Share

7. Siap Berpisah?

Author: Dinis Selmara
last update Last Updated: 2025-09-19 17:00:28

Sapa sopan dan hangat dari suara lembut dr. Aileen pada Abra membuat beberapa rekan koas Serayu membulatkan mata, mereka sangat menanti reaksi Abra.

Namun, seperti biasanya Abra berlalu tanpa menanggapi. Itu hal yang sudah biasa bagi mereka karena hampir pada semua orang Abra bersikap seperti itu.

“Dok, sabar ya. Dokter Abra memang begitu,” celetuk seorang koas membuat Aileen menoleh.

“Benarkah?” tanyanya dan yang lain mengangguk membenarkan. Aileen pun ikut mengangguk pelan seolah paham.

Pertemuan Serayu dengan Aileen pun berlalu sekilas, tapi cukup meninggalkan gelombang resah di hati Serayu.

Sore harinya, Serayu melangkah keluar dari IGD, bersiap untuk pulang. Langkahnya terhenti ketika pandangannya jatuh pada sosok Abra yang berdiri di lorong sepi. Sesaat kemudian, lelaki itu menoleh. Serayu hanya mengangguk hormat lalu kembali melanjutkan langkah.

Namun suara berat itu menyusulnya dari belakang.

“Pulang dengan saya,” ucap Abra, membuat Serayu berhenti dan menoleh.

“Pulang dengan saya, Serayu,” ulangnya, lalu meninggalkan Serayu.

Dua kali mengulang ucapan yang sama masih membuat Serayu ragu. Pasalnya beberapa hari terakhir mereka saling diam, mengapa kini Abra tiba-tiba mengajaknya pulang? Bimbang, ia tetap melangkah menuju halte.

Siapa sangka, mobil Abra sudah menunggunya di sana. Tanpa banyak pikir, Serayu langsung masuk.

Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan yang terjalin. Hening. Bahkan ketika Abra membelokkan mobil ke arah yang berbeda dari jalan menuju apartemen mereka, Serayu tetap diam. Kini mobil berhenti di depan sebuah butik. Baru kali itu Serayu menoleh, tatapan penuh tanya itu bertemu dengan mata Abra.

“Malam ini ulang tahun Vera, ada acara makan malam di rumah,” jelas Abra singkat.

“Tidak perlu fitting banyak baju. Pilih saja mana yang pantas,” titahnya lagi. Ia menambahkan kalau dirinya juga akan mencari pakaian.

Serayu tetap diam, menurut saja. Ia langsung memilih pakaian dengan bantuan staf butik, hingga akhirnya menjatuhkan pilihan pada dress pendek hitam berlengan panjang. Sederhana tapi manis, apalagi ketika dipadukan dengan make-up tipis yang mempertegas kecantikannya. Rambutnya ia biarkan tergerai bergelombang alami.

Saat keluar dari ruang rias, matanya langsung bertemu dengan tatapan Abra yang kebetulan sedang mengangkat kepala–lelaki itu duduk di sofa. Keduanya sama-sama terkejut. Tidak janjian, mereka memilih warna pakaian yang sama.

“Saya sudah selesai,” ucap Serayu lirih, sementara Abra tetap diam menatapnya. Ia menggigit bibir bawah, takut Abra tidak menyukai pilihannya. “Apa dress-nya tidak bagus?” tanyanya pelan.

Abra terdiam sejenak, lalu berkata, “Dress-nya bagus. Orang yang memakainya yang jelek.”

Lelaki itu pun beranjak dari duduknya keluar dari butik.

Serayu mengejarnya dengan kedua tangan terkepal, menahan kesal. Abra memang tidak pernah menyaring kalimatnya kalau bicara.

Sesampai di rumah orang tuanya, suasana sudah ramai. Keluarga besar berkumpul, begitu juga teman-teman Vera. Kedatangan Abra dan Serayu seketika menjadi pusat perhatian karena pakaian mereka yang senada. Padahal dress code malam itu adalah putih.

