“Bu, ini nggak serius ‘kan??”
“Ibu serius, Nak. Sini dengar dulu. Ibu belum selesai.”Kemilau menolak untuk melanjutkan pembicaraannya dengan ibu Sulis yang menurutnya sedikit gila. Perjodohan? Apa-apaan? Dia masih kuliah. Pacaran saja nggak mau, apalagi menikah.“Ini nggak masuk akal, Bu. Aku nggak mau menikah!”“Ini amanah orang yang sudah pergi duluan meninggalkan kita, Mil. Kalau nggak dilaksanakan, Ibu takut kualat.” Sulis berusaha membujuk.“Tapi kenapa harus Mila, Bu? Kenapa nggak Gisel? Gisel jauh lebih cantik, barangkali putera pak Jordhy lebih tertarik. Lagian aku masih kecil, Bu. Pleaseee.” Mila tidak tau bagaimana lagi caranya untuk menolak. Dia memang beberapa kali mengobrol dengan pria tua bernama Jordhy Saskara itu, tapi rasanya tidak bisa dibilang sangat dekat sampai-sampai dia berniat menjadikan Kemilau sebagai menantunya. Tolong masuk akal lah sedikit.“Ibu juga nggak tau, Mil. Permintaan ini sudah lama disampaikan almarhum ke Ibu. Beliau adalah donatur terbesar kita, Mil. Ibu pengen mewujudkan permintaan terakhir beliau. Lagian hidup kamu bisa lebih sejahtera kalau sudah menikah, Mil. Kamu mau jadi pengacara ‘kan? Barangkali suami kamu nanti bisa bantu wujudkan mimpi kamu.”Kemilau memilih untuk masuk ke kamar dengan pembicaraan yang belum berakhir. Seketika otaknya buntu. Mimpi-mimpi yang selama ini dia punya seperti buyar begitu saja. Status ‘donatur terbesar’ itu membuat kepala Kemilau hampir pecah. Kalau bukan karena pria itu, mungkin dia dan adik-adiknya tidak akan bisa makan dan mengenyam pendidikan yang layak.Kemilau tidak menyapa ibu Sulis selama dua hari gara-gara pembicaraan itu. Setelah pikirannya tenang, Mila memilih untuk meminta pendapat orang yang dia percaya.“Dev, lo buru-buru pulang?” Sedetik setelah dosen mengucapkan salam penutup mata kuliah, Mila langsung memiringkan tubuhnya ke samping, ke arah Devara yang duduk di kursi sebelahnya.“Enggak, Mil. Kenapa?”“Kantin yuk? Gue mau cerita.”Devara oke-oke aja. Dia malah senang berduaan dengan perempuan ini. Mereka membereskan buku serta peralatan menulis dan langsung cabut dari kelas. Berjalan beriringan menuju kantin yang ada di lantai dasar.“Lo mau makan apa? Sekalian gue beliin.” Setelah memilih satu meja, mereka meletakkan barang. Lalu Mila menawarkan.“Gue aja, Mil. Nggak enak dibeliin sama cewek.” Deva menolak dengan halus.“Gue juga nggak enak lo traktir terus, Dev! Kali-kali gue yang bayar.”“Udah, duduk.” Devara menyentuh kedua pundak Mila dan membuat perempuan itu terduduk di kursi. Ini yang Mila tidak suka dari Devara. Kenapa laki-laki ini berpikir kalau dia berkewajiban membayari Mila dan selalu mentraktir adik-adik panti asuhannya?“Oke. Lo beli punya lo dulu aja, gue milih menu bentar.” Mila menunjuk buku menu.“Chat gue kalau udah ada.”Mila membentuk jari-jarinya menjadi huruf O. Setelah itu Deva meninggalkan meja, berjalan menuju satu stand. Lima menit kemudian, dia kembali ke meja, dia terkejut karena Mila sudah membeli makanannya sendiri. Kapan dia bergerak? Perasaan sejak tadi Deva mencuri pandang ke arah sini, Mila sama sekali tidak meninggalkan meja.“Lo kok udah beli, Mil? Kan gue bilang chat gue aja.”Mila memutar bola matanya. “Duduk, Dev. Gue mau cerita.” Malas juga meladeni sikap Deva yang terlalu berlebihan. Disedotnya jus mangga supaya kerongkongannya basah dan lancar dalam berbicara.Devara duduk dengan hati yang sedikit tidak puas. Tapi ya sudahlah. Besok-besok dia tidak akan membiarkan Mila membeli makanannya sendiri. Deva lalu mengaduk sambal di dalam kuah bakso yang dia beli. Masih panas dan berasap. Mila juga mengaduk batagor di hadapannya.