saja uluran gelas teh dari Tante Amanda. Bahkan Prita terkesan pasrah saat Tantenya itu membantunya untuk meminum teh itu.

Begitu banyak hal berkecamuk dipikirannya saat ini. Bayangan masa lalu begitu mencengkram kuat dalam ingatan Prita, tapi pesan almarhum Ibrahim di detik-detik terakhir nafasnya meminta Prita untuk mengikhlaskan dan memaafkan masa lalu.

"Sudah, terimakasih Tante. Prita sudah sedikit lebih tenang sekarang, maaf kalau Prita begitu emosi tadi."

Dalam hati Tante Amanda bersorak girang, dia berhasil meminumkan teh yang telah dicampurkan dengan air pemberian dukun sakti untuk menaklukkan hati Prita. Sebentar lagi dia pasti akan berhasil menjodohkan keponakannya itu dengan Johan. Bayangan imbalan yang dijanjikan Johan membuat senyum sumringah terus menghiasi wajah Tante Amanda.

"Iya, nggak apa-apa. Tante mengerti apa yang kamu rasakan. Kalau kamu nggak mau berkenalan dengan Johan sekarang, lain waktu saja kita buat janji untuk ketemu," tawar Tante Amanda karena melihat sikap Prita yang mulai berubah.

"Sekarang aja Tante, Prita nggak apa-apa. Lagian, Tante sudah meluangkan waktu untuk jauh-jauh datang kesini."

Netra Tante Amanda berbinar-binar, dukun sakti itu benar-benar bisa diandalkan. Terbukti, Prita yang beberapa menit lalu membangkang dan penuh emosi, sekarang begitu penurut padanya.

"Oh, ya. Ini Johan, dia ini pria sejati, loh! Dengan beraninya dia datang kerumah Tante untuk minta diperkenalkan denganmu. Percaya, deh, sama Tante. Setelah ini hidup kamu akan bahagia, hanya perlu jadi istri yang baik semua kebutuhan dan keinginanmu akan diwujudkan Johan. Benar begitu, kan, Johan?" tanya Tante Amanda pada Johan meminta dukungan.

"Tentu saja, Tante. Prita tak perlu lagi memikirkan soal uang, Johan akan memberinya harta berlimpah," jawab Johan bangga.

"Tuh, dengar sendiri, kan? Tante jadi saksinya disini, Johan ini CEO perusahaan makanan ringan yang pabriknya besar di jalan Mawar itu." Tante Amanda mulai membayangkan bakalan kecipratan banyak keuntungan dari pernikahan Prita dan Johan.

"Ayo Prita, berkenalan dulu sama Johan," bujuk Tante Amanda sedikit menarik pergelangan tangan Prita dan mengarahkannya ke depan Johan.

Melihat kesempatan langka ada di hadapannya, dengan sigap Johan menyambut uluran tangan Prita.

"Terimakasih Prita, sudah mau berkenalan dengan saya," ucap Johan tersipu menahan gejolak hatinya.

"Iya, sama-sama," sahut Prita datar.

"Hmm... Gimana kalau kalian pergi berdua jalan-jalan atau makan malam? Biar tambah saling mengenal. Betul, kan, Johan?" umpan Tante Amanda pada Johan yang memberi kesempatan untuk mendekati Prita.

"Tentu saja, Tante. Bagaimana kalau sekarang, waktunya pas sekali untuk makan siang," sahut Johan dengan senang hati.

"Gimana Prita, bisa, kan?" tanya Tante Amanda sangat antusias.

Prita menggeleng lemah, kata hatinya berkata tak ingin pergi tapi bisikan demi bisikan terus terdengar ditelinga membuat rancu pikirannya. Prita merasa ada yang aneh dengan dirinya, tapi seolah tak kuasa menahan sesuatu yang seperti mengendalikan pikirannya.

"Kenapa Prita? Kamu nggak apa-apa, kan, Nak?" ucap Tante Amanda bersandiwara memberikan perhatian.

Tante Amanda dan Johan saling berpandangan, mereka berdua kebingungan dengan sikap Prita.

"Kamu kelihatan tidak sehat, wajahmu pucat sekali!" pekik Tante Amanda menyadari ada yang salah dengan Prita.

"Nggak tau, Tante. Prita...,"

"Loh, Prita!" teriak Tante Amanda panik.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status