Home / Rumah Tangga / Bukan Istri Sah / Melanjutkan Rencana

Share

Melanjutkan Rencana

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2022-06-02 14:51:10

Airin berdecak ketika melihat putranya menuruni tangga. Ia masih kesal dengan kehadiran Damay, yang tiba-tiba saja menjadi menantu yang tidak pernah diinginkan di rumah mereka. Sudah tidak terhitung lagi, berapa banyak perjalanan yang dilakukan Bumi ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Namun, hal sial seperti saat ini, mengapa justru menimpa di saat seperti sekarang. Di mana Bumi, sebentar lagi akan menikah dengan kekasihnya. 

“Ke mana istrimu itu,” sindir Airin ketika sang putra sudah menginjakkan kaki di lantai satu. “Pasti belum bangun.”

“Ayolah, Bun. Dia itu bukan urusanku, jadi jangan pernah tanya apapun tentang dia,” pinta Bumi lalu melewati sang bunda untuk pergi ke dapur. “Pagi ini, aku antar dia ke kosan sekalian berangkat kerja. Jadi tolong, jangan lagi sebut-sebut dan bicarakan dia di depanku.”

Airin hanya mendesis kesal menanggapi ucapan putranya. Ia terus berjalan di belakang Bumi, dan sedari tadi sudah mencium aroma masakan yang sudah menggugah selera. Wangi masakan yang baru kali ini Airin hidu, selama memiliki Imah yang bekerja sebagai asisten rumah tangganya.

“Masak apa, Mah?” tanya Airin lalu membuka tudung saji. Di atas meja, sudah tampak ayam bakar, dan juga sambal yang tidak pernah Imah buat selama menjadi asisten di rumah Airin. 

“Tumben Bu Imah bikin ayam bakar,” serobot Bumi yang sudah duduk di meja makan, lalu mengambil satu potong paha bawah untuk di santap. Bumi menggigit dengan penuh rasa lapar, karena dari tampilannya saja, tumpukan ayam tersebut sangatlah menggugah selera. 

“Em, anu, Bu.” Imah yang baru selesai meletakkan piring-piring pada tempatnya, segera berbalik. 

Bumi yang baru saja menelan ayam bakarnya, langsung tersedak. Ia terbatuk dan Imah buru-buru mengambilkan gelas dan mengisinya dengan air minum. Imah berjalan cepat, untuk menghampiri meja makan, kemudian menyodorkan gelas yang di bawanya kepada Bumi.

“Siapa yang ngizini dia masak di dapur saya?” ketus Airin tidak suka. “Kamu sudah periksa semua bahan yang dia masak, Mah? Sudah dicuci bersih belum? Ada racunnya nggak? Siapa tahu dia ngasih macam-macam ke makanannya, kamu, kan, nggak tahu!”

Imah menelan ludah, sedikit tertunduk karena tidak menduga kalau sang majikan bisa bersikap seperti sekarang. 

“Emm, itu, Bu. Semua bahannya saya yang nyuci dan siapkan. Mbak Damay tinggal ngolah dan masak aja,” ujar Imah serba salah, tapi ia pun sudah terbiasa dengan sikap sang majikan jika tidak menyukai sesuatu hal. “Kalau ada racunnya, saya sama mbak Damay pasti sudah mati dari subuh tadi.” 

“Jadi, dia sudah sarapan duluan?” tanya Airin lalu berdecak. “Nggak sopan banget jadi tamu.”

“Mbak Damay cuma nyicip, Bu,” ralat Imah mencoba membela Damay. “Yang sudah sarapan, itu, saya. Tapi, kalau Ibu nggak mau makan masakannya, biar nanti saya yang makan, daripada dibuang.”

“Apa yang mau dibuang?” tanya Seno tahu-tahu sudah berada di dapur, lalu menghampiri istri dan anaknya. Seno kemudian duduk di samping Bumi, dan menatap menu sarapan yang begitu menggugah selera.

“Ayam bakar sama nasi uduk buatan mbak Damay, Pak,” sambar Imah. “Kalau Ibu sama Mas Bumi nggak mau, biar buat saya aja. Kan, sayang dari pada dibuang.”

Seno bengong untuk sesaat. Ia menatap Bumi dan istrinya bergantian. Memangnya, seburuk apa nasi uduk dan ayam bakar buatan Damay, sehingga kedua orang itu tidak mau memakannya. “Tolong ambilkan piring, saya mau sarapan sekarang.”

“Yah!” tegur Airin menepuk pundak sang suami yang ada di sebelahnya. 

“Aku harus ke kantor sebentar lagi,” ujar Seno sambil menerima piring dari Imah. Ia menuang sendiri nasi yang sudah tersedia di meja, beserta mengambil satu potong dada ayam bakar yang tampak sangat lezat. “Kalau kalian nggak mau makan, ya, sudah. Tunggu aja tukang bubur ayam lewat di depan rumah.”