“Mas, kita salah kostum, deh,” bisik Serayu pelan, wajahnya sedikit cemas.

Abra hanya mengembuskan napas, lalu meraih tangan Serayu dan melangkah mantap menuju taman. Salahnya memang karena tidak membaca pesan dari sang adik sampai akhir.

“Peduli apa. Yang penting kita pakai baju,” jawabnya datar, seolah tak terusik.

Namun, dari meja keluarga, rahang Riani mengeras melihat Serayu. Pandangan matanya menusuk penuh kebencian. Beliau mengundang Aileen malam itu, tetapi bertabrakan dengan acara keluarga wanita itu.

Acara berlangsung ceria, tawa, dan obrolan memenuhi taman. Para tetua duduk di meja panjang penuh makanan, sementara Abra dan Serayu memilih duduk di meja terpisah dengan hanya dua kursi—tampak bak makan malam romantis.

Tatapan Abra beberapa kali jatuh pada pelayan yang membawa segelas jus jeruk. Serayu cepat menangkapnya.

“Mau jus itu?” tanyanya lirih. Abra mengangguk singkat.

Serayu pun bangkit, menghampiri pelayan. Namun, sebelum tangannya sempat meraih gelas, tiba-tiba cairan dingin menyiram dadanya. Jus jeruk itu tumpah, meninggalkan rasa lengket dan membuat Serayu terpekik tertahan.

“Ups, tidak sengaja,” ujar Riani santai, matanya penuh kemenangan.

Abra langsung berdiri dari kursinya, langkahnya cepat menghampiri Serayu yang panik meraba bajunya yang basah.

“Mama!” protesnya dengan nada tajam.

“Tidak sengaja,” ulang Riani dengan enteng. Tak ada sedikit pun permintaan maaf, hanya tatapan dingin sebelum ia berlalu sambil membawa gelas terakhir di nampan.

Hening menyelimuti meja kecil itu. Rahang Abra mengeras, menahan amarah, sementara Serayu hanya menunduk, menelan rasa malu.

“Kita pulang,” tegas Abra.

Melihat acara inti belum dimulai, Serayu memutuskan untuk sekadar mengeringkan bagian yang basah di kamar mandi. Abra mengizinkan, bahkan sempat menuntun sang istri hingga ke depan pintu. Dengan sigap ia membuka pintu, seolah hendak ikut masuk.

“Mas,” cegah Serayu cepat, menahan langkahnya. “Tunggu di luar saja,” cicitnya, wajahnya memerah.

Abra mendadak salah tingkah, lalu mundur setapak. “Mas Abra kembali saja ke taman. Saya hanya akan mengeringkan ini. Takutnya acara inti keburu dimulai, Mas nggak ada di sana,” ucap Serayu hati-hati.

Dengan berat hati, Abra mengangguk. Lalu beranjak pergi.

Begitu pintu tertutup, Serayu menarik napas lega. Ia buru-buru merapikan diri. Untung dress hitam yang dipakainya cukup menyamarkan noda, meski rasa lengket masih menempel dan membuatnya tidak nyaman.

Serayu buru-buru mengelap dress-nya dengan tisu lalu mengeringkannya menggunakan hair dryer. Belum juga selesai, pintu kamar mandi diketuk keras dari luar. Kaget, Serayu segera membukanya dengan khawatir, menyangka Abra masih menunggu.

Namun, begitu pintu terbuka, Riani sudah berdiri di sana. Wanita itu mendorong Serayu ke dalam hingga tubuhnya hampir terhuyung.

“Kamu bicara apa pada Abra sampai dia berani menegur ibu kandungnya sendiri dengan nada tinggi?” tuduh Riani dengan mata menyala.

“Saya tidak bilang apa-apa—” suara Serayu tercekat ketika rahangnya ditekan kasar oleh tangan Riani.

“Menjijikkan! Kamu itu tidak pantas dengan Abra.”

“Mama, mo–hon le–pas,” lirih Serayu.

