"Sebaiknya jangan beritahu Ibu dulu, Mas," ujarku pada Mas Adnan. "Lha? Kenapa?" Lelaki itu mengerinyitkan dahinya bingung. "Biar jadi kejutan nanti," sahutku sambil tersenyum."Baiklah! Mmm… kapan balik ke kota? Cuti Mas seminggu lagi habis," tanya Lelaki dengan manik legam itu. "Sepertinya aku betah disini deh, Mas. Mas aja yang balik ke Kota." Aku ingin tau reaksi Mas Adnan. "Mmm… tapi, kalau Papa tanya gimana?" Lelaki ini seperti enggan dan keberatan balik sendiri ke Kota. "Atau nanti Aku usulin ke Ayah kita pindah kesini ngurus kebun Teh aja, gimana? Lagian Papa juga masih kuat mimpin perusahaan." Aku memberi usul kepada lelaki yang berjalan di sisiku. Sebenarnya Aku juga tidak mau berjauhan dari Mas Adnan. Tapi melihat kondisi di sini, belum saatnya aku balik ke Kota sebelum menyelesaikan permasalahan disini. Kalau Aku kembali ke kota sekarang. Seperti kalah sebelum bertempur. Aku ingin membungkam mulut julid para tukang gosip. Aku hahya ingin Ibu mertuaku dihormati s
Aku langsung memungut pakaianku yang berceceran di lantai. Lalu dengan cepat aku mengenakan pakaianku. Inem juga demikian. Wajah imutnya tampak panik. Dia memakai pakaiannya dengan cepat. Yang penting tertutup. Bahaya kalau sampai keperogok. Aku langsung bergegas keluar dari kamar dan berjalan ke depan. Ternyata tadi aku terlalu terburu-buru hingga lupa menutup pintu depan. Yang kemudian dihempaskan oleh angin. Aku langsung mengusap dada lega.Lain kali kayaknya harus main di hotel atau penginapan biar aman. Aku berjalan ke belakang lagi. "Siapa Mas?" Tanya Inem yang tampak panik wajahnya. Baju yang di pakainya juga sampai kebalik. "Aman. Tadi Mas tutup pintu nggak terlalu rapat, sehingga dihempaskan angin," jawabku lalu kemudian mengangsurkan uang sebanyak satu juta kepadanya. "Ini untuk shoping-shoping Nem. Boleh main lagi kan, lain kali," rayuku sambil mengusap bib*rnya. Wanita itu mengambil uang yang aku berikan lalu tersenyum malu-malu dan mulai mengangguk. "Terima Kasih,
Pov Author Adnan dan Zafira sudah sampai di rumah."Wahhh manten anyar udah pulang buk, huhuyyyy gandengannya jangan sampai lepas," goda Amira kepada Kakak dan Iparnya. Adnan hanya menanggapi dengan senyum lalu kemudian mengecup tangan Zafira yang berada dalam genggamannya. "Ihhhh… niatnya mau godain, malah kena mental akunya. Nasib jomblo mah kayak gini," sungut Amira dengan bibir mengerucut. Adnan langsung mengacak pucuk kepala adik satu-satunya."Sekolah dulu yang baik." Adnan berucap singkat. Tetap dengan wajah cool nya. "Iyaaaaa," sahut Amira sambil tertawa. "Ayo sarapan, yuk, Ibu bikinin nasi goreng spesial. Ayoo," ajak Bu Ningsih yang baru muncul dari dapur. "Ah, Ibu. Maaf nggak bantuin tadi." Zafira merasa tak enak hati. "Nggak apa-apa toh Nduk, cuma masak doang. Ibu seneng masak. Tadi di bantuin sama Mira kok," jawab Bu Ningsih menenangkan menantunya. Setelah mencuci tangan, mereka langsung berkumpul di meja makan sederhana yang berada di dapur. Zafira terheran-her
"Loh, yang mulai siapa Bude? Masa suka menyindir tapi di sindir balik ngamuk-ngamuk?" Sahut Zafira yang membuat Amarah Bude Siti semakin berkobar. "Kamu tuh anak kurang didikan! Nggak pernah di didik sopan santun sama orang tuamu!" bentak Bude Siti sangar. "Heeyyyy! Kamu! Jangan bawa-bawa orang tua saya ya, Anda boleh menghina saya, tapi jangan pernah hina keluarga saya! Atau, Anda akan tau sendiri akibatnya." Emosi Zafira mulai tersulut. Emang keluarga Pak Rusdi kalau bicara nggak pernah di saring dulu. "Lalu kenapa? Emang kamu anak kurang didikan kan? Sampe nggak tau adab berbicara dengan orang tua! Nggak heran sih, ayahmu kan preman kota. Jadi beginilah hasil didikannya. Bar-bar," ucap Bude Siti sarkas. "Hey wanita tua! Sudah kuperingatkan jangan menghina keluargaku!" Berang Zafira sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Bude Siti."Suka-suka saya dong mau ngomong apa! Mulut, mulut saya," sahut Bude Siti tak kalah sengit. "Emang mulut anda yang kurang didikan! Mulut sam*ah!" U
