Share

Bab 2. Tak ada yang bisa.

Pemakaman Jordhy Saskara berlangsung dengan khidmat. Banyak rekan bisnis yang datang untuk menyampaikan belasungkawa. Begitupun dengan teman arisan Nadya dan juga rekan-rekan satu angkatan Greta. Semuanya datang untuk memberi penghiburan dan kekuatan.

Kini tanggung jawab Radinka semakin besar. Jika sebelumnya dia masih bisa berduksi dengan sang ayah tentang banyak hal, terutama tentang perusahaan, kini dia sendiri. Semua keputusan ada di tangannya. Terus terang itu cukup berat. Dia takut tidak akan sanggup menjadi pemimpin yang persis seperti ayahnya, yang bijaksana dan dicintai seluruh karyawan. Yang dermawan dan suka menolong. Radin masih harus banyak belajar dan berbenah.

“Mas.” Seseorang masuk ke dalam ruangan kerjanya yang sengaja dibuat minim cahaya. Radin memang masih dalam suasana berduka. Greta berjalan ke arah Radin yang berdiri tanpa tujuan di tepi jendela. Adik perempuannya itu tiba-tiba memeluknya.

Greta menangis pilu. Menumpahkan kesedihannya di dalam pelukan Radinka, satu-satunya kakak yang dia punya. Sekarang hanya ada Radin, papa Jordhy sudah pergi. Greta hanya akan berpegang pada sang kakak. Sudah tidak ada papa Jordhy yang selalu menjadi teman curhat dan tempat mengadu. Selama ini Radin sangat sibuk sehingga mereka jarang bertukar pikiran.

“Kamu yang kuat, Gre. Harus mulai belajar mandiri.”

Greta tidak menjawab. Dia hanya ingin menangis sampai puas dan lelah.

Malam harinya mereka bertiga berkumpul di meja makan. Maid sudah menyiapkan hidangan untuk makan malam. Rumah itu masih sunyi. Tidak ada yang bersemangat untuk bicara. Mereka makan dalam diam. Kursi Jordhy sengaja dibiarkan di sana. Di bagian ujung meja. Mereka yakin papa Jordhy sedang menemani mereka sekarang.

“Rad … kamu udah mikirin pesan papa?” Nadya tiba-tiba memulai pembicaraan.

“Saya nggak berencana memikirkannya.” Radinka menjawab dingin.

“Tapi kemarin kamu udah janji sebelum papa kamu menghembuskan napasnya yang terakhir.” Nadya menghentikan makannya.

“Itu hanya supaya papa bisa pergi dengan tenang.”

“Tapi kalau kamu nggak nikah, semua warisan akan jatuh ke tangan orang-orang nggak jelas. Kamu mau?” Nadya sengaja mengingatkan ucapan Roni kemarin.

‘Pak Radin harus menikah dengan perempuan itu. Kalau tidak, semua warisan Bapak Jordhy akan dilimpahkan kepada anak yatim piatu yang lebih membutuhkan.’

Radinka meletakkan sendoknya. Tidak ada kata yang terlintas untuk menjawab dengan cepat karena ini memang perkara sulit. Almarhum ayahnya tentu tidak main-main jika hal ini saja mereka taunya dari pak Roni, pengacara keluarga. Tentang warisan itu pasti sudah ada di dalam surat wasiat yang ditinggalkan almarhum ayahnya. Radinka tidak bisa sembarangan menolak jika masih ingin hidup. Dia juga harus memikirkan bagaimana ibu dan adiknya hidup jika warisan itu tidak jatuh ke tangan mereka.

“Saya akan pikirkan lagi. Ini terlalu dadakan. Mama tau gimana Sheza ‘kan?”

“Kalau dia tau, memang nggak akan setuju, Rad. Tapi masak kamu rela warisan itu jadi hak orang lain?” Nadya semakin menekan. Dia bukan tidak suka Sheza. Tapi semuanya bisa dibicarakan.

Radinka masih diam dan mengunyah makanannya lagi dengan susah payah.

“Kita bisa bilang ke Sheza kalau ini hanya sementara. Sampai semua warisan itu benar-benar jatuh ke tangan kita. Jadi dia tidak perlu khawatir kalian akan berpisah.”

“Saya pikir dulu.” Radinka mengakhiri pembiaraan.