“Diam! Apa tujuan kamu datang ke hidup Abra? Kalau kamu butuh uang, saya akan berikan. Sebut saja berapa yang kamu mau, asal kamu tinggalkan Abra. Bercerailah.”

“Saya tidak mengharapkan sepeser pun uang Mas Abra, Ma—”

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Riani mendorong wajah Serayu hingga ia mundur beberapa langkah. Amarah yang semakin membuncah membuat Riani meraih jet shower kloset, lalu menyemprotkannya tepat ke wajah Serayu. Wanita malang itu berusaha menahan, tetapi Riani justru semakin menjadi-jadi.

Hingga akhirnya sebuah tangan kuat menahan lengan Riani dari belakang.

“Mama, kali ini Mama sudah keterlaluan!” suara Abra membelah udara, tegas dan penuh amarah.

“Apa? Kamu mau bela dia lagi? Dia marahin Mama, menuduh Mama sengaja menyiramnya. Padahal Mama datang mau membantu. Ya Mama nggak terimalah!” bentak Riani tak kalah keras.

Abra menoleh, mendapati Serayu berdiri gemetar dengan mata memerah, menggeleng pelan. Wajahnya basah dan penuh ketakutan. Cepat-cepat Abra meraih handuk, mengusap wajah istrinya, lalu melepas jasnya untuk disampirkan ke bahu Serayu.

"Istri kamu ini sudah kurang ajar sama Mama, Abra. Tidak ada sopan santun, seperti Aileen–”

“Mama, cukup! Abra dan Serayu pamit pulang.”

“Pulang? Ini ulang tahun adikmu! Kalau wanita itu mau pulang, pesankan saja taksi,” bantah Riani keras.

Abra tetap membungkuk singkat, pamit sekali lagi membuat Riani kian berang.

“Keterlaluan! Kamu lebih memilih wanita itu daripada keluargamu sendiri. Abra!”

Serayu hanya bisa menunduk. Ia bahkan tak berani bersuara apalagi melihat rahang suaminya menegang menahan amarah.

Di parkiran, mereka berpapasan dengan Sedanu. Lelaki itu melotot kaget melihat keadaan Serayu yang kusut dengan riasan berantakan.

“Serayu—” panggilnya refleks.

Namun Abra sama sekali tidak menghentikan langkahnya, bahkan tidak melirik sedikit pun.

Mobil sudah melaju kencang meninggalkan rumah keluarga besar itu. Keheningan mencekam menyelimuti kabin. Serayu menatap suaminya dengan takut, lalu berbisik pelan.

“Maafkan saya, Mas.”

Tidak ada jawaban. Abra tetap menatap lurus ke jalan.

Begitu sampai apartemen, Serayu melangkah ragu di belakangnya. “Saya sungguh minta maaf, Mas.”

“Berhenti minta maaf, Serayu!” potong Abra tajam.

“Saya sama sekali tidak menuduh Ibu Riani—”

“Kenapa kamu diam saja saat Mama mengobrak-abrik perasaanmu?” tanya Abra, tatapan dalam dan menusuk.

Serayu tersenyum kecut, meringis. “Saya tidak apa-apa. Selama ini juga perasaan saya tidak pernah diperhitungkan. Lagi pula, sebentar lagi kita akan berpisah. Ibu Riani pasti senang dengan kabar itu.”

Tatapan Abra semakin tajam, sorot matanya menusuk lebih dalam. Ia melangkah mendekati Serayu–yang mundur perlahan hingga tubuh mungilnya terpojok di pintu kamarnya.

“Bagaimana dengan kamu? Apa kamu juga senang kalau kita berpisah?”