“Memang siapa yang nggak mau makan,” sambar Bumi juga meminta piring pada Imah, sembari terus memakan paha ayam yang masih ada ditangannya. 

“Saya juga minta piring, Mah,” titah Airin akhirnya duduk di samping sang suami. Berseberangan dengan Bumi yang sudah mengambil nasinya sendiri. “Keburu laper kalau nunggu bubur lewat.”

“Tolong panggilkan Damay sekalian, Mah,” titah Seno sudah duluan menyantap sarapannya. “Suruh dia sarapan juga.”

“Emm, anu, Pak. Tadi saya juga sudah nawarin duluan, tapi, mbak Damay nggak biasa sarapan pagi, katanya,” jawab Imah sambil menyerahkan piring pada Airin. Ia lalu meminta izin untuk pergi dari dapur karena harus melakukan beberapa pekerjaan rumah lagi.

“Ya, sudahlah, Yah. Kalau dia nggak mau sarapan, ya, sudah!” sahut Airin memulai sarapannya. “Hari ini juga dia pindah, kan, Mi? Jangan lupa carikan kerja juga, biar dia nggak ngerepotin kita. Bunda nggak mau, dia nantinya cuma jadi benalu buat keluarga kita, apalagi kamu yang sebentar lagi mau nikah. Kenal juga nggak.”

“Hmm.” Bumi bergumam sejenak, karena masih mengunyah makanan di mulutnya. Setelah menelan itu semua, barulah ia berujar. “Pagi ini, Damay sudah keluar dari sini. Habis itu, tinggal tunggu waktu yang pas, baru aku ceraikan dia. Aku sudah ngobrol itu semua sama Damay kemarin.” 

Di sisi ruang yang lain, Damay yang tadinya hendak pergi ke dapur pun terdiam ketika mendengar obrolan keluarga Erlangga. Daripada tetap mematung di sana dan mendengar perbincangan tentang dirinya, Damay pun memutuskan kembali ke kamar. Lebih baik, ia mempersiapkan kepergiannya, dan melanjutkan rencana yang sudah dibuat sebelumnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Yeni Rosdiani
jelema model si bumi mh kudu sa***t.....
goodnovel comment avatar
Daanii Irsyad Aufa
keluarga bumi sadis bgt. damay juga korban kali. pada ngga mikir yg paling banyak rugi itu pihak cewek.
goodnovel comment avatar
Shifa chibii
semangat damay..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Istri Sah   Giveaway~~

    Halu Mba beb ... Kita langsung aja ya. Berikut ini daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak untuk Bukan Istri Sah. Plus, yang sudah ngasih usulan nama anaknya pak Banyu yaa. Amee la : 1.000 koin GN + pulsa 200rb ArPi Kim : 750 koin GN + pulsa 150 rb Zee Sandi : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb Tyarini : 250 koin Gn + pulsa 25 rb RiztyrieM : 150 koin Gn + pulsa 20 rb Sila klaim via DM ke igeh saia yaa, @kanietha_ dan jangan lupa untuk follow lebih duluuh yaa. Atas semua atensinya untuk pak Banyu juga Damay, saia ucapkan terima kasih banyak-banyak. Kiss so muuch ....PS : Saia tunggu sampe tangga 28 Sept '22 pukul 12.00 siang hari yakk.Kalau masih belum setor, saia anggap HANGUS.🙏🙏🙏

  • Bukan Istri Sah   A Great Relationship

    “Haloo, cucu Eyang …” Airin langsung mengambil alih bayi tampan yang semakin menggemaskan dari gendongan Damay. Mengangkatnya setinggi kepala, lalu memberi ciuman gemas pada kedua pipi gembilnya. Bayi mungil yang sudah berusia tiga bulan itu, hanya bisa tertawa geli dengan ulah wanita yang sudah menganggapnya sebagai cucu sendiri. “Kamu titip sini aja sama Eyang, ya!” seru Airin berbicara pada bayi yang tersenyum melihatnya. “Biar daddy sama mami aja yang ke Kalimantan, sekalian bulan madu.” Seno menggeleng melihat tingkah istrinya, yang memang sangat merindukan seorang cucu. Tidak hanya Airin sebenarnya, tapi Seno juga berharap hal yang sama. Namun, apa mau dikata jika Bumi dan Tari masih belum kunjung diberi keturunan hingga saat ini. Keduanya sudah mengikuti program hamil dan menjalankan semua perintah dari dokter, tapi, sampai saat ini masih belum berhasil. Sejenak, Seno sempat berpikir. Bagaimana bila Damay dahulu kala benar-benar menjadi menantunya. Akan tetapi, Seno dengan s