Selama tiga hari, Nadya memberikan waktu kepada puteranya untuk berpikir. Katanya Roni menunggu kabar dari mereka. Pokoknya laki-laki itu hanya ingin melihat pernikahan Radinka benar-benar terlaksana. Nadya kesal bukan main.

Di kantor, Radinka masih belum bisa fokus sepenuhnya. Selain karena masih dalam suasana berkabung, dia pun memikirkan permintaan terakhir almarhum ayahnya. Entah siapa perempuan itu, Roni belum memberi tahu. Entah seperti apa wujudnya, berasal dari keluarga mana, pendidikan terakhirnya apa, pekerjaannya apa, Radin benar-benar buta. Bagaimana bisa dia membuat keputusan? Sekalipun ini hanya untuk sementara, mana mau dia menikah dengan gadis yang tidak selevel dengan keluarga mereka?

Sheza masuk ke ruangannya tanpa mengetuk. Perempuan cantik itu selalu ada untuknya sejak hari pertama ayahnya pergi. Ya, selain saat di rumah. Seperti sekarang, Sheza meninggalkan pekerjannya hanya untuk menemani sang kekasih. Perempuan berusia tiga puluh enam tahun itu melangkah masuk dengan pakaian ketat berbahan kaos. Sepertinya dia sengaja melepas blazer supaya lebih leluasa ‘menghibur’ Radinka.

“Sayang, lagi apa?” Sheza duduk di atas paha Radinka yang baru saja memutar kursinya, hingga posisinya menghadap ke samping. Tangan kanan perempuan itu langsung melingkar di leher Radin dan tangan kirinya bergelanyut manja di dadanya.

“Masih blank. Belum bisa mikir.” Radin berkeluh kesah. Diletakkannya kepala di cerug leher wanita itu. Aroma parfum Sheza begitu menenangkan.

“Kamu harusnya istirahat dulu, Rad. Nggak baik kalau dipaksain.” Sheza menyelipkan jari-jari lentiknya di dalam rambut Radinka yang lebat. Melakukan gerakan memijit kecil supaya laki-laki itu sedikit rileks.

“Kalau di rumah terus lebih stress. Harus kerja buat pengalihan.” Radin menjawab. Matanya sudah terpejam karena sentuhan Sheza membuatnya nyaman. As usual.

“Buktinya nggak bisa kerja juga ‘kan? Sama aja, Sayang.”

Radin berdecak. Ah pusing ngomongin kerjaan. Dia pun memeluk Sheza. Merasakan kelembutan tubuh perempuan itu di dalam dadanya. Memang hanya wanita ini yang bisa mengalihkan rasa sedihnya. Radin selalu terpacing setiap melihat Sheza memakai pakaian ketat seperti ini. Rasanya pengen bercinta sesegera mungkin. Tapi … tunggu dulu.

“Saya mau bicara.” Radin kemudian melepaskan pelukannya. Membuat Sheza sedikit siaga dengan ucapan tersebut.

“Saya dijodohkan.”

“APA!?”

“Sssssshhhh.” Radin langsung menggeleng dan mengelus pipi cantik nan mulus milik kekasihnya. “Dengar dulu.”

Dada Sheza sudah bergemuruh. Mendengar kekasihnya dijodohkan tentu langsung membuat kepalanya pusing tujuh keliling. Mereka ‘kan sudah berencana akan menikah? Pokoknya nggak bisa!

“Itu wasiat terakhir papa sebelum beliau menghembuskan napas terakhir.”

Sheza menutup mulutnya dengan satu tangan. “Serius? Kamu nggak pernah bilang, Rad!”

“Ini lagi bilang. Saya juga nggak tau harus bagaimana. Saya nggak mau dijodohkan.” Radinka memulai. Sengaja memilih kalimat yang pasti Sheza suka.

“Tapi … kalau saya nggak nikah sama perempuan itu, semua warisan papa akan dilimpahkan ke anak yatim piatu.”

“Nggak masuk akal!” Sheza kembali berdebar. Baginya ini sangat lucu, tapi cukup genting jika memang pengalihan warisan itu benar adanya. Dia cinta sih ke Radin, tapi kalau pada akhirnya dia jatuh miskin, Sheza tentunya akan berpikir dua kali.

“Ya, dan percayalah saya sudah menolak. Tapi mama memaksa. Saya terjepit. Saya juga tidak tau siapa perempuan itu dan nggak mau tau. Saya hanya mikirin kamu. Tapi mama nggak mau warisan itu jatuh ke tangan orang lain.”