“Kenapa, Mil?” Devara mendekatkan sesendok kuah baso ke dalam mulut dan menyeruputnya.“Dev, gue dijodohkan.”“Uhuk! Uhuk!!”“Dev! Hati-hati!” Mila mengambil minuman Deva dan menyodorkannya kepada pria itu. Batuk Devara yang cukup kencang membuat pengunjung kantin sedikit memberi perhatian.Deva meneguk habis air mineralnya. Matanya berkaca-kaca. Sial! Kuahnya terlalu pedas!“Sori sori. Gimana … tadi? Uhuk! Lo dijodohkan?” Deva berusaha mengatur pernapasannya.Kemilau mengangguk. “Gue nggak tau kenapa bu Sulis mau-mau aja menyetujui perjodohan itu.”Mendengar ucapan Mila, membuat Deva sedikit lega. Berarti perempuan ini tidak ingin dijodohkan. Baik. Yang harus dia ketahui sekarang adalah, siapa orang yang dijodohkan dengannya.“Memangnya siapa yang dijodohkan ke lo?”“Putra salah seorang donatur panti, Dev. Almarhum pengusaha Jordhy Saskara. Lo tau nggak?”Devara menggeleng. “Orang kaya ya?” tanyanya skeptis. Donatur sudah pasti orang kaya ‘kan? Pengusaha pula.“Dia donatur pokoknya. Gue nggak tau sekaya apa, Dev. Gue harus gimana? Gue pacaran aja nggak kepikiran, apalagi nikah, Dev. Sama orang yang nggak gue kenal pula.” Mila menghentak sendoknya ke atas piring. Selera makannya benar-benar hilang.Deva juga sama. Setelah keselek, dia urung melanjutkan memakan basonya.“Lo udah bilang ke bu Sulis kalau lo nggak mau?”“Udah. Tapi ibu bilang, kalau tanpa beliau, mungkin gue dan adik-adik gue nggak akan bisa sekolah sampai sekarang. Gue jadi terbeban, Dev.”“Ya nggak bisa gitu juga dong. Seakan-akan bu Sulis lagi taruh semua beban itu di pundak lo. Lo harus nolak, Mil.”Berbeda dengan Gisel. Malam harinya, Mila bercerita kepada sahabatnya itu. Kebetulan Gisel sedang off kerja di supermarket.“Bagus dong, Mil! Kapan lagi lo bisa hidup enak? Mumpung masih muda.” Gisel malah memberi dukungan kepada Kemilau. Sahabat seumurannya itu sepertinya sudah sangat tau bagaimana kehidupan Mila setelah ayah ibunya meninggal.“Tapi gue nggak kenal orangnya, Sel!”“Sebelum nikah pasti kenalan dulu ‘kan?”“Iya sih, tapi … ini perjodohan Gisel, barang kali lo belum paham. Nikah paksa! Mana ada dalam bucket list gue yang beginian. Gue masih mau ngejar cita-cita gue jadi pengacara.” Mila frustasi. Entah kenapa Gisel pun mendukungnya.“Siapa tau suami lo bisa wujudin cita-cita lo?”Kemilau pun semakin pusing karena Gisel malah sepemikiran degan ibu Sulis. Huftt!***“Masih jauh lagi nggak sih?” Greta melihat map yang ada di dashboard mobil Radin. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan menuju sebuah panti asuhan. Katanya calon istri Radinka itu tinggal di sana. Satu fakta lagi yang membuat mereka semua pesimis akan sosok perempuan yang digadang-gadang alamarhum ayah mereka cukup pantas menjadi pendamping seorang penerus Saska T&G.“Nanti mentok di depan, trus belok kiri. Sampai.” Radinka menjawab. Kata map sih begitu.“Awas aja kalau nggak ada hasil.”Sheza yang duduk di sebelah Radinka menoleh ke belakang. “Kamu beneran berhenti jadi dokter, Gre?” Dia mencoba melanjutkan obrolan yang sudah berhenti sejak lima belas menit yang lalu. By the way, Sheza lebih tua enam tahun dari Greta. Dia sudah menganggapnya sebagai adik.“Beneran, Kak. Aku trauma. Pegang papa malah ko’it.”“Nggak gitu juga, Gre. Udah takdir, mau diapain? Sayang loh ilmunya.”“Nanti deh, Kak. Aku mau rehat dulu. Mau liat calon istri mas Radin kayak apa dulu. Gatel pengen nindas.”“