Dinis Selmara

Eh... kok gitu nanyanya? kamu juga senangkan Abra? >_<

| 17
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (20)
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Abra jangan mengalihkan pembicaraan dong, Serayu jadi bingung kan jawabnya. Toh sseragu juga pengennya nikah sekali dalam seumur hidup, gak ada kata cerai
goodnovel comment avatar
aku ini siapaaa?
lah aneh skli Abra ini,sbnarnya mau dia itu apa sih, sifatnya bnar" sulit di tebak
goodnovel comment avatar
aku ini siapaaa?
lah aneh skli Abra ini,sbnarnya mau dia itu apa sih, sifatnya bnar" sulit di tebak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   79. Berdamai Dengan Masa Lalu

    Malam itu, Abra menjeling jengah saat Aileen tiba-tiba memeluknya. Ia yakin sekali wanita itu sedang mabuk karena mencium aroma alkohol.Abra pusing sendiri, membawa wanita itu masuk ke dalam unit apartemennya jelas bukan pilihan bijak—itu sama saja seperti menggali kubur sendiri. Dengan enggan, Abra menopang tubuh Aileen yang limbung, langkahnya tertatih menuju lobi. Ia mencoba mencari petunjuk di dalam tas tangan wanita itu—alamat, kartu, atau apa pun yang bisa menunjukkan ke mana ia harus mengantarkannya pulang. Abra memang tahu lokasi apartemen Aileen, tapi tidak tahu unit dan sistem apartemen tersebut.Saat sedang menunduk, suara seseorang terdengar memecah keheningan malam itu.“Ada yang bisa aku bantu?”Abra menoleh. Di depannya berdiri Ryan, masih mengenakan jaket dan membawa ransel serta koper. Tatapan lelaki itu beralih pada Aileen yang kini duduk lemah di sofa lobi, wajahnya setengah tersembunyi di balik rambut yang kusut. Tanpa banyak bicara, Abra menyodorkan tas Aileen ke

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   78. Mempertahankan

    Aileen pulang dari pesta ulang tahun temannya. Dalam keadaan frustrasi, ia meneguk alkohol—tidak banyak, tapi kadar toleransinya memang rendah, sehingga mudah mabuk. Ia bahkan tak sadar bagaimana akhirnya bisa berada di apartemen Abra. Memang belakangan ini dalam pikirannya kalut, hanya Abra dan Abra saja—berharap lelaki itu kembali padanya karena sungguh ia mencintainya. Aileen mengikuti seseorang ke dalam lift—meminta bantuan karena tidak mempunyai kartu akses lalu menyebutkan lantai tempat unit Abra berada. Langkahnya terhuyung, matanya sedikit kabur mencari nomor unit lelaki itu. Hingga seseorang melangkah mendekat ke arahnya. Aileen tersenyum melihat Abra berdiri di hadapannya. Dalam hatinya ia yakin, takdir memang selalu menuntun Abra padanya, pikirnya. Seperti dini hari ini, tangan Aileen terulur mengusap lembut pipi lelaki di hadapannya. Sentuhan hangatnya membuat si lelaki menggeliat pelan dan membuka mata. Ia mengerang kecil, menoleh ke arah lain—meraih ponsel di atas naka

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   77. Pertanda?

    Serayu bertemu dengan Amalia dalam briefing siang itu. Wanita itu mengangkat dua jarinya membentuk tanda peace sambil meringis kecil. Amalia sudah menduga, Serayu pasti sudah tahu kalau dirinya mata-mata Abra. Serayu hanya membalas ringisan itu dengan senyum dan mata memicing dari kejauhan.Usai briefing, Amalia menghampiri Serayu dan duduk di sampingnya. Serayu menoleh kanan-kiri, memastikan sekitar yang sepi, lalu berbisik pelan, “Duh, takut banget dilaporin,” sindirnya, bercanda. Amalia refleks memeluk Serayu dari samping.“Maafkan aku…,” lirihnya penuh rasa bersalah. Amalia akhirnya mengakui semuanya—permintaan Abra hari itu. Ia juga yakin kedatangan Abra tempo hari karena ia tak sengaja mengirim kebersamaan Serayu dan Ryan.Serayu hanya mengangguk kecil. “Mas Abra memang nggak suka saya terlalu dekat sama laki-laki lain. Takut istrinya dicuri, kayaknya,” katanya bercanda, Serayu terkekeh geli sendiri. Sementara Amalia terdiam.Ia tak menanggapi. Sepertinya ada hal yang Serayu belu

