Share

32. Harus Dihukum

Penulis: Dinis Selmara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-06 21:59:52
Serayu mengerjap kaget ketika Abra menyentil dahinya ringan. “Bersemangat sekali kamu mau pisah dari saya,” ucap Abra datar, lalu turun dari mobil, meninggalkan Serayu yang masih melongo tak percaya–sambil mengusap keningnya.

Serayu tersentak ketika mendengar bunyi bagasi belakang terbuka—kode jelas dari Abra agar ia membawa sendiri barang belanjaannya. “Sumpah ya, Mas Abra!” gerutunya kesal, menahan napas jengkel.

Abra tetap membawa semua kantong belanjaan Serayu, meski tadi wanita itu sempat menolak.

Setibanya di kamar, sementara Abra mandi, Serayu merebahkan tubuh di atas ranjang dengan kaki masih menjuntai ke lantai. Tatapannya yang semula tertuju pada langit-langit kamar kini beralih ke deretan bag belanjaan di sisi ruangan.

Pikirannya kembali melayang pada sosok Abra. Kenapa lelaki itu terasa sedikit berbeda beberapa hari ini?

“Ah, mungkin ini hadiah sebelum perpisahan,” gumamnya lirih, mencoba menertawakan pikirannya sendiri.

Namun seketika wajahnya memanas saat bayang lin
Dinis Selmara

Eyy... hukuman apa? Mau dong dihukum eh

| 18
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (21)
goodnovel comment avatar
Adelia Chubby2499
dibilangin kalau emang udah jatuh cinta sama Serayu ngomong nggak usah gengsi digedein dari sikap kamu tuh bikin serayu bingung tahu nggak sih kamu itu benar-benar jatuh cinta sama dia atau sekedar akting belakang
goodnovel comment avatar
Adelia Chubby2499
hukuman apa we yang kamu maksudkan Abra nggak usah aneh-aneh kan pernikahan kalian itu hanya sekedar status nggak beneran kan jadi nggak usah minta yang aneh-aneh ya sebagai hukuman yang harus dilakukan oleh Serayu ngawur kamu
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Abra jangan obrak abrik hatinya Serayu, ingat ya restu dari mama mu belum ada untuk Serayu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   59. Jangan Minta Pergi Lagi

    Serayu melangkah cepat di lorong rumah sakit. Hari ini rasanya panjang sekali dan ia hanya ingin segera pulang. Langkahnya semakin cepat, hampir tergesa.Namun, saat tengah terburu—sesuatu menghalangi jalannya. Kaki Aileen tiba-tiba terulur di depan, membuat Serayu tersandung. Tubuhnya oleng, hampir saja terjatuh kalau saja tidak ada tangan kuat yang spontan menahannya dari arah berlawanan.“Ups, maaf,” ucap Aileen santai, menyeringai tanpa rasa bersalah sedikit pun sebelum berlalu, meninggalkan Serayu begitu saja—yang berada dalam pelukan Sedanu.Serayu cepat berdiri tegak. Sementara tatapan Sedanu terlihat khawatir.“Kamu nggak apa-apa?” tanyanya pelan.“Nggak apa-apa, Dok. Cuma kaget. Terima kasih, ya.”Serayu pun pamit undur diri mengaku ingin segera pulang dan Sedanu mempersilakan.***Serayu berdiri di depan kamar unit di tower sebelah. Ia mengetuk pintu, lalu menutup lubang intip di pintu dengan telapak tangannya.“Siapa?” Suara dari dalam membuatnya mendengus kesal. Alih-alih m

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   58. Tak Ada Kabar

    Pagi harinya, saat hendak berangkat, Serayu melihat gantungan paperbag di depan pintu kamarnya. Di dalamnya ada roti isi, sebotol susu, dan selembar catatan kecil berisi pesan singkat untuk tidak melewatkan vitamin.Tidak ada tertulis dari siapa, tapi Serayu tahu betul tulisan itu milik Abra.Sayang, ia sudah sarapan. Namun, Serayu tetap membawa paperbag itu bersamanya.Begitu keluar dari kos, sebuah mobil membunyikan klakson pelan menyita perhatian Serayu.“Nona Serayu?” sapa seorang pria muda keluar dari balik kemudi.Lelaki itu memperkenalkan diri sebagai sopir yang diutus Abra untuk mengantarnya ke rumah sakit. Serayu sempat menolak, tapi si sopir memohon dengan wajah sungguh-sungguh. Katanya, ia tidak akan dibayar jika Serayu tidak ikut bersamanya. Lihatlah, betapa semena-menanya Abra menekan dirinya. Dengan napas berat, akhirnya Serayu menyerah dan masuk ke mobil itu.Siang menjelang, jam istirahat tiba. Serayu memberanikan diri mendatangi ruang pribadi Abra. Dua kali ia menget

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   57. Layu Sebelum Berkembang