Lusa adalah hari dimana akan di adakan syukuran yang sangat mewah di Desa itu. Semuanya sudah diatur sama orang-orangnya Zafira. Jadi wanita dari kota itu tinggal terima beres aja. Lusa juga orang tua Zafira akan datang menghadiri acara syukuran yang sangat megah itu. Mereka saat ini tengah berada di Luar Negeri Menyelesaikan pekerjaan disana. Namun mereka akan menyempatkan datang di acara putri satu-satunya mereka. Kalau tidak, putri tunggal mereka akan ngomel-ngomel tak jelas. Zafirah juga sudah membooking MUA terkenal untuk keluarganya. Juga baju dengan harga yang sangat fantastic. Semua sudah dipersiapkan dengan matang dari jauh-jauh hari. Karena hari ini adalah momen yang paling di nantinya. Baju untuk mertuanya, untuk Amira dan Adnan sudah disiapkan semua dari butik terkenal. Pastinya dengan model yang elegan dan kekinian. Zafira paling mengerti soal fashion. Kalau orang tuanya Zafirah tidak perlu diragukan dan dikhawatirkan lagi. Karena Mommynya seorang yang fashio
Bude Siti semakin emosi melihat Zafirah yang hanya bergeming. Lipstiknya yang merah menyala semakin menambah kesan serem di wajah sangarnya. "Ada apa sih, Bu? Tolong jangan bikin keributan disini!" Seorang lelaki yang berpakaian seperti ajudan menegur Bude Siti yang sedang mencak-mencak. Wanita itu langsung memasang tampang sangar kepada lelaki yang menegurnya. "Kamu siapa? Saya mertuanya Jefri. Kamu berani ya sama saya! Jangan sampai saya suruh anak saya untuk memecat kamu!" Bentak Siti kepada lelaki itu. Lelaki itu hendak bersuara lagi, namun Zafira memberi kode untuk diem. Lelaki itu langsung pergi dari situ. "Lihat kan? Mendengar nama menantuku saja sudah ketakutan begitu, dasar bab* rendahan!" Wanita itu berucap sarkas. Mungkin sudah menjadi kebiasaan. Sehingga bisa dengan mudahnya ucapan kotor seringkali meluncur dari mulutnya tanpa disaring dulu. Wanita paruh baya itu mendonggakan dagu arogan.Ternyata Bude Siti juga dibohongi sama Alisya kalau itu rumahnya Alisya. Se
"Ini bukan rumah Ibu, pasti mereka salah orang," ucap Ningsih kepada menantunya. Dirinya merasa tidak pernah membangun rumah. Apalagi rumah semegah ini. Jangankan membangun rumah, merenovasi rumahnya saja dia merasa tidak mampu, apalagi membangun rumah semegah ini. Adinda langsung memegang kedua bahu mertuanya lalu menatap dalam netra wanita di hadapannya. "Ini rumah Ibu. Hadiah istimewa dari Mas Adnan untuk Ibu, sebagai bentuk baktinya kepada Ibu. Kami sengaja merahasiakan ini agar menjadi kejutan istimewa buat Ibu," tutur Zafira lembut. "Doakan agar kami dibangunkan istana yang megah di syurga sebagai balasan bakti kami kepada Ibu," sambung wanita yang bergelar menantu itu sambil mencium takzim tangan Ibu Mertuanya. Manik legam Ningsih yang tampak sayu itu mulai berkaca-kaca. Wanita itu seketika langsung bersimpuh di kaki menantunya. Zafira kaget dan reflek mengangkat bahu Ibu mertuanya. Lalu memeluk wanita yang sudah membesarkan suaminya itu. Zafira langsung memeluk Ibu
"Alisya?!" Suara bariton itu membuat Alisya langsung terkejut bukan main. Siapa lagi kalau bukan Pakde Rusdi. Lelaki itu terkejut berpapasan dengan anaknya di hotel itu."Papa?! Papa ngapain disini?" tanya Alisya dengan mimik wajah panik. Wanita itu takut tiba-tiba lelaki tua beristri yang masih ada di dalam kamar itu tiba-tiba keluar. "Lah? Kamu ngapain disini?" Tanya Pakde Rusdi kepada putri bungsunya itu. Lelaki itu juga tampak was-was. Matanya celingak-celinguk tak tenang. "Papa, Lagi ada urusan kerjaan disini. Iya lagi ada urusan kerjaan," jawab Lelaki itu."Kamu sendiri ngapain disini? Sama Jefri?" Tanya Lelaki itu sambil mencari-cari keberadaan menantunya."Kerjaan apa? Mau jual tanah lagi? Jangan lupa jatah buat Alisya," sagut Wanita itu sumringah."Ennnggg… Iya, Papa mau jual tanah yang di dekat jalan raya itu." Rusdi berbohong kepada Putrinya. Tiba-tiba dari kamar yang sama, keluar lelaki tua yang tadi bersama Alisya. "Heyy Beby, kok masih disini?" tanya lelaki itu da