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   76. Terpisah

    Sampai keesokan harinya, Abra masih enggan berpisah dari Serayu. Entah mengapa, menjelang hari keberangkatannya, suasana terasa begitu berat. Besok pagi Abra akan berangkat lebih dulu bersama beberapa tim, sementara Serayu dijadwalkan pulang seminggu kemudian.Ada rasa syukur, karena jarak hanya akan memisahkan mereka selama seminggu saja. Namun, dengan keterbatasan sinyal di lokasi, waktu yang singkat itu tetap terasa seperti ujian panjang karena rindu yang tak bisa disampaikan setiap saat.Malam itu, udara di luar terasa lebih dingin dari biasanya, seolah tahu bahwa esok dan beberapa hari ke depan mereka tak lagi terlelap di bawah atap yang sama. Abra masih belum juga melepaskan pelukannya.“Saya nggak mau pisah dari kamu,” bisiknya lirih, suaranya serak karena emosi yang ditahan.Serayu menoleh sedikit menatap wajah suaminya dari jarak sedekat itu hanya mampu mengangguk. “Saya juga, Mas… makin berat rasanya,” aku Serayu membuat Abra tersenyum karena apa yang ia rasakan, Serayu juga

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   75. Kasmaran #2

    Pagi itu udara lebih segar dari biasanya dan langit mulai menampakkan rona cerah menyapa pasangan muda yang menyempatkan diri olahraga bersama—jogging mengitari desa. “Istirahat di situ, Sayang,” tunjuk Abra pada sisi sungai. Meski sudah sering dipanggil ‘sayang’ tetap saja hati Serayu dagdigdug mendengarnya. Dan wanita itu belum pernah memanggil Abra dengan sebutan yang sama. Keduanya melakukan pendinginan ringan usai berolahraga. Semilir suara aliran air menjadi latar yang menenangkan. “Sini, Sayang,” panggil Abra meminta Serayu mendekat. Ia memberikan ponselnya memperlihatkan surat tugas pulang ke rumah sakit asal mereka. “Lusa saya harus kembali,” katanya pelan, menatap Serayu dalam. Tak terasa dua minggu sudah Abra bertugas, sementara Serayu masuk minggu keempat. Jadwal kepulangan mereka berbeda, Abra lebih dulu. “Saya bisa minta tambahan waktu, biar kita pulang bareng.” Serayu mengangkat pandangannya menggeleng tidak setuju. “Tidak perlu, Mas. Ini penugasan. Harus p

  • (Bukan) Istri Kontrak Dokter Arogan   74. Abracadabra

    Serayu meremang saat Abra berbisik nakal di telinganya, “Kenapa harus?” Kini bibir nakal itu ikut menggerayangi lehernya. “Saya salah apa sampai wajah kamu ditekuk begitu?”“Salah. Pokoknya Mas selalu salah,” sahut Serayu kesal.Abra mengerutkan kening. Ia memutar tubuh wanitanya membuat Serayu menelan ludah. Menatap dada bidang Abra saja sudah salah, apalagi saat mata mereka akhirnya bertemu. Serayu benar-benar tak kuasa.“Tolong jelaskan. Saya tidak bisa menebak hanya dari raut wajah kamu,” ucap Abra sambil mencubit lembut dagu Serayu, menggerakkannya ke kiri dan ke kanan.“Kalau mau dijelasin, pakai baju dulu minimal,” gumam Serayu, menatap ke arah lain sambil memegangi ponsel di depan dadanya.Abra tidak mengindahkan. Tangannya terulur meraih ponsel itu dan pandangannya langsung jatuh pada layar yang masih terbuka pada ruang obrolan—pesan berisi beberapa foto. Tatapannya terangkat, menelusuri wajah Serayu.“Setelah saya jauh-jauh ke sini, kamu masih percaya hal beginian?” tanyanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status