    Abra menatap wajah yang terlelap di hadapannya. Ia bersimpuh, jemarinya terulur merapikan helaian rambut yang menutupi wajah mungil itu.Ia memang mengaku tak mencintai wanita ini, tapi mengapa rasanya tak rela berpisah? Gundah setiap jauh, takut kehilangan setiap kali bayangan perpisahan melintas di benak.Wanita ini terlalu berisik bagi dirinya yang terbiasa tenang. Terlalu manja untuk seseorang sekeras dirinya.Namun, Abra bertanya-tanya. Seperti apa cinta yang membuat wanita ini bisa bertahan di sisinya? Karena dulu, saat ia mengira telah memeluk cinta, ia justru tertampar oleh pengkhianatan.Ia tak sanggup membayangkan kehilangan wanita ini, terlebih melihatnya bersama lelaki lain. Abra menunduk, senyum tipis terbit di bibirnya saat jemarinya mengelus pipi Serayu, wanita itu justru semakin terlelap.Salah satu hal yang ia takutkan, Serayu akan terbiasa tanpa dirinya. Nyaman bersama orang lain. Tidak boleh. Tak seorang pun boleh menyentuh apa yang menjadi miliknya.Pandangan Abra j

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   56. Pengakuan Abra

    Di sebuah kafe, Aileen duduk berhadapan dengan Riani. Di antara piring yang sudah setengah kosong, Aileen mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya dibuat serendah mungkin. “Tante, waktu Serayu menikah dengan Abra… maaf … pihak keluarga nggak cari tahu dulu soal bibit, bebet, bobotnya?” tanyanya pelan. Pertanyaan ini sudah lama ia pendam. “Dari status sosial saja sudah jelas timpang, kan?” Riani meletakkan sendoknya, menatap Aileen sejenak sebelum menjawab. “Tante sempat minta papa Abra mencari tahu,” katanya akhirnya. “Tapi waktu itu Abra menjamin dirinya untuk Serayu.” Aileen menahan kesal, mendengarnya. “Karena punya latar belakang pendidikan yang sama dengan Abra, papanya juga nggak banyak nuntut,” lanjut Riani, menyeruput minumannya pelan. “Kamu tahu sendiri kan, Abra itu orangnya seperti apa. Kalau dia sudah bilang A, nggak ada ruang buat nego. Papanya juga seyakin itu sama anak sulungnya. Abra tidak pernah mengecewakan papanya. Makanya percaya banget orang tua itu.” Aileen men

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   55. Istri Dokter Abra

    Serayu memilih tidak menjawab. Tidak ada gunanya juga ‘kan? Mau apa memangnya tanya-tanya. Sesuatu yang dipaksakan tidak akan pernah berakhir baik. Lagipula, toh, mereka akan segera berpisah. “Rayu,” panggil Abra. “Kembali saja pada rencana awal Mas … berpisah,” ucap Serayu akhirnya. Namun pelukan Abra justru mengerat, seolah menolak setiap kata yang baru saja diucapkannya. Pagi harinya, ketika Serayu membuka mata, Abra sudah tidak ada di sisinya. Hangatnya malam tadi terasa seperti mimpi. Ada setitik kecewa yang sempat menelusup di hatinya karena Abra tidak ada saat ia membuka mata, tapi cepat ia tepis. Pandangan Serayu jatuh pada meja makan kecil di dapur mungilnya. Di atasnya tersaji sarapan, wadah berisi obat, dan segelas air yang sudah disiapkan. Di sampingnya, selembar kertas kecil bertuliskan ucapan selamat pagi. Abra pamit untuk bekerja. Lelaki itu menulis pesan agar Serayu menghabiskan sarapannya dan kembali beristirahat. Membaca itu, Serayu memeriksa dirinya sendiri—tubu

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   54. Tidak Akan Pergi

    Abra tidak menyukai sikap Serayu yang tiba-tiba pergi hanya karena menerima telepon—entah dari siapa. Dirinya saja berulang kali mencoba menghubungi sejak kemarin, tapi tak digubris.Begitu ia mendekat, suara Sedanu terdengar. Seketika rahang Abra menegang. Tanpa berpikir panjang, Abra memeluk Serayu dari belakang. Niatnya hanya ingin menghentikan percakapan itu, tapi seketika ia terpaku. Aroma tubuh Serayu yang lembut, yang kemarin hanya ia hirup dari yang tersisa samar di kamarnya, kini ia mencium aroma tubuh itu dengan rakus.Serayu buru-buru menenangkan keresahan Sedanu, mengatakan kalau kondisinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia baru saja akan menutup percakapan, tapi belum sempat, Abra tiba-tiba mengambil alih ponselnya dan memutus sambungan itu–membaca nama yang tertera di layar—memastikan.“Sejak kapan kamu memanggil residen itu ‘Mas’?” suaranya datar, tapi tajam.“Memangnya penting, ya?” sahut Serayu kesal, merebut kembali ponselnya dari tangan Abra.“Panggil saja di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status