“Bu, jujur sama aku. Apa pak Jordhy menyimpan rahasia lain yang aku nggak tau?” Setelah yang ada di ruangan itu hanya tinggal mereka berdua, Kemilau kembali mempertanyakan kebenarannya. Dia yakin, anggota keluarga Jordhy yang kaya raya itu, tidak mungkin menyukainya begitu saja. Dibandingkan mereka semua, Mila tak lebih dari seorang upik abu. Mustahil mereka mau menerima Kemilau sebagai menantu.“Nggak ada rahasia-rahasiaan, Mil. Tuan Jordhy itu sungguhan kagum sama kamu. Katanya kamu pantas menjadi istri untuk Radinka. Ibu juga kurang paham, Mil, tapi Ibu memilih untuk percaya saja sama omongan alamarhum.” Sulis kembali duduk di sofa. Selama lima tahun mengenal Jordhy, Sulis tau pria itu tidak pernah salah dalam menilai sesuatu. “Atas dasar apa, Bu? Aku masih muda. Bandingin om Radinka, umur aku jauh di bawah dia. Aku juga masih kuliah. Apa yang mereka harapin dari aku, Bu?” Kemilau ikut duduk dan memegang kedua tangan Sulis. Wanita ini sudah dia anggap sebagai ibu sendiri. Dia berh
“Greta?! Ayo, buruan! Pak Kirno sudah stand by di bawah.” Nadya sedikit berteriak memanggil putri bungsunya yang tak kunjung turun dari kamarnya yang ada di lantai dua. Siang ini mereka akan menjemput Kemilau, seperti janji mereka kepada Sulis kemarin. Semakin cepat pernikahan itu terlaksana, semakin cepat pula harta warisan Jordhy pindah nama menjadi milik mereka.Suara derit pintu terdengar dari atas. Lalu disusul derap langkah tergesa menuruni tangga. Itu sudah pasti Greta.“Duh, Ma. Kayak yang penting banget sih pergi ke sana? Sampai aku diburu-buru gini.” Wanita berusia tiga puluh itu ngedumel sambil memasang anting di kedua telinganya. Kini dia berhadapan dengan Nadya yang sudah menunggunya di ruang tamu.“Kita harus berjuang, Gre. Ini cuma sebentar kok. Ayo.” Nadya berdiri dan berjalan ke arah pintu utama. Greta mengekor saja tanpa berkata-kata lagi. Kedua antingnya sudah menempel sempurna di daun telinga. Clutch yang dia jepit di ketiak kini berpindah ke telapak tangan.Kirno,
Selama dalam perjalanan menuju kediaman Saskara yang berada di pusat ibu kota, Nadya dan Greta mengajak Kemilau berbicara tentang banyak hal. Mereka tidak membiarkan gadis itu kesepian. Mila juga dengan senang hati membuka diri. Dia menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh kedua orang itu. Obrolan mereka sedikit mengobati hati Mila yang sedang galau. Oke, abaikan dulu tentang firasatnya kemarin. Harapan Kemilau teramat besar, kelak Greta dan Nadya ini benar-benar bisa menjadi ibu dan saudara perempuan baginya. “Pokoknya, Mil. Apa aja yang mengganggu pikiran kamu, jangan sungkan untuk kasih tau ke kita. Kita maunya kamu nyaman di rumah. Apalagi mas Radin itu sedikit sibuk. Kamu bisa-bisa jarang ketemu sama dia. Kalau kamu nggak punya teman, cerita ke aku aja nggak apa-apa.” Greta kembali menebar racun di dalam pikiran Kemilau. “Betul banget, Mil. Kalau kamu kesepian, main aja ke kamar Greta. Dia sekarang lagi nggak kerja. Jadi, bakalan sering di rumah.” Nadya menambahi.Fix,
Kemilau masih mematung di tempat persembunyiannya. Suara desahan dua sejoli yang sedang bercinta di balkon sebelah membuat sekujur tubuhnya kaku. Punggungnya bersandar di tembok pembatas dan kepalanya tertunduk menatap lantai marmer yang ada di bawah kakinya. Radinka dan perempuan itu … ternyata mereka mempunyai hubungan khusus. Saat ke panti asuhan kemarin, mereka bahkan datang bersama menghadap ibu Sulis. Kenapa bisa? Apakah wanita itu merestui kekasihnya menikah dengan perempuan lain? Bisa dibilang, Kemilau hanyalah seorang bocah ingusan bila dibandingkan dengan dirinya. Why? Apa mereka hanya teman bercinta biasa sehingga tidak ada ikatan yang serius?Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Kemilau tersentak. Pertanyaan-pertanyaan yang bermunculan di dalam kepalanya lenyap seketika. Dengan langkah pelan dia kembali masuk ke kamar dan berjalan menuju pintu. “Nona, makan malam sudah siap. Nona sudah ditunggu di meja makan.” Salah seorang maid yang ditugaskan Nadya datang untuk meny