  • Bukan Istri Sah   Demi Apapun

    Malam yang penuh ketegangan itu, akhirnya bisa dilewati Damay dan Banyu dengan rasa lega. Hanya berdua tanpa keluarga, dan benar-benar buta akan semua hal. Mereka hanya mengandalkan petunjuk dan perintah dokter, serta para perawat yang bertugas untuk mengecek kondisi Damay.Setelah ini, Banyu hanya akan memfokuskan diri dengan keluarga kecilnya. Baru kali ini Banyu benar-benar menghadapi semua ketegangan seorang diri. Tanpa support dari keluarga, yang dahulu kala pernah ia bela mati-matian. Hampir seluruh hidup Banyu, sudah ia curahkan pada Selly, maupun Tari. Namun, tidak satu pun dari keduanya datang, atau paling tidak, menghubungi Banyu melalui panggilan telepon.Hanya ada Adam, yang sesekali mengirimkan pesan untuk bertanya mengenai proses kelahiran cucunya. Sementara yang lain, seolah tenggelam bak ditelan bumi.Justru, orang lainlah yang kini terasa seperti keluarga bagi Banyu. Ada Airin, yang langsung menelepon pagi itu, ketika Damay mengabarkan bahwa sang bayi laki-lakinya sud

  • Bukan Istri Sah   Buruaan

    “Tarik napas.” Damay mengikuti instruksi Banyu, ketika kontraksinya mulai kembali datang. Sejak pria itu kembali dari kantor, yang dilakukan Damay hanyalah menempel pada sang suami. Saat kontraksi itu datang, yang diinginkan Damay hanya berada di dalam pelukan Banyu, dan menginginkan sang suami untuk mengusap punggung, maupun perutnya dengan perlahan. “Masih kuat?” tanya Banyu kembali memastikan kondisi istrinya. Banyu memang tidak bisa merasakan rasa sakit yang mulai kerap menghampiri sang istri. Namun, jika dilihat dari wajah pias disertai bulir keringat yang membasahi wajah Damay, Banyu yakin bahwa rasa sakit itu benar-benar luar biasa. Itu baru kontraksi, bagaimana jika waktu kelahiran itu akhirnya tiba? “Kuat.” Damay berujar lirih untuk menyemangati dirinya sendiri. Sudah hampir seharian ini Damay merasakan sakit yang tidak ada duanya. Sekujur tubuhnya, dari kepala hingga kaki sungguh merasakan semua nyeri tanpa terkecuali. “Tapi sakiiit.” “Sabar sebentar.” Banyu masih memeluk

  • Bukan Istri Sah   Iya, Daddy

    “Sebentar lagi aku tinggal, sebelum makan siang aku balik.” Jelang subuh, Damay mulai mengeluh sakit perut. Baik Airin maupun dokter yang menangani Damay, sudah berpesan agar jangan terlalu panik dalam menghadapi kontraksi jelang hari perkiraan lahir. Apalagi, jika rentang waktu kontraksi tersebut belumlah terlalu rapat, Namun, tidak dengan Banyu. Ketika ia mendengar keluhan yang berbeda dari sang istri, Banyulah yang merasa panik lebih dulu. Semua tas persiapan untuk pergi ke rumah sakit, langsung Banyu letakkan sendiri di bagasi mobil tanpa menyuruh siapa pun. Banyu ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri, jika semua persiapan sudah lengkap dan tidak ada yang kurang sama sekali. Tidak cukup sampai di situ. Begitu pagi menjelang, Banyu segera meminta Damay bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Karena ada meeting yang tidak bisa ditinggal Banyu pagi harinya, maka ia merasa lebih aman jika meninggalkan Damay di rumah sakit. “Tapi kalau ada apa-apa, cepat kabari aku,” tambah Ban

  • Bukan Istri Sah   Langsung Pulang

    “Nggak usah beli boks bayi, taruh aja di kasur, beres. Nggak ribet angkat-angkat.” Banyu masih berdiri di samping boks bayi, yang menarik perhatiannya. Namun, Damay sudah meninggalkannya karena tidak setuju membeli tempat tidur khusus untuk bayi mereka. Bukankah lebih aman jika bayi mungil mereka nantinya diletakkan di boks bayi, daripada di atas tempat tidur? Banyu yang masih ingin membeli tempat tidur untuk bayinya, bergegas menyusul Damay yang tengah berbicara dengan salah satu pramuniaga toko. Banyu menunggu sejenak, sampai Damay menyelesaikan obrolannya sembari menyerahkan daftar catatan perlengkapan bayi yang akan dibeli kali ini. “Bukannya lebih enak dan aman pake boks bayi?” ujar Banyu setelah pramuniaga toko pergi, untuk mencari dan mempersiapkan barang-barang pesanan Damay. “Tetanggaku yang pernah lahiran, nggak ada yang pernah beli boks bayi, aman-aman aja.” Mata Damay menyasar pada kursi tunggu yang berada di sebelah pintu bagian dalam. Kemudian, ia kembali meninggalkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status