“Terus?” Kedua mata Sheza sudah memerah. Terbayang sang kekasih akan menikahi perempuan lain. Ah, mana sudi!

“Saya masih mikir. Saya mau tanya pendapat kamu juga. Kata mama ini hanya sementara, sampai semua warisan resmi jatuh ke tangan kita.”

“Dan kamu setuju??!!” Sheza mulai memekik, plus berdiri dari atas pangkuan Radinka. Tidak! Tidak bisa! Meski hanya sementara, tapi orang-orang akan tau kalau Radinka sudah menikah. Lantas bagaimana nasibnya? Apa statusnya akan berubah jadi pelakor? Oh Tuhan!

“Sheza Sheza Sheza.” Radin menangkap pinggang Sheza yang sudah kabur dari dirinya. Saat dia berhasil membalikkan tubuh ramping itu ke dalam pelukannya, dia melihat air mata sudah membasahi pipi perempuan itu. Saat itu juga Radinka merasa bersalah. Dia membawa Sheza ke dalam pelukannya dan mengurungnya dalam dekapan hangat.

“Selama dua tahun ini aku nggak keberatan kita backstreet, Rad! Aku menunggu momen kamu secara resmi melamar aku di depan semua orang! Bukan malah kayak gini!” Sheza terus terang mengutarakan isi kepalanya dengan jujur. “Apa kata orang kalau akhirnya kamu menikah dengan perempuan lain, padahal selama ini yang mereka tau pacar kamu itu adalah aku?!”

Radinka mengusap punggung dan kepala Sheza berkali-kali. Dia sangat paham perasaan Sheza. Dulu, Radin yang meminta supaya mereka tidak go public karena terlalu beresiko. Tapi Radinka janji akan menikahi Sheza, suatu saat. Kalau jadinya seperti ini, tentu saja Sheza akan kecewa berat.

Setelah tangis Sheza sedikit reda, Radinka membuat jarak lagi. “Saya paham, Sheza. Tapi Saya juga harus mikirin nasib mama dan Greta kalau semisal warisan itu hilang. Jangankan mereka, saya juga akan jatuh miskin, Sayang. Kamu mau nikah sama saya kalau udah miskin?”

Glek!

“Ya … ya … kamu mau kasih makan apa aku kalau nggak punya duit? Aku realistis aja, Rad.”

“Nah itu.” Radin mengusap pipi Sheza yang basah. “Justru karena saya ingin memperjuangkan masa depan kita juga. Saya janji ini nggak akan lama.”

Sheza terdiam. Sepertinya Radin sudah membuat keputusan tanpa meminta pendapatnya. Sebenarnya laki-laki ini hanya ingin memberi tahunya saja.

“Tapi kamu nggak bisa tidur sekamar sama dia!”

“Pasti.”

“Kamu nggak bisa pegang-pegang!”

“Never. Saya cuma mau pegang kamu.”

“Nggak boleh ninggalin aku demi dia!”

“Ya jelas dong. Saya nggak akan peduli dia mau hidup atau mati. Saya akan selalu ada untuk kamu.”

Ya sudah, Radin sudah berjanji dan kelihatannya dia serius. Sheza pun lega dan kembali memeluk Radinka. Dengan sangat erat karena dia tidak ikhlas membagi raga pria ini dengan perempuan manapun.

“Kamu sengaja pakai baju ketat gini?” Radin kemudian mengalihkan percakapan.

“Nggak sengaja. Memangnya kamu pikir sengaja untuk apa?”

“Mau godain saya barang kali?”

Sheza mendongak dan tresenyum. Memamerkan leher putinya yang jenjang dan berujung pada belahan dada yang begitu menggoda.

“Mana ada yang bisa gantiin kamu, Shez.” Radinka langsung mengangkat tubuh sintal Sheza dan mendudukkannya ke atas meja kerja.

“Buktikan, Sayang.”

***

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Diah Widyatie
Radinka awalnya sok nolak perjodohan... akhirnya...pasti bucin sebucin2nya sama Cahaya Kemilau... hhhhhhmmmm... hehehehe... tinggal kita tunggu jalan ceritanya & intrik2nya sampai akhir... :-))
goodnovel comment avatar
Neng Onyon
blm apa dh mikir hidup Mila akan seperti dineraka... sad
goodnovel comment avatar
winter taevee
kasian Mila udah kehilangan ortu bakal nikah sama laki2 yg modelan begini.. mending dia jd anak panti
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status