Satu minggu berlalu tanpa terasa. Sudah satu minggu pula Kemilau tinggal di kediaman Saskara dan mengurus segala hal yang berhubungan dengan pernikahan dia dan Radinka. Laki-laki yang justru tidak pernah terlihat batang hidungnya di rumah. Pasang surut rasa sedih dan takut, berkali-kali dialami oleh gadis itu. Semakin mendekati hari pernikahan, rasanya semakin galau, berdebar, putus asa. Semuanya bercampur aduk menjadi satu.Namun seperti biasanya, Nadya dan Greta seperti dua malaikat yang selalu ada untuknya. Menghapus air matanya dan menghiburnya setiap kali dia bersedih. Menguatkan Mila dengan janji kalau pernikahan ini adalah yang terbaik untuk dia dan Radinka. Sampai-sampai Kemilau sangat percaya kalau kedua perempuan dewasa itu benar-benar menyukainya. Hari pernikahan pun tiba. Pagi harinya Mila sudah dirias dengan begitu cantik dan sudah memakai kebaya yang dibeli minggu lalu. Ibu Sulis dan suaminya sudah datang sebagai perwakilan dan saksi dari pihak keluarga Mila. Gisel dan
Satu jam kemudian Kemilau tersadar dan mendapati dirinya sudah berada di kamar hotel tempatnya dirias tadi pagi. Tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Mila berusaha mengumpulkan tenaganya untuk duduk di kasur walaupun kepalanya masih sangat pusing. Dia langsung teringat kalau tadi dia masih berada di ballroom hotel karena acara pernikahan dia dengan Radinka masih berlangsung.Ah, Kemilau kembali mengingat apa yang sudah terjadi sebelum dia pingsan tadi. Perbuatan Radinka yang sudah mempermalukan dia sebagai wanita yang baru saja resmi dia jadikan istri. Di hadapan semua orang, laki-laki itu malah memamerkan Sheza dan menunjukkan kekagumannya kepada kekasihnya itu. Bukan hanya itu, rasa sakit Kemilau juga seakan bertambah ketika sang ibu mertua dan kakak iparnya jelas-jelas tidak berada di pihaknya, seperti yang mereka lakukan selama satu minggu ini. Hati Kemilau berdebar begitu kencang. Apakah aslinya mereka hanya bersandiwara?Kemilau memandang cincin yang melingkar di jari manis tan
Kemilau masih belum bisa melupakan isi WC yang barusan dia bersihkan. Sampai sekarang perutnya mual dan menolak untuk memakan jatah makan malam yang diberikan Maria. Setangkup nasi, sepotong tahu dan sepotong tempe. Sangat kontras dengan makanan yang dia makan selama seminggu belakangan. Air mata Mila lagi-lagi terjatuh meratapi nasibnya yang sangat menyedihkan. Bahkan menu di panti masih lebih mausiawi dari pada ini.Perut Kemilau sudah keroncongan. Sejak siang tadi dia memang belum makan. Di resepsi hanya makan sedikit. Mana bisa makan banyak kalau gaun ketat seperti itu? Dan sampai sekarang perutnya sama sekali belum terisi. Apalagi visual kamar mandi itu sudah membuat pikirannya terkontaminasi. Selera makannya hilang begitu saja. Sekarang dia memaksa kedua matanya untuk terpejam. Dipeluknya dirinya sendiri, dan lututunya ditekuk sampai ke dada. Tidak ada selimut di sini. Bahkan kasur yang diberikan kepadanya tidak ada alas. Mila tau Nadya pasti sengaja melakukan ini supaya dia te