“Bisa, Mas,” balas Serayu, kembali menunduk menikmati sarapannya.Abra tak bergeming. Pandangannya terarah penuh pada wajah Serayu. Sesekali, ketika Serayu mengangkat mata, tatapan Abra masih betah hinggap padanya. Serayu buru-buru kembali menunduk—mengalihkan pandangannya berlari ke kiri, ke kanan, ke mana saja, asal tidak beradu dengan mata lelaki itu.“Berangkat sama saya,” titah Abra.“Terima kasih,” ujar Serayu saat Abra meraih piring bekas makan Serayu yang sudah kosong. “Tidak usah, Mas. Saya berangkat sendiri saja,” sahut Serayu kemudian, menolak halus.“Kamu ini kerjanya melawan—”“Itu yang terbaik untuk hubungan Mas Abra dengan dokter Aileen,” potong Serayu cepat. Suaranya getir, namun ditahan agar tetap tenang. “Ah, iya… sebaiknya Mas bilang saja pada beliau kalau pernikahan kita ini hanya hitam di atas putih. Jangan sampai beliau merasa terganggu—”“Bicara apa kamu?” pangkas Abra. Kata-kata Serayu mendadak terhenti saat punggung tangan Abra menempel di keningnya. Lelaki itu
Last Updated : 2025-09-21 Read more